Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah La Edi, 26 Tahun Menjadi Buruh Angkut di Pelabuhan Ambon demi Wujudkan Mimpi Anak

Kompas.com - 14/03/2023, 20:36 WIB
Rahmat Rahman Patty,
Andi Hartik

Tim Redaksi

AMBON, KOMPAS.com - La Edi tak dapat menyembunyikan kegelisahannya saat orang-orang mulai berdatangan memasuki Pelabuhan Yos Sudarsio Ambon.

Pandangannya terus saja tertuju ke arah setiap mobil yang masuk di terminal pelabuhan tersebut. Sesekali ia harus berdiri dari tempat duduknya sambil melambaikan tangan ke setiap kendaraan yang datang sebagai isyarat bagi mereka mau memakai jasanya sebagai buruh angkut di pelabuhan tersebut.

Namun, para calon penumpang yang datang silih berganti belum juga mau menerima tawaran La Edi dan bersedia memakai jasanya untuk mengangkat barang-barang bawaan yang dibawa untuk dinaikkan ke atas kapal.

Baca juga: Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi yang Pernah Jadi Kuli Angkut di Pasar dan Sopir Angkot

“Itu buruhnya sudah dihubungi, mungkin calon penumpangnya itu keluarganya atau kenalannya,” kata La Edi saat berbincang dengan Kompas.com di Pelabuhan Ambon, Selasa (14/3/2023) sore.

Sambil berbincang lepas dengan Kompas.com tentang kisahnya selama menjadi buruh angkut di Pelabuhan Yos Sudarso Ambon, La Edi tetap saja fokus memperhatikan setiap kendaraan dan orang-orang yang lalu lalang berdatangan ke pelabuhan tersebut.

Baca juga: Cerita Buruh Angkut di Pelabuhan Muncar Banyuwangi, Sakit Harus Bayar Sendiri, Menganggur Saat Paceklik Ikan

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya ada juga calon penumpang yang mau memakai tenaganya untuk mengangkut barang bawaan mereka ke atas kapal.

26 tahun jadi kuli angkut

La Edi tak muda lagi, usianya kini telah lebih dari setengah abad atau tepatnya 52 tahun. Tubuhnya yang dulu kekar dan bertenaga, kini perlahan mulai menyusut dan sering pegal karena termakan usia.

Meski begitu, ia tetap saja rela bekerja banting tulang dibawa terik matahari dan guyuran hujan sekalipun demi menghidupi keluarganya.

La Edi (52) buruh angkut di Pelabuhan Yos Sudarso Ambon saat memikul barang ke kapal, Selasa (14/3/2023)KOMPAS.COM/RAHMAT RAHMAN PATTY La Edi (52) buruh angkut di Pelabuhan Yos Sudarso Ambon saat memikul barang ke kapal, Selasa (14/3/2023)
La Edi menuturkan, ia mulai bekerja sebagai buruh angkut di Pelabuhan Yos Sudarso Ambon sejak tahun 1996 saat usianya masih 26 tahun.

Lelaki asal Bau-bau, Sulawesi Tenggara, ini mulai merantau ke Kota Ambon sebelum konflik kemanusiaan berkecamuk pada 1999.

Di Kota Ambon, ia sempat tinggal bersama istri dan empat orang anaknya di kawasan Silale, Kecamatan Nusaniwe, Ambon. Namun kini, istri dan anak-anaknya semuanya telah kembali ke kampung halamannya di Bau-bau.

“Saya kerja di sini sudah sekitar 26 tahun tapi sekarang saya sendiri di sini tinggal di Silale, kalau istri dan anak-anak sudah di Bau-bau semua,” katanya.

Baca juga: Perjuangan Kuli di Kawah Ijen Banyuwangi, Menantang Bahaya, Dorong Troli Berisi Turis Naik Turun Gunung

Tetap bersyukur

La Edi mengaku tetap bersyukur meski hanya menjadi buruh angkut. Dari kerja kerasnya itu, ia bisa menghidupi istri dan keempat orang anaknya.

Saat ini, istri dan anak-anaknya telah pulang ke kampung halamannya di Bau-Bau. Setelah keluarganya memilih pulang ke kampung halaman, La Edi malah tetap memilih bertahan di Kota Ambon sebagai buruh angkut di Pelabuhan Yos Sudarso.

Baca juga: Bentrok 2 Kelompok Pemuda di Ambon, Satu Korban Terluka, Motor dan Warung Dibakar

Ia memilih tetap bertahan di Ambon meski harus terpisah dengan keluarganya karena dari hasil jerih payahnya sebagai buruh angkut ia bisa menghidupi keluarganya.

“Saya bersykur karena dengan pekerjaan ini saya bisa menghidupi keluarga saya meski kurang-kurang,” katanya.

Menurut La Edi, selama tinggal terpisah dengan keluarganya, ia harus bekerja lebih giat lagi. Sebab ia harus mengirim uang untuk kebutuhan hidup istri dan anaknya yang belum berkeluarga di kampung halaman.

Selain itu, ia juga harus menyimpan uang untuk membayar biaya tagihan kontrakan di Ambon dan juga biaya makan setiap hari. Padahal, setiap kapal masuk di Pelabuhan, ia hanya bisa dua kali mengangkut barang milik penumpang yang turun maupun naik ke kapal.

“Biasa dua kali saja ya dapat Rp 100.000 sampai Rp 200.000. Tapi itu saya tabung lagi karena saya harus kirim ke istri dan anak di kampung Rp 500.000 setiap bulan, belum lagi harus bayar kos dan makan setiap hari di sini,” ujarnya.

La Edi sendiri belum bisa memastikan sampai kapan ia akan tetap bekerja sebagai buruh angkut di pelabuhan. Namun, yang pasti saat waktunya tiba, ia akan kembali mengikuti keluarganya di kampung halaman untuk menghabiskan masa tuanya bersama mereka.

“Saat ini masih kuat tapi saya tidak tahu sampai kapan saya bisa bertahan sebagai buruh di pelabuhan, mungkin saat saya sudah tidak kuat lagi saya akan berhenti dan akan kembali ke keluarga saya di Bau-bau,” katanya.

Ia sendiri tak pernah bermimpi untuk menjadi buru angkut. Apalah daya, kerasnya kehidupan dan sulitnya mendapat pekerjaan yang layak membuatnya harus rela bekerja mengandalkan tenaga yang dimiliknya demi bisa bertahan hidup.

Selama puluhan tahun bekerja sebagai buruh angkut di Kota Ambon, ia juga belum mampu membangun rumah untuk keluarganya sehingga ia dan keluarga harus tinggal di kos-kosan.

“Tapi saya tetap bersyukur Tuhan masih kasih kesehatan kepada saya dan sampai saat ini saya masih sehat, masih terus bekerja,” katanya.

La Edi (52) bersama Yani (50) buru angkut di pelabuhan Yos Sudarso Ambon sedang duduk menunggu calon penumpang yang akan memakai jasanya , Selasa (14/3/2023)KOMPAS.COM/RAHMAT RAHMAN PATTY La Edi (52) bersama Yani (50) buru angkut di pelabuhan Yos Sudarso Ambon sedang duduk menunggu calon penumpang yang akan memakai jasanya , Selasa (14/3/2023)
Wujudkan mimpi anak

Meski hanya berpendidikan rendah, namun La Edi tidak ingin anak-anaknya kelak tidak mengenyam pendidikan sama sekali.

Ia menyadari pendidikan sangatlah penting bagi anak-anaknya. Karena itu, saat anak-anaknya masih kecil, ia dan istrinya berusaha menabung untuk menyisihkan sedikit uang untuk menyekolahkan keempat anaknya.

“Semua anak-anak saya sekolahkan dari hasil pikul barang di pelabuhan,” katanya.

Dari empat anaknya tersebut, salah satu anak perempuannya bernama Irma bahkan berhasil meraih gelar sarjana di Universitas Pattimura Ambon.

Bagi La Edi, keberhasilan anaknya hingga meraih gelar sarjana merupakan sebuah kebanggaan bagi keluarga, apalagi gelar yang diraih itu didapat dengan susah payah.

“Anak perempuan saya namanya Irma dia sampai sarjana, baru wisudah di Universitas Pattimura tahun 2021 kemarin,” katanya.

Baca juga: Usai Tabrak ASN hingga Tewas, Pelajar SMA di Ambon Diantar Keluarganya Serahkan Diri ke Polisi

Ia mengaku, jeri payahnya perlahan mulai terbayar setelah ada anaknya yang berhasil disekolahkan hingga menggapai gelar sarjana.

“Terus terang saya sangat bangga, walau kami orang susah tapi dari hasil kerja keras ini saya bisa mewujudkan mimpi anak saya,” ucapnya.

Baca juga: Usai Tabrak ASN hingga Tewas, Pelajar SMA di Ambon Diantar Keluarganya Serahkan Diri ke Polisi

Harapan yang belum terjawab  

Sudah separuh usia, La Edi habiskan untuk bekerja sebagai buruh angkut di Pelabuhan Yos Sudarso Ambon.

Saat usianya kini sudah menua dan tenaganya terus berkurang, La Edi pun berharap pemerintah maupun pihak terkait lainnya di tempatnya bekerja dapat memberikan jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja bagi dirinya dan juga para buruh lainnya di pelabuhan Ambon.

Sebab, selama puluhan tahun bekerja sebagai buruh angkut, ia dan juga buruh lainnya tidak mendapatkan jaminan kesehatan dan juga jaminan kecelakaan kerja.

“Kami di sini tidak dapat BPJS dan jaminan kecelakaan kerja, tidak ada sampai saat ini,” katanya.

La Edi mengaku, saat ia dan keluarganya sakit, mereka harus berobat ke rumah sakit dengan mengeluarkan biaya sendiri karena memang mereka tidak punya BPJS Kesehatan.

“Kalau sakit kita ke rumah sakit tapi bayar sendiri, tidak punya BPJS Ksehatan, jadi harapan saya semoga pemerintah bisa melihat nasib kita di sini ya bisa tanggung BPJS kita,” katanya.

Yani (50), rekan La Edi, mengaku sudah 20 tahun bekerja sebagai buruh angkut di Pelabuhan Ambon. Namun, ia juga belum punya BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

“Saya juga tidak punya, jadi kalau sakit ya bayar rumah sakit,” katanya.

Sama dengan La Edi, Yani juga berharap pemerintah dan pihak terkait lainnya dapat membantu para buruh yang bekerja di pelabuhan Ambon untuk mendapatkan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

“Iya harapannya sama, semoga pemerintah bisa melihat masalah itu agar kalau nanti kita sakit kita bisa berobat secara gratis,” ujarnya.

La Edi (52) buruh angkut di Pelabuhan Yos Sudarso Ambon saat memikul barang ke kapal, Selasa (14/3/2023)KOMPAS.COM/RAHMAT RAHMAN PATTY La Edi (52) buruh angkut di Pelabuhan Yos Sudarso Ambon saat memikul barang ke kapal, Selasa (14/3/2023)
Pandangan Sosiolog

Sosiolog dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon Muhamad Syafin Soulissa mengungkapkan, keberadaan buruh di setiap pelabuhan, termasuk di Kota Ambon sangatlah penting tidak hanya untuk memajukan sektor ekonomi sebuah daerah tapi juga untuk mempertahankan sebuah peradaban.

“Coba dibayangkan kalau tidak ada buruh, apa yang akan terjadi di muka bumi ini. Coba bayangkan kalau tidak ada buruh di pelabuhan bagiamana kehidupan dan peradaban bisa bertahan,” katanya.

Baca juga: Kasus TPPU Eks Wali Kota Ambon, KPK Periksa Pengusaha, Notaris hingga Petani

Syafin mengatakan,  buruh merupakan bagian yang tidak bisa terlepas dari perjalanan hidup manusia, meski keberadaanya sering dipandang sebalah mata dan kerap dimarjinalkan dalam kehidupan sosial. 

“Memang kemajuan teknologi saat ini perlahan mulai menggeser tenaga manusia, tapi untuk buruh, khususnya yang ada di pelabuhan-pelabuhan itu, masih sulit untuk tergeser, masyarakat dan kaum kelas atas masih akan tetap memakai tenaga buruh,” katanya.

Terkait nasib para buruh di Pelabuhan Yos Sudarso Ambon yang hingga kini belum terlindungi dengan jaminan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, Syafin meminta pemerintah dan otoritas berwenang dapat mengambil langkah guna memberikan perlindungan kepada parah buruh yang selama ini telah berperan memajukan perekonomian daerah.

“Kalau misalnya mereka tidak punya BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan ini sesuatu yang sangat miris sekali, harus ada langkah dari pihak terkait untuk masalah ini,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Hubungan Asmara Sesama Jenis di Balik Pembunuhan Bos Kerajinan Tembaga di Boyolali

Hubungan Asmara Sesama Jenis di Balik Pembunuhan Bos Kerajinan Tembaga di Boyolali

Regional
Sempat Ditutup 6 Jam, Akses Padang-Solok Dibuka Kembali

Sempat Ditutup 6 Jam, Akses Padang-Solok Dibuka Kembali

Regional
Maju Pilkada Banten 2024, Arief R Wismansyah Ikut Penjaringan 3 Partai

Maju Pilkada Banten 2024, Arief R Wismansyah Ikut Penjaringan 3 Partai

Regional
Bocah Penjual Kue yang Tewas Kecelakaan di Pontianak Dikenal Gigih, Emoh Pulang Sebelum Dagangan Habis

Bocah Penjual Kue yang Tewas Kecelakaan di Pontianak Dikenal Gigih, Emoh Pulang Sebelum Dagangan Habis

Regional
Soal Pengangguran, Pj Gubernur Sebut Banten Jadi Tujuan Mencari Pekerjaan

Soal Pengangguran, Pj Gubernur Sebut Banten Jadi Tujuan Mencari Pekerjaan

Regional
Naskah Kuno Banyuwangi Diusung Perpusnas Masuk ke Ingatan Kolektif Nasional 2024

Naskah Kuno Banyuwangi Diusung Perpusnas Masuk ke Ingatan Kolektif Nasional 2024

Kilas Daerah
Bikin Gempar Undip, Nicholas Saputra Motivasi Mahasiswa Hadapi Ketidakpastian Masa Depan

Bikin Gempar Undip, Nicholas Saputra Motivasi Mahasiswa Hadapi Ketidakpastian Masa Depan

Regional
LKPD Kabupaten HST Kembali Raih Opini WTP dari BPK

LKPD Kabupaten HST Kembali Raih Opini WTP dari BPK

Regional
3 Warga Gunungkidul yang Jalan Kaki ke Jakarta untuk Temui Prabowo Sampai Purworejo, Minta Jalan Tol Masuk Gunungkidul

3 Warga Gunungkidul yang Jalan Kaki ke Jakarta untuk Temui Prabowo Sampai Purworejo, Minta Jalan Tol Masuk Gunungkidul

Regional
Banjir Rob Pantura Sayung Demak Mulai Surut, Pemotor: Masih Mengganggu

Banjir Rob Pantura Sayung Demak Mulai Surut, Pemotor: Masih Mengganggu

Regional
PAN Usung Istri Bupati di Pilkada Kabupaten Solok 2024

PAN Usung Istri Bupati di Pilkada Kabupaten Solok 2024

Regional
Gunung Ile Lewotolok Meletus 65 Kali Selama 6 Jam, Status Siaga

Gunung Ile Lewotolok Meletus 65 Kali Selama 6 Jam, Status Siaga

Regional
Polisi Tangkap Penipu Modus Jual Barang di Aplikasi Belanja Online

Polisi Tangkap Penipu Modus Jual Barang di Aplikasi Belanja Online

Regional
Kecelakaan di Pontianak, 2 Bocah Penjual Kue Meninggal

Kecelakaan di Pontianak, 2 Bocah Penjual Kue Meninggal

Regional
Longsor di Sitinjau Lauik, 2 Warga Dilaporkan Hilang, Diduga Tertimbun

Longsor di Sitinjau Lauik, 2 Warga Dilaporkan Hilang, Diduga Tertimbun

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com