Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah 2 Eks Tentara Anak Saat Konflik Ambon: Dulu Saling Membenci, Kini Berkolaborasi

Kompas.com - 17/02/2019, 13:41 WIB
Farid Assifa,
Icha Rastika

Tim Redaksi

 

Dalam forum itu, mereka juga saling menceritakan apa saja yang ada di dalam hati dan pikiran mereka.

Meluapkan semua keluh dan kesah, melepas prasangka-prasangka yang ada dalam diri.

Mereka saling mendengar dan menerima. Setelah menulis prasangka-prasangka itu di atas kertas, mereka kemudian bersama-sama membakarnya.

“Lalu kami saling berpelukan dan menangis,” ucap Iskandar.

Provokator damai

Setelah dari kegiatan YAP, Ronald dan Iskandar beserta teman-teman yang lain lebih banyak berjumpa dan melakukan kegiatan damai bersama, baik di lingkungan sendiri ataupun di daerah-daerah lain di Ambon.

Ronald pun membentuk satu komunitas yang diberi nama Red Home. Di situ, kawan Muslim dan Kristen yang terlibat konflik berkumpul dan bersama-sama menyatukan minat dan bakat dalam bidang seni.

Hal sama juga dilakukan Iskandar. Dia membentuk banyak komunitas untuk anak muda Ambon.

Komunitas tersebut dibentuk berdasarkan minat dan bakat, mulai di bidang lingkungan, sosial, seni dan kebudayaan. Anggotanya pun berasal dari lintas iman.

Setelah Red Home, Ronald dan Iskandar juga membentuk sebuah wadah perkumpulan komunitas yang disebut Paparisa Ambon Bergerak.

Komunitas ini menyatukan warga lintas iman yang menyukai musik hiphop.

Mereka membuat grup-grup kecil dan diberi panggung untuk menampilkan kemampuannya bernyanyi hiphop.

Ronald dan Iskandar serta teman-temannya di komunitas rela mengeluarkan uang pribadi demi kegiatan tersebut.

Dalam setiap “konser”, para anak muda itu terus menggaungkan perdamaian toleransi.

“Kalau dicatat, mereka para anak muda itu sudah menjadi provokator damai,” kata Ronald.

Iskandar menambahkan, dalam komunitas itu, para anak muda sudah tidak berbicara lagi tentang masa lalu yang kelam, melainkan tentang berbagai hal yang menyenangkan, mulai soal seni, musik, klub sepak bola dan lainnya.

Baca juga: Peraih Penghargaan Maarif Institute Sebut Militer Terlibat dalam Konflik Ambon

Menurut Iskandar, pihaknya sengaja menyasar anak muda karena mereka adalah yang paling banyak terlibat konflik dan terbanyak korbannya.

“Ketika konflik terjadi, yang banyak terlibat anak muda yang berada di baris depan. Yang mennadi korban paling banyak juga anak muda. Tapi ketika berbicara tentang perdamaian, pemerintah tidak melibatkan anak muda,” papar dia.

Ia mengakui memang pemerintah ada dalam menciptakan perdamaian di Maluku melalui perjanjian Malino I dan II. Namun, peran yang paling besar adalah anak muda melalui berbagai komunitas.

Persahabatan Ronald dan Iskandar diabadikan dalam sebuah baliho besar yang dipasang di tengah Kota Ambon.

Hingga kini, baliho tersebut masih berdiri kokoh. Keduanya menjadi inspirasi perdamaian dan toleransi, bukan hanya di Maluku, tetapi juga di daerah lain.

Membangun Maluku

Saat ini, Ronald dan Iskandar memiliki cita-cita besar, yakni membangun Maluku agar rakyatnya maju dan sejahtera.

Banyak potensi yang dimiliki Maluku, tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal. Potensi dimaksud di antaranya perikanan dan pariwisata.

Untuk pariwisata, Iskandar dan Ronald berusaha mengubah pandangan masyarakat luar Maluku yang masing menganggap di daerah itu terjadi konflik.

Upaya tersebut dilakukan melalui digital. Pada 2009, mereka mengajak pemuda lain untuk memotret keindahan alam lalu diunggah di media sosial. Hal itu menghapus foto jejak-jejak konflik Maluku.

“Semakin banyak foto tentang alam Maluku diunggah ke media sosial, maka foto-foto konflik di Maluku perlahan-lahan yang tergantikan. Dan itu cukup berhasil. Kini ketika mengetik kata kunci Maluku atau Ambon, maka yang muncul adalah keindahan Maluku,” kata dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com