Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eksistensi Wayang Potehi di Semarang, Dalang Tinggal Satu, Tak Dijadikan Mata Pencarian

Kompas.com - 06/09/2023, 05:57 WIB
Sabrina Mutiara Fitri,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Wayang Potehi merupakan salah satu kebudayaan khas peranakan Tionghoa yang unik dan masih eksis ditampilkan di sejumlah daerah di Indonesia.

Seperti layaknya boneka tangan, Wayang Potehi memiliki bentuk mini yang terbuat dari perpaduan kain dan kayu.

Konon, kesenian Wayang Potehi ini pernah eksis di Kota Semarang sekitar 1950-an. Sayangnya, kini kesenian Wayang Potehi mulai punah seiring berkembangnya zaman.

Baca juga: Wayang Potehi, Wayang Golek China yang Tak Lagi Dimainkan Sembunyi-sembunyi

Dalang Wayang Potehi asal Semarang, Herdian Chandra Irawan atau yang dikenal dengan nama Thio Hauw Lie, mengatakan, saat ini dirinya merupakan satu-satunya dalang yang masih eksis melestarikan Wayang Potehi di Kota Semarang.

Dirinya menyebutkan, Wayang Potehi di Semarang hampir punah lantaran tidak ada generasi penerus yang melestarikan Wayang Potehi.

"Eksistensi Wayang Potehi di Semarang memang saat ini agak kurang karena satu, peminatnya. Soalnya wayang potehi itu tidak sembarang orang bisa dan tidak semua orang suka. Apalagi generasi zaman sekarang yang lebih akrab dengan gadget. Ya cuma kita tetap mengembangkan dengan merekrut anak-anak muda," ucap Thi Hauw Lie saat ditemui Kompas.com, Senin (4/9/2023).

Pria yang akrab dipanggil Koh Hauw Lie itu menyebut, dirinya merupakan anak keempat dari dalang kondang asal Semarang, Thio Tiong Gie.

Seusai Thio Tiong Gie meninggal pada 2014 silam, Thio Hauw Lie meneruskan jejak sang ayah.

Dirinya menyebutkan, ayahnya sudah aktif menjadi dalang Potehi sejak 1960-an. Namun sejak sang ayah tiada, tidak ada yang melanjutkan dedikasinya sebagai dalang Wayang Potehi di Semarang.

Baca juga: Berkenalan dengan Thio Haouw Liep, Dalang Wayang Potehi yang Masih Eksis Lestarikan Budaya Khas Tionghoa di Semarang

"Ayah meninggal tahun 2014, setelah itu kita bingung gimana perawatan Wayang Potehi dan lainnya. Terus tahun 2015 saya baru memberanikan diri coba-coba belajar. Dan tahun 2016 baru benar-benar meneruskan, pertama kali show," ucap pemilik Sanggar Wayang Potehie "Tek Gie Hien" itu.

Koh Hauw Lie mengaku tidak menjadikan Wayang Potehi sebagai sumber mata pencarian utama.

Hal tersebut dilakukan lantaran dirinya selalu mengingat pesan sang ayah. Bahwa, Wayang Potehi tetaplah kebudayaan yang patut dilestarikan dan diakui sebagai kesenian, bukan sebagai mata pencarian.

Ilustrasi wayang potehi.Dok. Shutterstock/zahirul alwan Ilustrasi wayang potehi.

"Ini saya jadikan suatu kesenian. Karena Papah juga begitu, tidak mau dibuat mata pencarian. Papah pernah pesan, kalau mau cari duit sekolah yang pandai, terus kerjalah yang bagus, nantikan bawa hasil yang banyak," ucap dia.

Di balik layar Wayang Potehi

Lebih jelas Hauw Lie mengatakan Potehi diambil dari kata "pou" yang memiliki arti kain, "te" berarti kantong, dan "hi" artinya wayang.

Lantas, disebut wayang lantaran terdapat perpaduan kayu di bagian kepala, tangan, dan kaki. Kemudian digerakkan manual menggunakan tangan.

Baca juga: Wayang Potehi Jombang Ikuti Festival di Belanda, Sempat 2 Kali Gagal Berangkat

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Stigma terhadap Aceh Bakal Menguat jika BNN Razia Kuliner Mengandung Ganja

Stigma terhadap Aceh Bakal Menguat jika BNN Razia Kuliner Mengandung Ganja

Regional
Hapus Stigma Makanan Aceh Mengandung Ganja, BNN Bakal Razia Rumah Makan

Hapus Stigma Makanan Aceh Mengandung Ganja, BNN Bakal Razia Rumah Makan

Regional
Remaja di Kupang Tikam Seorang Pria karena Dianiaya Saat Melintas di Acara Pesta Ulang Tahun

Remaja di Kupang Tikam Seorang Pria karena Dianiaya Saat Melintas di Acara Pesta Ulang Tahun

Regional
Berendam di Pemandian Air Panas, Warga Ambarawa Meninggal Usai Membasahi Kaki

Berendam di Pemandian Air Panas, Warga Ambarawa Meninggal Usai Membasahi Kaki

Regional
Ikut Penjaringan Pilkada di Empat Partai, Sekda Semarang: Kehendak Semesta

Ikut Penjaringan Pilkada di Empat Partai, Sekda Semarang: Kehendak Semesta

Regional
Perayaan Waisak, Ada Pelarungan Pelita di Sekitar Candi Borobudur

Perayaan Waisak, Ada Pelarungan Pelita di Sekitar Candi Borobudur

Regional
Goa Garunggang di Bogor: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Goa Garunggang di Bogor: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Regional
Longsor di Maluku Tengah, Satu Rumah Warga Ambruk

Longsor di Maluku Tengah, Satu Rumah Warga Ambruk

Regional
Kunjungi Bocah Korban Kekerasan Seksual, Walkot Pematangsiantar Beri Motivasi hingga Santunan

Kunjungi Bocah Korban Kekerasan Seksual, Walkot Pematangsiantar Beri Motivasi hingga Santunan

Regional
Pemkot Semarang Raih Opini WTP 8 Kali Berturut-turut, Mbak Ita: Cambuk agar Lebih Baik

Pemkot Semarang Raih Opini WTP 8 Kali Berturut-turut, Mbak Ita: Cambuk agar Lebih Baik

Regional
Organisasi Guru di Demak Tolak Larangan Study Tour, Ini Kata Mereka

Organisasi Guru di Demak Tolak Larangan Study Tour, Ini Kata Mereka

Regional
Teknisi di Lampung Gondol Rp 1,3 Miliar, Curi dan Jual Data Internet

Teknisi di Lampung Gondol Rp 1,3 Miliar, Curi dan Jual Data Internet

Regional
Warga Cepu Temukan Fosil Gading Gajah Purba, Diduga Berusia 200.000 Tahun

Warga Cepu Temukan Fosil Gading Gajah Purba, Diduga Berusia 200.000 Tahun

Regional
Video Viral Seorang Pria di Kupang Dipukul Pakai Kayu di Tangan hingga Pingsan, Kasus Berujung ke Polisi

Video Viral Seorang Pria di Kupang Dipukul Pakai Kayu di Tangan hingga Pingsan, Kasus Berujung ke Polisi

Regional
Pembunuh Kekasih Sesama Jenis di Banten Dituntut 16 Tahun Penjara

Pembunuh Kekasih Sesama Jenis di Banten Dituntut 16 Tahun Penjara

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com