Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Mami Vera, Caleg Transpuan Pertama di NTT

Kompas.com - 07/02/2024, 11:12 WIB
Rachmawati

Editor

Mau tidak mau partai harus mencari pengganti lain untuk memenuhi kuota dan pilihan itu jatuh kepada Mami Vera.

Latar belakang Vera Cruz atau Melkiades Mas Mangdare yang beberapa kali menjadi ketua Persatuan Waria Kabupaten Sikka (Perwakas), bahkan sampai saat ini, membuat Philip dan partainya yakin kalau dia memiliki jiwa “kepemimpinan”.

Mami Vera juga dinilai bisa diajak bicara tentang “berbagai urusan soal pemerintahan”.

“Tidak ada catatan atau opini yang buruk terhadap dirinya. Memang tampilannya agak sedikit keluar dari pola umum, tetapi sejujurnya beliau punya pikiran yang bagi saya cukup cerdas,” ujar Philip.

Baca juga: Saat Warga Binaan Lapas Karawang Tak Kenal Caleg pada Pemilu 2024...

Siapa sebenarya Mami Vera?

Panggilan Mami yang disematkan pada Vera sama artinya dengan mama. Anggota Perwakas yang lebih muda memanggil dia dengan sebutan mami dan dia pun menganggap mereka sebagai anak-anaknya.

“Dulu kecilnya mereka, ada penolakan dari keluarganya. Jadi itu Mami hadir dan minta, ini anak saya. Sekarang mereka sudah punya usaha sendiri, jadi kembali ke rumah masing-masing dan orang tua dan keluarga besar sudah menerima mereka,” ungkapnya.

Mami Vera menjabat sebagai Ketua Perwakas sejak 2017 sampai sekarang. Seharusnya masa jabatannya hanya berlaku lima tahun, tetapi saat pandemi komunitas transpuan itu tidak menggelar pemilihan ketua baru sehingga Mami Vera harus melanjutkan masa baktinya.

Baca juga: Terbukti Lakukan Politik Uang, Caleg DPRD Nunukan Divonis 1,5 Bulan Penjara

Dia bersyukur, di umur Perwakas yang sudah 25 tahun, mimpi dia dan teman-temannya untuk membuat komunitas transpuan diterima di tengah masyarakat sudah terwujud.

Kini mereka tinggal menikmati hasil perjuangan dan melanjutkan hidup seperti orang kebanyakan.

Termasuk Mami Vera, yang menjalani hidup dengan “sederhana” meski sendirian. Ibunya baru saja meninggal pada September 2023 lalu di usia 87 tahun, dan ayahnya sudah tutup usia sejak 17 tahun lalu.

Sementara saudara-saudara kandungnya yang lain sudah memiliki kehidupan masing-masing. Melkiades atau Vera Cruz adalah anak kelima dari tujuh bersaudara.

Di ruang tengah rumahnya yang bercat pink ada sebuah kursi keramas salon dan dua cermin yang menempel di dinding. Di situlah biasanya dia menerima tamu yang hendak memotong rambut atau meminta dirias.

Baca juga: Tak Gentar Dipecat, 2 Caleg PKB Mengaku Pentingkan Kemenangan Prabowo

Selain menerima klien di rumah, dia juga sering mendapat panggilan untuk merias pengantin, bahkan sampai ke luar kota.

Mami Vera juga sering diminta sebagai pemandu acara atau master of ceremony (MC) di beberapa acara gereja atau pesta. Tidak jarang juga dia diminta menyanyi.

Di beberapa kesempatan, dia juga diminta untuk memasak, seperti di acara kedukaan tetangganya beberapa hari sebelum kami menemuinya.

Mami Vera yang selalu menyebut dirinya “sederhana” mengaku tidak memiliki modal banyak untuk menjadi caleg. Pengadaan baliho saja, kata dia, dibantu oleh partai dan kartu-kartu pamungkasnya itu juga difasilitasi partai.

“Saya kalau mau menggadaikan sertifikat tanah buat dapat Rp500 juta untuk kampanye sebenarnya bisa, tapi saya tidak mau. Nanti saya malah fokus memikirkan bagaimana uang itu kembali, daripada memikirkan rakyat,” ujarnya.

Baca juga: Dukung Prabowo-Gibran, 2 Caleg PKB di Banten Dipecat

Dia juga enggan meminjam uang dari keluarga dan kerabat lainnya, sebab dia tahu mereka juga punya kebutuhan lain.

Meski Mami Vera maju menjadi caleg dari kalangan minoritas dan dengan modal seadanya, dia tetap optimistis dengan apa yang sedang ia jalani saat ini. Namun, kalau harus gagal, dia pun siap menerima.

“Saya optimis, ketika Tuhan punya rencana untuk memberikan saya jalan, bahwa inilah Vera, inilah Melkiades Mas Mangdare, Anda harus duduk, ya saya duduk”.

“Kalau memang tidak terpilih, Mami tetap berusaha untuk lima tahun ke depan, bagaimana caranya mami untuk mengambil rasa empati dari keluarga dan masyarakat,” ujarnya.

Melkiades Mas Mangdare alias Vera Cruz harus mendapatkan minimal 2.000 suara untuk bisa duduk di kursi DPRD Kabupaten Sikka.

Baca juga: Surat Undangan Penerima Beras Ditempeli Kartu Nama Caleg hingga Capres

Suara anti-LGBT di Indonesia

Ilustrasi LGBT.Thinkstock Ilustrasi LGBT.
Pada 2022, Kota Bogor memberlakukan peraturan daerah (perda) Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Penyimpangan Seksual (P4S), yang membuat kelompok anti-LGBT khawatir.

"Sebelum ada perda ini, sudah banyak terjadi kekerasan dan diskriminasi terhadap kawan-kawan LGBT, persekusi terhadap teman waria," kata Mahendra, salah satu komunitas LGBT kepada BBC Indonesia pada waktu itu.

Di tahun berikutnya, Makassar, Garut, dan Bandung membuat rancangan peraturan daerah (raperda) anti-Lesbian Gay Biseksual Transgender (LGBT) dan pada Juli 2023, pemerintah Kabupaten Garut mengesahkan perda itu.

Baca juga: Diduga Terlibat Kasus LGBT, Oknum Polisi di Kendari Ditangkap

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menyebut raperda anti-LGBT yang digagas di sejumlah daerah itu muncul sebagai “tren menjelang tahun politik”, yang berpotensi memperburuk diskriminasi dan persekusi terhadap LGBT, termasuk komunitas transpuan.

Khanis Suvianita, dosen IFTK Ledalero yang meneliti tentang agama dan komunitas transpuan, mengatakan saat ini beberapa kota mulai mengalami perubahan pandangan terhadap komunitas transpuan.

Kota yang dulunya menerima komunitas transpuan dengan baik, kini justru berbalik menolak mereka.

“Ada beberapa kota yang dulunya teman-teman diterima dengan baik tetapi kemudian bergeser karena macam-macam, apakah itu melalui gerakan agama, apakah itu melalui gerakan konservatif yang semakin menguat juga di dalam masyarakat kita.”

Baca juga: Acara Fashion Show di Makassar Nyaris Dibubarkan Warga dan Ormas Lantaran Disangka Ada Praktik LGBT

“Lalu kemudian juga politik untuk memanfaatkan suara-suara mereka, election time itu juga menjadi penanda bagaimana wacana tentang keragaman identitas gender itu dimanfaatkan oleh sebagian politikus itu,” lanjut Khanis lagi.

Namun, Kabupaten Sikka berbeda.

“Meski kita tidak sepenuhnya punya gambaran yang sangat jelas tentang bagaimana kelompok identitas transpuan itu diterima di dalam masyarakat, Sikka menjadi satu contoh yang baik, saya setuju,” tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Stigma terhadap Aceh Bakal Menguat jika BNN Razia Kuliner Mengandung Ganja

Stigma terhadap Aceh Bakal Menguat jika BNN Razia Kuliner Mengandung Ganja

Regional
Hapus Stigma Makanan Aceh Mengandung Ganja, BNN Bakal Razia Rumah Makan

Hapus Stigma Makanan Aceh Mengandung Ganja, BNN Bakal Razia Rumah Makan

Regional
Remaja di Kupang Tikam Seorang Pria karena Dianiaya Saat Melintas di Acara Pesta Ulang Tahun

Remaja di Kupang Tikam Seorang Pria karena Dianiaya Saat Melintas di Acara Pesta Ulang Tahun

Regional
Berendam di Pemandian Air Panas, Warga Ambarawa Meninggal Usai Membasahi Kaki

Berendam di Pemandian Air Panas, Warga Ambarawa Meninggal Usai Membasahi Kaki

Regional
Ikut Penjaringan Pilkada di Empat Partai, Sekda Semarang: Kehendak Semesta

Ikut Penjaringan Pilkada di Empat Partai, Sekda Semarang: Kehendak Semesta

Regional
Perayaan Waisak, Ada Pelarungan Pelita di Sekitar Candi Borobudur

Perayaan Waisak, Ada Pelarungan Pelita di Sekitar Candi Borobudur

Regional
Goa Garunggang di Bogor: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Goa Garunggang di Bogor: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Regional
Longsor di Maluku Tengah, Satu Rumah Warga Ambruk

Longsor di Maluku Tengah, Satu Rumah Warga Ambruk

Regional
Kunjungi Bocah Korban Kekerasan Seksual, Walkot Pematangsiantar Beri Motivasi hingga Santunan

Kunjungi Bocah Korban Kekerasan Seksual, Walkot Pematangsiantar Beri Motivasi hingga Santunan

Regional
Pemkot Semarang Raih Opini WTP 8 Kali Berturut-turut, Mbak Ita: Cambuk agar Lebih Baik

Pemkot Semarang Raih Opini WTP 8 Kali Berturut-turut, Mbak Ita: Cambuk agar Lebih Baik

Regional
Organisasi Guru di Demak Tolak Larangan Study Tour, Ini Kata Mereka

Organisasi Guru di Demak Tolak Larangan Study Tour, Ini Kata Mereka

Regional
Teknisi di Lampung Gondol Rp 1,3 Miliar, Curi dan Jual Data Internet

Teknisi di Lampung Gondol Rp 1,3 Miliar, Curi dan Jual Data Internet

Regional
Warga Cepu Temukan Fosil Gading Gajah Purba, Diduga Berusia 200.000 Tahun

Warga Cepu Temukan Fosil Gading Gajah Purba, Diduga Berusia 200.000 Tahun

Regional
Video Viral Seorang Pria di Kupang Dipukul Pakai Kayu di Tangan hingga Pingsan, Kasus Berujung ke Polisi

Video Viral Seorang Pria di Kupang Dipukul Pakai Kayu di Tangan hingga Pingsan, Kasus Berujung ke Polisi

Regional
Pembunuh Kekasih Sesama Jenis di Banten Dituntut 16 Tahun Penjara

Pembunuh Kekasih Sesama Jenis di Banten Dituntut 16 Tahun Penjara

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com