Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah 2 Eks Tentara Anak Saat Konflik Ambon: Dulu Saling Membenci, Kini Berkolaborasi

Kompas.com - 17/02/2019, 13:41 WIB
Farid Assifa,
Icha Rastika

Tim Redaksi

Ronald kecil itu kemudian dibawa ke beberapa psikiater untuk trauma healing (pemulihan trauma).

Bahkan, ia juga diajak menemui Ustaz Abidin Wakano, sahabat karib pendeta Jecky. Dari situlah ia mulai dibina.

Sementara itu, Iskandar pergi ke Makassar untuk menghadiri sebuah kegiatan. Di Makassar, Iskandar pertama kali merasakan sebuah kebebasan.

Di sana, ia tidak dihantui rasa takut. Ia bebas bepergian ke mana pun tanpa takut ada yang bunuh.

"Sementara di Ambon saya tidak bisa ke mana-mana. Saya hanya pergi dari satu tempat ke tempat lain yang jaraknya sangat dekat. Saya mulai jenuh dengan konflik ini," kata dia.

Setelah empat hari di Makassar, Iskandar harus kembali ke Ambon. Ia merasakan berat hati pergi ke Ambon saat itu karena harus kembali berperang.

Hari demi hari dilalui. Kesadaran untuk keluar dari konflik itu timbul tenggelam. Terkadang, rasa benci masih menyelimuti pikirannya.

Bahkan, sampai kuliah pun di Ambon pada 2003, Iskandar masih menyimpan kebencian terhadap teman kampusnya yang berbeda agama. Dia tidak mau bertegur sapa dengan mereka.

Hingga suatu hari, Iskandar diajak oleh aktivis kampus untuk menghadiri kegiatan trauma healing.

Kegiatan itu digelar di Gonjale, daerah basis Kristen. Kegiatan itu digelar oleh Young Ambassador for Peace (YAP).

"Saya awalnya ragu kira-kira aman nggak saya ke sana. Teman saya itu bilang aman. Dijamin aman," kata Iskandar

Akhirnya, Iskandar bersedia untuk mengikuti kegiatan itu. Melalui kegiatan itulah ia bertemu dengan Ronald.

Awalnya, ketika bertemu, Iskandar dan Ronald nyaris berkelahi. Namun, keduanya segera dilerai.

Lalu pihak panitia menempatkan Ronald dan Iskandar dalam satu kamar agar bisa saling mengenal. Saling curiga pun masih menyelimuti kedua remaja saat itu.

“Saya ketika hendak tidur masih siaga jika suatu saat dia (Ronald) menyerang saya,” kata Iskandar.

“Ya, saya juga waspada kalau dia (Iskandar) menyerang saya. Saya saat itu tidur tidak tenang,” timpal Ronald.

Namun, keesokan harinya, ternyata tidak terjadi apa-apa. Apa yang Ronald dan Iskandar bayangkan itu tidak pernah terjadi.

“Hari pertama berlalu, hari kedua sudah mulai bercakap-cakap. Hari ketiga tertawa bersama-sama, hari-hari berikutnya sudah tak ada sekat dan canggung di antara kami,” ucap Ronald.

Ronald dan Iskandar akhirnya saling menyadari bahwa masalah yang dihadap mereka sesungguhnya karena masalah komunikasi.

Ronald awalnya menilai, Muslim itu jahat. Sebaliknya, Iskandar pun menyangka Kristen itu kejam.

“Ternyata saudara Muslimku tak seperti yang aku pikirkan selama ini kalau mereka jahat, pembunuh saudaraku. Sebab apa yang kita pikirkan sama juga yang dipikirkan oleh saudara Muslim," kata Ronald. 

"Isu yang beredar di antara kita pun sama. Baru saya sadar selama ini kami dibodohi oleh orang yang ingin Ambon konflik,” kata Ronald diamini Iskandar.

“Dan sebenarnya kita hanya butuh berjumpa, berdiskusi, sharing. Sebab, dari situ kita tahu apa yang terjadi dan konflik ini hanya membuat kita terpuruk dan menjadi korban,” lanjut Ronald.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com