BATAM, KOMPAS.com - Akses komunikasi yang baik terutama di masa pandemi Covid-19 saat ini, menjadi sesuatu hal yang sangat penting terutama bagi masyarakat dan anak sekolah yang tinggal di kawasan hinterland, atau pulau terluar.
Namun nyatanya, gampangnya akses komunikasi ternyata masih belum dapat dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat Pulau Jaloh, Kelurahan Gelam, Kecamatan Bulang, Batam, Kepulauan Riau.
Untuk dapat mencapai pulau ini, Anda dapat menggunakan jasa boat pancung dari pelabuhan rakyat Sagulung, dengan harga Rp 30.000 per orang dan lama perjalanan sekitar satu jam.
Baca juga: Curhat Pengungsi Afghanistan di Batam, Mimpi Buruk dan Terbayang Wajah Keluarga
Susah akses komunikasi
Pulau Jaloh menjadi salah satu pulau terluar di Batam, yang berdekatan dengan batas wilayah antara Indonesia dan Singapura, mayoritas warga di Pulau ini berprofesi sebagai nelayan.
"Untuk akses keluar dan masuk ke pulau ini, saat ini sudah tidak sesulit seperti dulu. Adapun yang masih sulit di pulau ini hanya akses komunikasi saja," kata Irman (35) salah satu warga Pulau Jaloh menceritakan melalui telepon, Senin (23/8/2021).
"Tinggal di pulau ini, tidak guna handphone mahal, yang penting kemampuan menangkap jaringan telekomunikasi saja," katanya.
Baca juga: Pria Aniaya Pacar Sendiri gara-gara Asyik Main HP, Korban Diusir, Motor dan STNK-nya Ditahan
Untuk menelepon harus naik ke dataran tinggi
Untuk mendapatkan sinyal, Irman mengaku tidaklah mudah dan hanya di lokasi-lokasi tertentu saja.
"Kalau di pelantar pelabuhan, jangan coba-coba untuk menelepon, sinyal tidak ada dan harus pergi ke dataran tinggi dulu baru bisa nelpon," ungkap Irman.
Kendati demikian, Ia mengatakan hanya ponsel jadul yang bagus dipergunakan untuk di lokasi pulau ini.
"Kalau ponsel baru seperti android, jangan coba-coba, sinyal sulit. Ponsel jadul malah mantap di sini untuk menangkap sinyal," terang Irman.
Baca juga: Demi Anak Bisa Belajar Online, Ibu di Magelang Ini Beli Ponsel Pakai Uang Receh
Anak-anak susah belajar online
Adanya kebijakan dari pemerintah pusat mengenai sekolah daring atau online, hal ini kemudian membawa kesulitan tersendiri bagi warga, terutama yang saat ini memiliki anak.
Sulitnya akses jaringan telekomunikasi ini, membuat para anak yang tengah sekolah daring, setiap harinya harus mencari dataran tinggi, hanya untuk sekedar mengikuti jadwal pembelajaran sekolahnya.
Walau demikian, proses belajar mengajar secara daring ini biasanya hanya diikuti oleh anak sekolah yang telah duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).
Sementara bagi anak yang duduk di bangku SD dan SMP, hingga saat ini masih tetap menjalankan pembelajaran tatap muka.
"Karena di pulau ini gak ada SMA, hanya ada SD dan SMP saja. Untuk anak kami yang di SD dan SMP, masih belajar tatap muka di rumah gurunya masing-masing," terang Irman.
Baca juga: Susah Sinyal, Guru Tidak Tetap di Gunungkidul Terpaksa Datangi Murid
Sudah sering mengeluh ke pemkot, tak kunjung ada realisasi
Keluhan sulitnya akses telekomunikasi di pulau tersebut, diakuinya sudah sering disampaikan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Batam, baik melalui kunjungan Wali Kota Batam, Muhammad Rudi.
Ataupun melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrembang), yang biasanya dilakukan Pemkot Batam.
"Tapi realisasinya tidak pernah ada. Kami juga sudah capek menyampaikan hal yang sama terus menerus," kata Irman kecewa.