Tim Kompas.com akan melakukan Tapak Tilas 208 Tahun Letusan Tambora untuk menelusuri jejak letusan Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat. Nantikan persembahan tulisan berseri kami tentang dampak dahsyatnya letusan besar Tambora pada 10 April 1815.
DOMPU, KOMPAS.com - Sinar cerah sang surya mengantar perjalanan menelusuri jejak-jejak yang terkubur letusan Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), 208 tahun silam.
Peta penunjuk arah menunjukkan, jarak yang harus ditempuh menggunakan sepeda motor sejauh 60 kilometer dengan lama waktu perjalanan sekitar 1 jam 18 menit.
Baca juga: Kiamat Tambora, April 1815
Waktu tempuh itu diperlukan jika perjalanan dimulai dari pusat Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Dompu, menuju tujuan pertama, Mata Air Hodo.
Sepanjang perjalanan, terhampar pemandangan alam bukit pegunungan. Suhu udara pagi pun terasa hangat menyentuh kulit.
Hampir tidak ada lagi pepohonan besar berusia ratusan tahun yang bisa dijumpai. Kawasan hutan yang dulunya hijau, kini terbuka menjadi areal penanaman jagung.
Pohon-pohon besar hanya tersisa di puncak pegunungan yang belum tersentuh pembukaan jalan dan perambahan.
Baca juga: Laporan Owen Philips dan Bencana Kelaparan Pasca-letusan Tambora 1815
Setelah satu jam berkendara, dari ketinggian jalan raya Dompu-Calabai, di sisi selatan terhampar laut tenang Moti Toi di Teluk Saleh.
Mengabadikan momen perjalanan dengan latar laut biru menjadi pilihan menarik saat tiba di tempat ini.
Dari Moti Toi, suhu udara perjalanan menuju Mata Air Hodo mulai terasa sejuk. Lalu lintas truk bermuatan pasir besi dan batu hitam juga ramai.
Material ini dibawa oleh para penambang tradisional untuk dijual ke sejumlah wilayah di Dompu, Bima hingga Sumbawa.
"Harganya tergantung jarak tempuh, kalau ke Bima bisa sampai Rp 1,5 juta," kata Abdul Basar, sopir truk yang singgah di Mata Air Hodo.
Baca juga: Mengenal 3 Kerajaan yang Terkubur Saat Tambora Meletus
Mata Air Hodo berada di wilayah administrasi Desa Sori Tatanga, Kecamatan Pekat, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat.
Lokasi ini sangat strategis sebagai tempat persinggahan, setelah menempuh perjalanan panjang dari Dompu ke Calabai, atau sebaliknya.
Mata air yang menyembur dari retakan batuan andesit hasil pembekuan magma bekas letusan Gunung Tambora 1815 silam, menjadi daya tarik wisata yang unik.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.