Salin Artikel

Jubir Pemprov Aceh Diusir Saat Sidang Paripurna DPRA

MTA datang ke lokasi sidang menggunakan jas hitam. Dia duduk di sisi kanan barisan kursi Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA).

Tidak lama setelah pimpinan sidang Ketua DPRA Saiful Bahri alias Pon Yahya membuka rapat, salah seorang anggota dewan dari Fraksi Partai Aceh, Khalili, langsung menyampaikan interupsi.

Khalili meminta agar MTA keluar dari gedung utama DPRA tersebut dan tidak mengikuti rapat paripurna.

Alasannya, MTA dinilai telah melukai lembaga legislatif atas ucapannya yang menyebut DPRA bersikap 'kekanak-kanakan'

MTA memang sempat mengeluarkan pernyataan tersebut lantaran DPRA tidak mau memulai rapat paripurna penyampaian KUA-PPAS, karena tidak hadirnya Pj Gubernur Aceh hingga akhirnya rapat ditunda.

“DPRA adalah representatif dari lima juta penduduk Aceh, tetapi beraninya beliau (MTA) mengatakan kita (anggota DPRA) di dalam ruangan ini ke kekanak-anakan. Ini sangat miris dan saya dari Partai Aceh sungguh sangat tidak bisa menerima,” ucap Khalili dalam interupsinya.

Kemudian, Khalili juga meminta pimpinan sidang agar mem-blacklist MTA dari Gedung DPR Aceh.

“Kepada pimpinan saya meminta jika memang beliau hadir di sini untuk dikeluarkan, dan di-blacklist untuk tidak bisa hadir lagi ke ruang atau gedung DPRA. Ini masalah harga diri, berani-beraninya orang yang dipilih dan dipercaya oleh rakyat tapi beliau mengatakan kita kekanak-kanakan," imbuhnya.

Suasana rapat yang baru saja dimulai itu sempat tegang dan gaduh karena MTA bersikeras tetap ingin berada di dalam ruangan.

“Saya sebagai rakyat berhak ikut rapat ini. Inikan bersifat umum dan terbuka untuk umum,” ucapnya kepada Pon Yahya.

Namun demikian, akibat desakan dari sejumlah anggota DPRA termasuk pimpinan sidang yang mengabulkan permintaan Khalili, akhirnya MTA meninggalkan ruangan paripurna.

"Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada saudara MTA yang namanya tadi disebutkan oleh anggota dewan yang terhormat untuk meninggalkan ruang sidang ini. Kepada sekretariat bagian dari pengamana sidang, mohon ditindaklanjuti semoga sidang ini bisa berlanjut," tegas Pon Yahya.


"Saya dipaksa keluar"

Menyikapi pengusiran tersebut, MTA menilai hal itu sudah bertentangan tata tertib (tatib) yang sudah dibuat. Setiap paripurna dibuka dan terbuka untuk umum.

"Persoalan dewan misalnya memandang bahwa jubir sudah membangun resistensi (perlawanan) dengan mereka, sebenarnya enggak," katanya kepada awak media.

"Kapasitas kita sebagai jubir menyampaikan bahwa seperti paripurna yang lalu. Gubernur dalam penyerahan KUA-PPAS diserahkan kepada Sekda, kemudian mereka menolak. Bagi kita itu adalah sikap kekanak-kanakan," lanjutnya.

MTA menyayangkan sikap DPRA yang memintanya keluar dengan cara pemaksaan, bahkan meminta bantuan petugas keamanan untuk menariknya.

"Saya punya hak untuk mengikuti paripurna, apalagi saya juru bicara yang include dalam pemerintahan untuk mengikuti sidang paripurna. Saya tidak mau keluar, tapi saya dipaksakan melalui aparat keamanan," ujarnya.

"Aparat keamanan sendiri itu sebenarnya salah, dia fungsinya untuk mengamankan. Sejauh saya tidak menjadi ancaman terhadap paripurna, itu enggak bisa diapksakan untuk keluar," tambahnya.

Namun demikian, MTA menyikapi aksi tersebut secara positif. Dia berharap agar DPRA lebih dewasa dan pembahasan anggaran 2024 itu bisa terus berlanjut dan ketuk palu tepat waktu.

https://regional.kompas.com/read/2023/09/13/193455478/jubir-pemprov-aceh-diusir-saat-sidang-paripurna-dpra

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke