AMBON, KOMPAS.com - La Edi tak dapat menyembunyikan kegelisahannya saat orang-orang mulai berdatangan memasuki Pelabuhan Yos Sudarsio Ambon.
Pandangannya terus saja tertuju ke arah setiap mobil yang masuk di terminal pelabuhan tersebut. Sesekali ia harus berdiri dari tempat duduknya sambil melambaikan tangan ke setiap kendaraan yang datang sebagai isyarat bagi mereka mau memakai jasanya sebagai buruh angkut di pelabuhan tersebut.
Namun, para calon penumpang yang datang silih berganti belum juga mau menerima tawaran La Edi dan bersedia memakai jasanya untuk mengangkat barang-barang bawaan yang dibawa untuk dinaikkan ke atas kapal.
Baca juga: Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi yang Pernah Jadi Kuli Angkut di Pasar dan Sopir Angkot
“Itu buruhnya sudah dihubungi, mungkin calon penumpangnya itu keluarganya atau kenalannya,” kata La Edi saat berbincang dengan Kompas.com di Pelabuhan Ambon, Selasa (14/3/2023) sore.
Sambil berbincang lepas dengan Kompas.com tentang kisahnya selama menjadi buruh angkut di Pelabuhan Yos Sudarso Ambon, La Edi tetap saja fokus memperhatikan setiap kendaraan dan orang-orang yang lalu lalang berdatangan ke pelabuhan tersebut.
Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya ada juga calon penumpang yang mau memakai tenaganya untuk mengangkut barang bawaan mereka ke atas kapal.
La Edi tak muda lagi, usianya kini telah lebih dari setengah abad atau tepatnya 52 tahun. Tubuhnya yang dulu kekar dan bertenaga, kini perlahan mulai menyusut dan sering pegal karena termakan usia.
Meski begitu, ia tetap saja rela bekerja banting tulang dibawa terik matahari dan guyuran hujan sekalipun demi menghidupi keluarganya.