Salin Artikel

Mengenal Putu, Makanan Khas Lembata Pengganti Nasi di Masa Sulit

LEMBATA, KOMPAS.com – Putu merupakan salah satu makanan lokal yang ada di Desa Tapobali, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Putu telah dikonsumsi warga jauh sebelum mengenal beras. Selain bahan-bahannya mudah didapat, proses masaknya pun menggunakan bahan lokal, seperti periuk tanah.

Andika Kilok (26), warga Tabobali, mengatakan, bahan dasar putu adalah ubi singkong.

“Ubi kan banyak di sini, sehingga tidak sulit untuk kita dapatkan bahannya,” ujar Andika kepada Kompas.com, Senin (28/8/2023).

Cara membuatnya pun sederhana. Ubi terlebih dahulu dipotong menjadi beberapa bagian, lalu dibelah sesuai ukuran yang diinginkan.

Selanjutnya ubi direndam dengan air laut selama dua hingga tiga jam. Tujuannya agar bisa disimpan hingga berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

“Kalau pakai air tawar pasti muda bubuk dan rusak. Ini cara pengawetan alami yang orang tua kami lakukan sejak dahulu,” ujarnya.

Andika melanjutkan, setelah direndam, ubi dijemur sampai kering. Kemudian ditumbuk dengan lesung menjadi tepung singkong.

Selanjutnya siapkan parutan kelapa, gula, dan garam. Lalu, ubi dicampur dengan bahan-bahan tadi hingga merata. Putu pun siap dimasak.

Cara memasak putu cukup unik. Pertama siapkan air lalu masukan ke dalam periuk tanah.

"Air tidak boleh penuh, ukurannya di bawah setengah," ucap Andika.

Setelah air mendidih kemudian dimasukkan ke batok kelapa yang bagian dasarnya sudah dilubangi maksimal tiga lubang.

Selanjutnya putu dimasukkan ke batok kelapa. Tunggu selama 5 menit, lalu diangkat, kemudian disajikan.

"Jadi prosesnya seperti kita membuat kue kukus. Sangat mudah," katanya.

Cadangan pangan di masa sulit

Ben Asan Kian, pemerhati pangan lokal yang berdomisili di Kabupaten Lembata, menjelaskan, putu menjadi salah satu alternatif makanan pengganti nasi di masa sulit.

Apalagi di tengah dampak perubahan iklim yang kian terasa. Curah hujan tak menentu, kekeringan, kemarau berkepanjangan, mengakibatkan banyak petani gagal panen.

"Putu ini tidak hanya bergizi, tetapi menjadi makanan pengganti nasi di masa-masa sulit. Karena ubi singkong bisa disimpan selama berbulan-bulan," kata Ben saat dihubungi, Selasa (29/8/2023).

Menurut Ben, ada banyak pangan lokal yang ada wilayah Kabupaten Lembata. Namun belakangan ini mulai hilang seiring dengan perubahan konsumsi warga.

Belum lagi program berasnisasi sejak akhir 1970-an membuat eksistensi pangan lokal kian tergerus.

"Sekarang baru banyak orang sadar ternyata pangan lokal punya banyak manfaat apalagi harga beras makin naik. Tapi untuk merubah pola konsumsi perlu waktu lama, karena kita sudah terbiasa konsumsi nasi ketimbang pangan lokal seperti ubi-ubian," katanya.

Pertahankan pangan lokal

Direktur Yayasan Ayu Tani Mandiri, Thomas Uran menjelaskan, perubahan pola konsumsi memang sangat mengancam keberadaan pangan lokal di NTT.

Apalagi generasi saat ini lebih memilih makanan yang instan ketimbang ubi-ubian, sorgum, dan pisang. Padahal kalau dari kandung gizi sangat jauh berbeda.

Beruntung, ungkap Thomas, selama dua tahun terakhir ada kelompok anak muda di beberapa desa di wilayah Manggarai, Flores Timur, dan Lembata yang mengembangkan usaha pangan lokal.

"Ada yang sudah buat kopi sorgum, bolu lapis talas, dan beberapa produk olahan lain. Saya harap ke depan semakin banyak anak muda yang mau mengembangkan usaha pangan lokal," pintanya.

https://regional.kompas.com/read/2023/08/29/123637978/mengenal-putu-makanan-khas-lembata-pengganti-nasi-di-masa-sulit

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke