Salin Artikel

Eksistensi Wayang Potehi di Semarang, Dalang Tinggal Satu, Tak Dijadikan Mata Pencarian

Seperti layaknya boneka tangan, Wayang Potehi memiliki bentuk mini yang terbuat dari perpaduan kain dan kayu.

Konon, kesenian Wayang Potehi ini pernah eksis di Kota Semarang sekitar 1950-an. Sayangnya, kini kesenian Wayang Potehi mulai punah seiring berkembangnya zaman.

Dalang Wayang Potehi asal Semarang, Herdian Chandra Irawan atau yang dikenal dengan nama Thio Hauw Lie, mengatakan, saat ini dirinya merupakan satu-satunya dalang yang masih eksis melestarikan Wayang Potehi di Kota Semarang.

Dirinya menyebutkan, Wayang Potehi di Semarang hampir punah lantaran tidak ada generasi penerus yang melestarikan Wayang Potehi.

"Eksistensi Wayang Potehi di Semarang memang saat ini agak kurang karena satu, peminatnya. Soalnya wayang potehi itu tidak sembarang orang bisa dan tidak semua orang suka. Apalagi generasi zaman sekarang yang lebih akrab dengan gadget. Ya cuma kita tetap mengembangkan dengan merekrut anak-anak muda," ucap Thi Hauw Lie saat ditemui Kompas.com, Senin (4/9/2023).

Pria yang akrab dipanggil Koh Hauw Lie itu menyebut, dirinya merupakan anak keempat dari dalang kondang asal Semarang, Thio Tiong Gie.

Seusai Thio Tiong Gie meninggal pada 2014 silam, Thio Hauw Lie meneruskan jejak sang ayah.

Dirinya menyebutkan, ayahnya sudah aktif menjadi dalang Potehi sejak 1960-an. Namun sejak sang ayah tiada, tidak ada yang melanjutkan dedikasinya sebagai dalang Wayang Potehi di Semarang.

"Ayah meninggal tahun 2014, setelah itu kita bingung gimana perawatan Wayang Potehi dan lainnya. Terus tahun 2015 saya baru memberanikan diri coba-coba belajar. Dan tahun 2016 baru benar-benar meneruskan, pertama kali show," ucap pemilik Sanggar Wayang Potehie "Tek Gie Hien" itu.

Koh Hauw Lie mengaku tidak menjadikan Wayang Potehi sebagai sumber mata pencarian utama.

Hal tersebut dilakukan lantaran dirinya selalu mengingat pesan sang ayah. Bahwa, Wayang Potehi tetaplah kebudayaan yang patut dilestarikan dan diakui sebagai kesenian, bukan sebagai mata pencarian.

"Ini saya jadikan suatu kesenian. Karena Papah juga begitu, tidak mau dibuat mata pencarian. Papah pernah pesan, kalau mau cari duit sekolah yang pandai, terus kerjalah yang bagus, nantikan bawa hasil yang banyak," ucap dia.

Di balik layar Wayang Potehi

Lebih jelas Hauw Lie mengatakan Potehi diambil dari kata "pou" yang memiliki arti kain, "te" berarti kantong, dan "hi" artinya wayang.

Lantas, disebut wayang lantaran terdapat perpaduan kayu di bagian kepala, tangan, dan kaki. Kemudian digerakkan manual menggunakan tangan.

"Wujudnya boneka, kalau orang dulu menyebut wayang kantong. Gampang-gampang susah cara mainnya, jari telunjuk berperan sebagai kepala, lalu jari lainnya bergerak sebagai tangan kanan dan kiri," ucap dalang Wayang Potehi Semarang satu ini.

Sebelum melakukan pentas, imbuh Hauw Lie, dirinya harus melakukan semacam ritual khusus, yakni membersihkan diri dengan cara menjadi vegetarian selama tiga hari berturut-turut.

Dirinya menyebut, hal itu merupakan suatu aturan yang telah dilakukan turun temurun sejak dahulu.

"Untuk jadi dalang Potehi tidak ada aturan. Yang ada, aturan sebelum melakukan pentas," tutur dia.

Selain itu, Koh Hauw Lie mengatakan, ritual wajib yang harus dilakukan yaitu membersihkan panggung besar boks, arena wayang, wayang, hingga membakar kertas.

"Panggung boks untuk kru itu sekitar 125 centimeter. Arena wayang dan wayang kita bersihkan dengan kertas sembahyangan, kertas emas," ucap Hauw Lie.

Perjalanan dan eksistensi Wayang Potehi

Meski hanya satu-satunya dalang Wayang Potehi di Semarang, Koh Hauw Lie tak kunjung pesimistis menyebarkan Wayang Potehi kepada masyarakat sekitar.

Dirinya mengaku, kerap mengajak anak-anak muda di Semarang untuk melestarikan dan mencintai budaya asli Tionghoa ini.

"Biasanya kalau latihan ada anak-anak barongsai. Awal-awal hanya megang, lama-lama memahami dan pengen belajar. Dari situ kita bisa rangkul," ucap Hauw Lie.

Dirinya menyebut, kini keberadaan Wayang Potehi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kebudayaan Indonesia. Lantaran, dulunya pementasan Wayang Potehi hanya boleh dilakukan di tempat ibadah saja.

"Waktu dulu malah semacam terbelenggu, tidak bisa bebas, hanya boleh dipentaskan di lingkungan klenteng. Setelah dibuka oleh Gus Dur, baru bebas, dan sekarang sudah Nasionalis. Makanya saya anggap ini tetap kesenian," ujar dia.

Hingga saat ini, Koh Hauw Lie sudah melakukan pementasan Wayang Potehi di sejumlah daerah di Indonesia. Di antaranya, Semarang, Jakarta, Kudus, Magelang, dan masih banyak lagi.

"Di Semawis, acara Imlek, acara lintas budaya, di Pasar Baru, dan masih banyak," ucap Hauw Lie.

Sementara itu, Koordinator Wayang Potehi Gudo, Harson Budiharto mengaku, kerap mengunjungi Kota Semarang untuk melakukan pementasan.

Dirinya berujar, Semarang menjadi salah satu kota yang konsisten mendatangkan Wayang Potehi dari Gudo, Jombang, Jawa Timur.

"Kalau di Semarang mungkin ada Hauw Lie, anak dari dalang Thio. Tapi mungkin ada perbedaan antara Wayang Potehi dari Gudo dan yang dibawakan Hauw Lie. Kalau kita menggunakan musik yang kita mainkan langsung secara live," ucap Budiharto saat dihubungi Kompas.com, Selasa (5/9/2023).

Selain Semarang, Budiharto menyebut, juga kerap mementaskan Wayang Potehi di berbagai pulau Indonesia. Mulai dari Surabaya, Semarang, Ungaran, Makassar, dan masih banyak lagi.

Bukan tanpa alasan dirinya melakukan hal tersebut. Budiharto ingin melestarikan sekaligus mengenalkan Wayang Potehi kepada masyarakat Indonesia, khususnya anak muda.

"Peminat anak muda memang masih sangat sedikit. Karena untuk generasi sekarang, bahkan tidak tahu apa itu Wayang Potehi. Makanya kami ingin mengenalkan ini dengan keliling dari satu kota ke kota lain," ucap dia.

Di samping itu, Pelestari dan Pemilik Museum Wayang Potehi Jombang, Toni Harsono, mengungkapkan, ada cara mudah untuk melestarikan kebudayaan asal Tionghoa satu ini. Yaitu dengan melakukan pementasan yang konsisten.

"Pelestarian sebebernya itu mudah, yaitu harus sering dipentaskan. Nah, untuk lestari, juga harus ada kepedulian dari seluruh pihak," pungkas Tono.

https://regional.kompas.com/read/2023/09/06/055733778/eksistensi-wayang-potehi-di-semarang-dalang-tinggal-satu-tak-dijadikan-mata

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke