Tapi, menurut pengacara publik dari LBH Pers, Mustafa, penerapan UU ITE ini tidak tepat. Menurutnya Pasal 28 ayat 1 itu semestinya digunakan dalam konteks transaksi elektronik seperti transaksi perdagangan daring yang melibatkan penjual dan pembeli.
Baca juga: Bukan Dilaporkan ke Polisi, Tiktoker Bima Pengkritik Pembangunan di Lampung Hanya Diadukan
“Di sini tidak ada kerugian konsumen,“ katanya.
"Yang dilakukan Bima ini murni sebagai warga Lampung. Itu penilaian dia, terhadap kondisi yang dipahami. Itu hal yang wajar,” tambah Musftafa.
Selain itu, kata Mustafa, kehebohan di dunia maya ini juga semestinya dijadikan momentum untuk mendorong lebih cepat UU ITE.
Dalam perkembangan terakhir, Komisi I DPR dan pemerintah sepakat untuk membentuk panita kerja revisi UU ITE. Dalam hal ini, baik pemerintah dan DPR berencana memasukkan unsur Keadilan Restoratif dalam UU ITE, sehingga perkara-perkara bisa diselesaikan di luar jalur pengadilan.
"Usulan ini direncanakan dimuat dalam dua bagian dalam RUU ITE, yakni keadilan restoratif berupa upaya penyelesaian tindak pidana yang merupakan delik aduan di Pasal 25 Ayat 5 RUU ITE dan di bagian penjelasan,” kata Menteri Komunikasi Johnny G. Plate di DPR, Senin (10/04).
Baca juga: Separah Apa Jalan Rusak di Lampung yang Lagi Ramai di TikTok?
Berdasarkan laporan SAFENET, periode 2016-2020 terdapat 768 perkara terkait ‘pasal karet’ UU ITE. Dari jumlah itu, sebanyak 88% (676 perkara) berakhir dengan pemenjaraan dengan hukuman antara satu sampai lima tahun.
Dalam keterangan tertulis, peneliti SAFENET, Nenden Sekar Arum, mengatakan rencana revisi UU ITE baru-baru ini tidak banyak mengubah pasal-pasal yang ia sebut 'karet' dan bisa digunakan mengkriminalisasikan seseorang.
"Dan tentu saja itu masih sangat jauh dari rekomendasi teman-teman CSO," kata Nenden kepada BBC News Indonesia.
Dalam kasus kritik jalan rusak di Lampung, kata Mustafa, langkah pemolisian ini makin menguatkan “sensor terhadap pikiran warganet di mana mereka punya hak suara.”
“Kalau semua kritik dicap sebagai hoaks tanpa dibuktikan, berita bohong atau bukan, pencemaran nama baik, ujaran kebencian, itu akan menimbulkan ketakutan bagi yang ingin berekspresi. Ya, demokrasi kita jadi semu,” kata Mustafa.
Baca juga: 7 Kasus Warga Pura-pura Dibegal, Ada Sales Cabai hingga Ustaz di Lampung
Mustafa melanjutkan semestinya pemerintah Lampung dalam hal ini bisa berargumentasi balik atas tuduhan warganya Bima Yudho Saputro.
“Kalau itu hoaks, buktikan datanya. Jadi warganet juga bisa melihat pemerintah melakukan ini, ada klarifikasi,“ katanya sambil menambahkan, "Kalau sedikit-sedikit ITE, kapan kita mau diskusi.“
Dalam keterangan kepada media setempat, Wakil Gubernur Lampung, Chusnunia Chalim, menanggapi kritik dari Bima dengan menyebut "Gubernur Lampung bekerja keras dalam pembangunan“.
Kata dia, Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Lampung "bekerja siang malam“. Setiap kerusakan yang terjadi terhadap infrastruktur akan diperbaiki, tetapi pengerjaannya membutuhkan proses dan tidak bisa semua jalan langsung diperbaiki.
Baca juga: Kiky Saputri Cari Awbimax, TikToker yang Kritik Pemerintah Lampung Berujung Dipolisikan
"Contoh jalan di Sidomulyo, ada perubahan dan lebih baik. Lalu jalan di Tulangbawang kami anggarkan untuk perbaikan jalan,” kata Chusnunia Chalim kepada Lampung Post, sambil menambahkan Pemerintah Provinsi Lampung menganggarkan Rp700 miliar untuk infrastruktur.
Sementara itu, analis kebijakan publik, Agus Pambagyo, ikut menanggapi kehebohan kritik warganet yang dilaporkan ke kepolisian ini.
Menurutnya, warganet juga perlu menahan diri ketika melontarkan kritik untuk tidak menggunakan kata-kata makian.
“Ya jangan menuduh dan memaki, kasih bukti dan beri saran untuk perbaikan,” katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.