Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Air Mata Oma Hanna dan Persaudaraan yang Tulus Saat Konflik Ambon

Kompas.com - 02/12/2018, 08:04 WIB
Rahmat Rahman Patty,
Khairina

Tim Redaksi


AMBON,KOMPAS.comKonflik bernuansa SARA di Kota Ambon, Maluku, tahun 1999 menjadi sebuah tragedi paling berdarah yang tak akan pernah dilupakan seluruh masyarakat di bumi para raja, julukan bagi tanah Maluku.

Kala itu, ribuan nyawa melayang, rumah-rumah warga hangus dibakar.

Namun, di balik cerita kelam konflik Ambon, ada sepenggal kisah mengharukan bagaimana persaudaraan dan cinta tetap tumbuh untuk merawat nilai kemanusiaan.

Hanna Mairissa tak mampu menahan tangis dan kesedihannya tatkala ia mengenang kembali masa-masa sulit yang dihadapi keluarganya saat konflik Ambon pecah 18 tahun silam.

Dengan berurai air, mata nenek berusia 68 tahun ini menceritakan pengalaman konflik yang dirasakan hingga perlakuan tetangganya yang berbeda iman dengannya semasa konflik berlangsung.

Hanna dan keluarganya tinggal di kawasan Lorong Permi, Kelurahan Waihaong, Kecamatan Nusaniwe, yang merupakan perkampungan dengan penduduk mayoritas Muslim.

Baca juga: Ahli: Rapat Dengar Kesaksian Korban Konflik Aceh Sangat Krusial

 

Saat pecah konflik Ambon, Hanna dan keluarganya memilih tetap bertahan hidup di rumah mereka meski bunyi dentuman bom dan rentetan senjata serta pembakaran rumah-rumah warga terus terjadi di mana-mana.

“Saat konflik 1999 kami sekeluarga tetap berada di sini, kami tidak takut, kami percaya kepada Tuhan, dan kami percaya tetangga disini semua menyayangi kami,” kata Hanna kepada Kompas.com saat ditemui di rumahnya, Jumat (30/11/2018).

Hanna meceritakan, sempat ada rasa kekhawatiran yang sangat mendalam atas keselamatan keluarganya karena memilih tetap menetap di perkampungan Muslim di masa konflik sedang panas-panasnya saat itu.

Namun, kepercayaan keluarganya terhadap para tetangga mereka membuat perasaan cemas itu perlahan hilang.

Keluarga Hanna sangat yakin tidak akan diganggu saat itu karena para pemuda dan warga di kawasan tempat tinggalnya terus menjaga rumah mereka.

Bahkan, saat malam hari tiba, para pemuda yang selalu berjaga malam di kampung itu kerap mendatangi depan rumah untuk berjaga-jaga jangan sampai terjadi sesuatu.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com