Apalagi di tengah dampak perubahan iklim yang kian terasa. Curah hujan tak menentu, kekeringan, kemarau berkepanjangan, mengakibatkan banyak petani gagal panen.
"Putu ini tidak hanya bergizi, tetapi menjadi makanan pengganti nasi di masa-masa sulit. Karena ubi singkong bisa disimpan selama berbulan-bulan," kata Ben saat dihubungi, Selasa (29/8/2023).
Menurut Ben, ada banyak pangan lokal yang ada wilayah Kabupaten Lembata. Namun belakangan ini mulai hilang seiring dengan perubahan konsumsi warga.
Belum lagi program berasnisasi sejak akhir 1970-an membuat eksistensi pangan lokal kian tergerus.
"Sekarang baru banyak orang sadar ternyata pangan lokal punya banyak manfaat apalagi harga beras makin naik. Tapi untuk merubah pola konsumsi perlu waktu lama, karena kita sudah terbiasa konsumsi nasi ketimbang pangan lokal seperti ubi-ubian," katanya.
Direktur Yayasan Ayu Tani Mandiri, Thomas Uran menjelaskan, perubahan pola konsumsi memang sangat mengancam keberadaan pangan lokal di NTT.
Apalagi generasi saat ini lebih memilih makanan yang instan ketimbang ubi-ubian, sorgum, dan pisang. Padahal kalau dari kandung gizi sangat jauh berbeda.
Baca juga: 5 Makanan Khas Pati, Salah Satunya Nasi Gandul
Beruntung, ungkap Thomas, selama dua tahun terakhir ada kelompok anak muda di beberapa desa di wilayah Manggarai, Flores Timur, dan Lembata yang mengembangkan usaha pangan lokal.
"Ada yang sudah buat kopi sorgum, bolu lapis talas, dan beberapa produk olahan lain. Saya harap ke depan semakin banyak anak muda yang mau mengembangkan usaha pangan lokal," pintanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.