Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah 2 Eks Tentara Anak Saat Konflik Ambon: Dulu Saling Membenci, Kini Berkolaborasi

Kompas.com - 17/02/2019, 13:41 WIB
Farid Assifa,
Icha Rastika

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Konflik berdarah di Maluku yang mulai pecah pada 1999 telah memberangus kebahagiaan masa kecil Ronald Regang dan Iskandar Slameth.

Pada usia 10 tahun, Ronald yang seharusnya bermain ceria bersama teman sebayanya malah memanggul senjata untuk berperang.

Bahkan, pria kelahiran Ambon itu pernah menjadi komandan pasukan Agas. Begitu juga dengan Iskandar.

Ketika berusia 13 tahun, pria yang kini berusia 34 tahun itu juga ikut berperang dan bergabung dengan pasukan jihad.

Namun kini, mereka sudah bersahabat dan terus menyerukan perdamaian dan toleransi.

Bahkan, kedua pemuda ini menjadi sosok muda inspiratif yang terpilih melalui program BBC Get Inspired.

Keduanya mengisahkan awal masa kelam hingga akhirnya bertemu dan menjadi sahabat sampai sekarang serta berkolaborasi menggiatkan kampanye perdamaian melalui seni.

Kisah-kisah itu mereka ceritakan saat roadshow ke kampus di Padang, Sumatera Barat dan Malang, Jawa Timur pada Selasa dan Kamis (12 dan 14 Februari 2019).

Roadshow ini digelar BBC Indonesia bekerja sama dengan sejumlah media, termasuk Kompas.com.

Tentara anak

Kepada Kompas.com, Ronald mengisahkan awal dirinya terlibat dalam konflik SARA di Maluku.

Saat itu, Ronald, kelahiran Ambon pada 31 Juli 1989, tinggal di Ternate yang masih bergabung dengan Maluku.

Dia yang saat itu masih bermain dengan anak-anak seusianya harus berperang dan terlibat dalam konflik berdarah di Ternate.

Awalnya, dia trauma karena melihat mayat dan darah saudaranya untuk pertama kali.

Baca juga: Air Mata Oma Hanna dan Persaudaraan yang Tulus Saat Konflik Ambon

Situasi itu menimbulkan kebencian dan dendam kepada lawannya yang berbeda keyakinan. Apalagi, ketika itu ia mendengar isu bahwa keluarga ayahnya satu kampung dibunuh.

Ketika itu, Ronald terpisah dengan ibu dan adiknya yang mengungsi ke Manado.

Ia sendiri bertahan bersama ayahnya di Ternate untuk menjaga keamanan kampung.
Konflik kian memanas antara warga berbeda agama itu di Ternate.

Ronald pun mengungsi ke Manado dengan harapan bertemu sang ibu dan adiknya.

Namun ternyata, ia mendengar kabar bahwa ibu dan adiknya mengungsi ke Ambon. Ia pun pergi ke Ambon menumpang kapal feri pengangkut minyak.

Di Pelabuhan Gudang Arang, Ambon, Ronald bertemu kakak sepupunya. Di sana, ia diajak bergabung dengan pasukan paling depan.

Ronald yang saat itu trauma, bingung, dan bimbang akhirnya memutuskan untuk berperang meski usianya masih belia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com