Cara memanggil luwak liar dengan menyebarkan beberapa biji kopi di beberapa titik tertentu. Hal ini karena luwak tidak terlalu suka tempat yang penuh cahaya matahari. Sedangkan, cara yang lain adalah membiarkan luwak memetik sendiri dan memakan biji kopi yang ada di ranting pohon.
"Luwak tahu mana biji kopi yang berkualitas dan siap dimakan karena memiliki indera penciuman yang tajam," imbuh Haris.
Berburu kotoran luwak liar bisa dibilang susah gampang, celetuk Sahrul. Warga harus berlomba-lomba di pagi hari mencari kotoran karena beberapa kebun kopi tidak dikunci oleh pemiliknya.
Baca juga: Menikmati Keindahan Sabana dan Sanctuary Rusa Timor di Lereng Tambora
Menurut Sahrul, mencari kotoran luwak tidak begitu sulit. Pemburu harus memperhatikan mekanisme perburuan dengan mengikuti jejak luwak serta mengikuti bekas makannya.
Biasanya, kotoran luwak berada di daerah yang bersih. Sebab, menurut Sahrul, hewan itu tidak akan membuang di tempat kumuh.
Dulu, masyarakat menganggap kotoran luwak sebagai sesuatu yang menjijikkan sehingga saat masyarakat setempat menemukan itu hanya dilihat saja, bahkan dibuang. Namun, saat ini terbalik mereka bahkan memburunya.
Baca juga: Melihat Mata Air Hodo dan Benteng Kerajaan yang Terkubur Letusan Tambora
Sairman (32) menambahkan, masih ada masyarakat yang menganggap luwak adalah hama atau predator.
Hal itu karena luwak bisa memakan buah kopi tetapi tidak bisa dipastikan di mana mereka mengeluarkan kotoran.
Karena kebun kopi satu dengan yang lain meskipun memiliki pagar tetapi luwak bisa loncat ke sana kemari dan bebas sehingga banyak yang warga melakukan upaya agar luwak tidak masuk ke kebun kopinya.
Pada musim petik buah kopi antara bulan Juli sampai Agustus, populasi luwak akan semakin banyak. Biasanya, pada malam hari, luwak berloncatan dari satu pohon kopi ke pohon yang lain untuk memilih kopi yang buahnya berkualitas.
Sairman menyebutkan, pada pagi hari di sela kebun kopi, warga biasanya mengumpulkan kotoran luwak antara dua sampai empat kilogram kopi luwak basah setiap hari dan jumlahnya itu memang tidak bisa diukur.
"Kopi luwak hanya sebagai bonus, karena kita belum kelola maksimal," kata Sairman.