Salin Artikel

Dikritik Bima Pelajar Indonesia di Australia, Separah Apa Jalan Rusak di Lampung?

Bima yang sedang menjalani studi di Australia dituduh menyebar berita hoaks pada video presentasi bertajuk “alasan Lampung tidak maju-maju”.

Seorang advokat melaporkan Bima menggunakan UU ITE atas tuduhan membuat keonaran dengan berita bohong serta menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA.

Setelah insiden ini, Bima diketahui justru memperoleh visa perlindungan dari Australia (Subclass 866)—visa yang diberikan pihak Australia, salah satunya karena alasan pemohon mengalami persekusi di negara asal.

Sebenarnya ini kritik ‘biasa saja’, kata seorang pengacara publik karena datanya juga disediakan pemerintah. Kritik ini semestinya disambut dengan argumentasi dan perbaikan ‘tata kelola pemerintahan’ dalam membangun fasilitas publik.

Insiden ini juga membuahkan tanya, apakah jalanan di Lampung benar-benar rusak parah?

Berikut analisis BBC News Indonesia terhadap data terbuka pemerintah.

Sekitar 37,5% atau sepanjang 7.622 km dari seluruh jalanan di Lampung mengalami rusak ringan dan berat. Panjang jalan ini setara dengan perjalanan berkendara mobil pribadi Jakarta-Surabaya lima kali pulang pergi.

Dari data yang dirilis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumah Rakyat (KemenPUPR) periode 2020-2021, Lampung memiliki total ruas jalan sepanjang 20.310 kilometer.

Jalanan ini terdiri dari Jalan Nasional (1.292km), Jalan Provinsi (3.387km) serta Jalan Kabupaten dan Kota (15.631km).

Sementara itu, ruas jalan dengan status baik dan sedang di provinsi berpenduduk 9,1 juta jiwa ini, mencapai 12.688km atau 62,4% dari seluruh total ruas jalan.

Jalan kabupaten dan kota paling banyak rusak beratnya (16,6%), diikuti dengan jalan provinsi (8%) dan jalan nasional (1,7%).

Jalan Nasional (1.292km)

  • Baik: 430,06km
  • Sedang: 783,20km
  • Rusak Ringan: 56,58km
  • Rusak Berat: 22,37km

Jalan Provinsi (3.387km)

  • Baik: 2.170,99km
  • Sedang: 376,89km
  • Rusak Ringan: 566,69km
  • Rusak Berat: 271,98km

Jalan Kabupaten dan Kota (15.631km)

BBC News Indonesia membagi beberapa status jalan dan menemukan sejumlah provinsi yang kerusakan jalannya tergolong berat, berdasarkan data KemenPUPR.

Status Jalan Nasional dengan kategori rusak berat paling tinggi diduduki Kalimantan Tengah (12%) dan disusul dengan Papua Barat (10,7%), Papua (10,5%), Kalimantan Timur (4,5%), Jambi (3,37%), Riau (3,1%), Maluku (3%), Kalimantan Utara (3%), Maluku Utara (2,5%), Kalimantan Barat (2%).

Lampung menduduki posisi ke-13 dengan 1,7%.

Jalan nasional terdiri atas jalan arteri primer, jalan kolektor primer yang menghubungkan antar-ibu kota provinsi, jalan tol, dan jalan strategis nasional.

Status Jalan Provinsi dengan kategori rusak berat diduduki oleh Gorontalo (34,6%), Papua (26,9%), Sulawesi Tengah (26,8%), Maluku Utara (26%), Nusa Tenggara Timur (25,1%), Sulawesi Tenggara (23,8%), Riau (22,5%), Maluku (18,66%), Sulawesi Barat (18,5%), dan Bengkulu (17,2%).

Untuk urusan kerusakan berat Jalan Provinsi, Lampung ada di urutan ke-15 atau sekitar 9,8%.

Jalan provinsi ini terdiri atas jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten atau kota, jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota kabupaten atau kota, jalan strategis provinsi; dan Jalan di Daerah Khusus Ibu kota Jakarta, kecuali yang termasuk jalan nasional.

Status Jalan Kabupaten dan Kota dengan kategori rusak berat tertinggi ditempati oleh Provinsi Nusa Tenggara Timur (35,3%), Kalimantan Tengah (29,2%), Papua Barat (27,9%), Maluku (26,4%), Maluku Utara (24,8%), Sumatra Utara (24,7%), Sulawesi Tengah (24,4%), Papua (23%), Gorontalo (22,7%), dan Kalimantan Barat (22,3%).

Dalam hal ini Lampung berada di urutan ke-23, (12,1%).

Jalan kabupaten ini meliputi jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antaribukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan desa, dan antardesa.

Akan tetapi, terlepas besar atau kecil kerusakan jalan yang terjadi di suatu wilayah, semua keluhan dan kritik dari warga patut ditindaklanjuti pemerintah, kata Pengacara Publik LBH Pers, Mustafa.

“Nggak boleh juga marah [pemerintahnya]. Kalau mereka sudah terima tugas sebagai pengelolaan negara, harus terima kritik. Itu tata kelola pemerintahan yang baik,” katanya.

“Melaporkan akun Tiktok An. Awbimax Reborn ke Polda Lampung,“ tulis Gindha Ansori melalui website resminya, Senin (10/04).

Dalam laporannya itu, Gindha menggunakan pasal penyebaran berita bohong melalui UU Peraturan Hukum Pidana. Ia juga menggunakan Pasal 28 ayat 1 terkait penyebaran informasi yang menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan atas dasar SARA melalui UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Tapi, menurut pengacara publik dari LBH Pers, Mustafa, penerapan UU ITE ini tidak tepat. Menurutnya Pasal 28 ayat 1 itu semestinya digunakan dalam konteks transaksi elektronik seperti transaksi perdagangan daring yang melibatkan penjual dan pembeli.

“Di sini tidak ada kerugian konsumen,“ katanya.

"Yang dilakukan Bima ini murni sebagai warga Lampung. Itu penilaian dia, terhadap kondisi yang dipahami. Itu hal yang wajar,” tambah Musftafa.

Selain itu, kata Mustafa, kehebohan di dunia maya ini juga semestinya dijadikan momentum untuk mendorong lebih cepat UU ITE.

Dalam perkembangan terakhir, Komisi I DPR dan pemerintah sepakat untuk membentuk panita kerja revisi UU ITE. Dalam hal ini, baik pemerintah dan DPR berencana memasukkan unsur Keadilan Restoratif dalam UU ITE, sehingga perkara-perkara bisa diselesaikan di luar jalur pengadilan.

"Usulan ini direncanakan dimuat dalam dua bagian dalam RUU ITE, yakni keadilan restoratif berupa upaya penyelesaian tindak pidana yang merupakan delik aduan di Pasal 25 Ayat 5 RUU ITE dan di bagian penjelasan,” kata Menteri Komunikasi Johnny G. Plate di DPR, Senin (10/04).

Berdasarkan laporan SAFENET, periode 2016-2020 terdapat 768 perkara terkait ‘pasal karet’ UU ITE. Dari jumlah itu, sebanyak 88% (676 perkara) berakhir dengan pemenjaraan dengan hukuman antara satu sampai lima tahun.

Dalam keterangan tertulis, peneliti SAFENET, Nenden Sekar Arum, mengatakan rencana revisi UU ITE baru-baru ini tidak banyak mengubah pasal-pasal yang ia sebut 'karet' dan bisa digunakan mengkriminalisasikan seseorang.

"Dan tentu saja itu masih sangat jauh dari rekomendasi teman-teman CSO," kata Nenden kepada BBC News Indonesia.

Dalam kasus kritik jalan rusak di Lampung, kata Mustafa, langkah pemolisian ini makin menguatkan “sensor terhadap pikiran warganet di mana mereka punya hak suara.”

“Kalau semua kritik dicap sebagai hoaks tanpa dibuktikan, berita bohong atau bukan, pencemaran nama baik, ujaran kebencian, itu akan menimbulkan ketakutan bagi yang ingin berekspresi. Ya, demokrasi kita jadi semu,” kata Mustafa.

“Kalau itu hoaks, buktikan datanya. Jadi warganet juga bisa melihat pemerintah melakukan ini, ada klarifikasi,“ katanya sambil menambahkan, "Kalau sedikit-sedikit ITE, kapan kita mau diskusi.“

Dalam keterangan kepada media setempat, Wakil Gubernur Lampung, Chusnunia Chalim, menanggapi kritik dari Bima dengan menyebut "Gubernur Lampung bekerja keras dalam pembangunan“.

Kata dia, Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Lampung "bekerja siang malam“. Setiap kerusakan yang terjadi terhadap infrastruktur akan diperbaiki, tetapi pengerjaannya membutuhkan proses dan tidak bisa semua jalan langsung diperbaiki.

"Contoh jalan di Sidomulyo, ada perubahan dan lebih baik. Lalu jalan di Tulangbawang kami anggarkan untuk perbaikan jalan,” kata Chusnunia Chalim kepada Lampung Post, sambil menambahkan Pemerintah Provinsi Lampung menganggarkan Rp700 miliar untuk infrastruktur.

Sementara itu, analis kebijakan publik, Agus Pambagyo, ikut menanggapi kehebohan kritik warganet yang dilaporkan ke kepolisian ini.

Menurutnya, warganet juga perlu menahan diri ketika melontarkan kritik untuk tidak menggunakan kata-kata makian.

“Ya jangan menuduh dan memaki, kasih bukti dan beri saran untuk perbaikan,” katanya.

https://regional.kompas.com/read/2023/04/15/112100678/dikritik-bima-pelajar-indonesia-di-australia-separah-apa-jalan-rusak-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke