Pegiat anti-perdagangan orang, Chrisanctus Paschalis Saturnus dari Komisi Keadilan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau (KKPPMP) menuding adanya kerja sama antara mafia dan oknum petugas.
"Batam itu surga perdagangan orang ke Malaysia. Para mafia bekerja sama dengan oknum aparat [polisi dan imigrasi] secara terstruktur, sistematis dan masif. Kejahatan yang luar biasa mengerikan," ujar Paschalis yang meraih penghargaan Hassan Wirajuda Pelindungan WNI Award (HWPA) tahun 2021.
Paschalis menjelaskan, terdapat dua jenis jalur penyeberangan dari Batam ke Malaysia yang digunakan mafia TPPO.
Baca juga: Jadi Calo TKI Ilegal di Batam, Seorang Warga Malaysia Ditangkap
Pertama adalah yang dia sebut pintu depan, yaitu jalur pelabuhan resmi yang melewati tempat pemeriksaan imigrasi (TPI).
Di pintu ini, Paschalis menyebut, proses penyelundupan hingga perdagangan manusia dapat terjadi karena adanya kerja sama antara mafia dengan oknum petugas yang meloloskan PMI nonprosedural.
"Korban menggunakan paspor ke Malaysia sebagai turis tapi sebenarnya untuk bekerja ilegal karena tidak memiliki syarat menjadi pekerja migran," kata Paschalis.
Calon PMI yang mengeluarkan uang untuk bisa masuk dan bekerja secara ilegal di Malaysia dikategorikan sebagai penyelundupan (smuggling), sedangkan mereka yang direkrut dengan tipu daya lalu diperjualbelikan adalah perdagangan manusia (trafficking).
Ia menyebut salah satu pintu resmi yang kerap digunakan para mafia untuk mengirim calon PMI nonprosedural adalah Pelabuhan Batam Center.
Baca juga: Anak Perempuan 15 Tahun Asal Malaysia Ditahan di Riau karena Lebihi Izin Tinggal
BBC News Indonesia mendatangi Pelabuhan Batam Center pada Maret 2022 lalu. Namun, karena pandemi, aktivitas penumpang terlihat sepi dan hanya sekitar tiga kapal yang bersandar.
Menurut aturan, WNI diizinkan masuk ke Malaysia dan negara-negara ASEAN lain sebagai pelancong tanpa visa dan dapat tinggal selama maksimal 30 hari.
Namun, jika ingin bekerja di luar negeri, sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, setiap WNI harus dilengkapi dengan beragam dokumen, seperti paspor, visa kerja, perjanjian kerja, hingga sertifikat kompetensi kerja.
Pada awal Desember tahun lalu, Paschalis dan timnya menelusuri pintu resmi ini dengan mengikuti salah satu kapal penyeberangan dari Pelabuhan Batam Center, Indonesia, menuju Pelabuhan Tanjung Pengelih, Johor Bahru, Malaysia.
Baca juga: 2 Napi Rutan Bengkayang Kendalikan Penyelundupan 10 Kg Sabu dari Malaysia
Mereka menemukan pola penyelundupan dan perdagangan manusia, mulai dari kode khusus di tiket kapal, pemaksaan dan situasi mencekam di dalam kapal feri, hingga penjemputan dengan bus dua tingkat di pelabuhan Malaysia.
Kabid Humas Polda Kepulauan Riau, Kombes Pol Harry Goldenhardt, merespon temuan itu dengan mengatakan, "kalau memang ada dugaan seperti itu silakan dilaporkan ke Propam, nanti akan ditindaklanjuti oleh unsur pengawasan."
Dubes RI untuk Malaysia, Hermono, pernah mendatangi salah satu pelabuhan resmi di Johor Bahru, Malaysia - tempat masuk WNI dari Batam.
"Saya duduk di situ. Ada tiga orang yang sangat mencolok dari fisik, bawa tas kecil. Saya panggil dan tanya, katanya dari NTT dan mau jalan-jalan. Saya tanya, 'Kamu kerja apa di NTT?' Dia jawab, 'Di rumah bantu-bantu orang tua saja'."
"Saya tanya, 'Urus paspor di mana?' Katanya, 'Di Tanjung Perak, Surabaya lalu diantar ke Batam'."
"Dari sini kelihatan mencurigakan dan ada pertanyaan. Saya tanya lagi, mereka tidak bisa jawab. Saya yakin mereka mau kerja di Malaysia, lalu saya pulangkan ke Batam," ujarnya.
Tidak ada pekerjaan jelas, membuat paspor di Jawa Timur, lalu diantar ke Batam, kata Hermono, adalah salah satu bukti yang menunjukkan bahwa jalur resmi dijadikan pintu masuk untuk bekerja ilegal di Malaysia.
Baca juga: Kode Mafia dan Tiket Hantu, Bisnis Haram Penyelundupan Pekerja Migran Ilegal ke Malaysia
Merujuk data kasus yang ditangani KBRI Malaysia, tambah Hermono, sekitar 70% PMI nonprosedural masuk ke Negeri Jiran melewati jalur tempat pemeriksaan imigrasi (TPI), seperti pelabuhan dan bandara.
"Mereka dibuatkan paspor dan diberangkatkan melalui bandara dan pelabuhan resmi, yang sisanya 30% melalui kapal-kapal kecil ilegal," kata Hermono.
Maraknya PMI nonprosuderal yang melewati pintu resmi imigrasi, ujar Hermono, disebabkan oleh lemahnya proses pengecekan dan identifikasi saat pembuatan paspor hingga pengawasan di TPI.
"Masa tidak bisa dibedakan mana yang mau bekerja ilegal dan pelancong? Sekarang [buat paspor] terlalu mudah dan sangat longgar. Ini sama saja kita membiarkan orang menjadi korban trafficking, kerja paksa," kata Hermono.
Baca juga: Seorang Pekerja Migran di Malaysia yang Hilang Kabar sejak 2015 Kini Pulang Kampung
"Mereka [korban] tidak mengurus sendiri, pasti ada calonya. Saya yakin betul, ada kerja sama antara calo dengan oknum imigrasi," ujarnya.
"Harusnya di Indonesia tahu, apa yang dilakukan dampaknya di sini luar biasa, mencelakakan orang, menjerumuskan orang, mempermalukan negara."
"Malulah negara, katanya negara besar tapi rakyatnya didagangkan sebagai pembantu," kata Hermono.
Konsul Jenderal RI di Johor Bahru, Sigit Suryantoro Widiyanto, juga menemukan ada sindikat oknum imigrasi Indonesia yang terlibat meloloskan PMI nonprosedural ke Malaysia.
"Ada sindikat yang menyediakan stempel palsu dari Imigrasi kita [Indonesia]. Jadi dibuat seolah-olah mereka [PMI nonprosedural] passing setiap bulan, padahal tidak," kata Sigit.
Baca juga: Kisah Meriance, Pekerja Migran Indonesia yang Selamat dari Neraka di Malaysia, Disiksa Secara Kejam
"Ada kejadian dua orang yang kami amankan ke Batam karena membawa cap-cap palsu imigrasi," tambahnya.
Menjawab pertanyaan BBC News Indonesia tentang pembuatan paspor dan penjagaan di perbatasan, Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim, mengatakan, pihaknya akan melakukan tindakan sesuai dengan ketentuan berlaku jika ditemukan petugas imigrasi yang diduga menyalahi kode etik ataupun penyalahgunaan wewenang.
Aktivis Romo Paschalis menyebut, "setiap calon pekerja migran nonprosedural yang berangkat [di jalur resmi] dikenakan biaya Rp10 juta - Rp20 juta, entah dengan sistem bayar langsung maupun dengan cara berhutang kepada para mafia."
Paschalis menambahkan total perputaran uang dalam bisnis ini mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah setiap harinya.