Menyikapi pengusiran tersebut, MTA menilai hal itu sudah bertentangan tata tertib (tatib) yang sudah dibuat. Setiap paripurna dibuka dan terbuka untuk umum.
"Persoalan dewan misalnya memandang bahwa jubir sudah membangun resistensi (perlawanan) dengan mereka, sebenarnya enggak," katanya kepada awak media.
"Kapasitas kita sebagai jubir menyampaikan bahwa seperti paripurna yang lalu. Gubernur dalam penyerahan KUA-PPAS diserahkan kepada Sekda, kemudian mereka menolak. Bagi kita itu adalah sikap kekanak-kanakan," lanjutnya.
Baca juga: Ada SE Pj Gubernur Aceh, Polisi Syariah Lhokseumawe Makin Giat Razia Warkop
MTA menyayangkan sikap DPRA yang memintanya keluar dengan cara pemaksaan, bahkan meminta bantuan petugas keamanan untuk menariknya.
"Saya punya hak untuk mengikuti paripurna, apalagi saya juru bicara yang include dalam pemerintahan untuk mengikuti sidang paripurna. Saya tidak mau keluar, tapi saya dipaksakan melalui aparat keamanan," ujarnya.
"Aparat keamanan sendiri itu sebenarnya salah, dia fungsinya untuk mengamankan. Sejauh saya tidak menjadi ancaman terhadap paripurna, itu enggak bisa diapksakan untuk keluar," tambahnya.
Baca juga: Pakai Dana Desa untuk ke Malaysia, 11 Kades di Aceh Kembalikan Rp 154 Juta ke Polisi
Namun demikian, MTA menyikapi aksi tersebut secara positif. Dia berharap agar DPRA lebih dewasa dan pembahasan anggaran 2024 itu bisa terus berlanjut dan ketuk palu tepat waktu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.