Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upaya Melepaskan Diri dari Penambang Emas Ilegal di Jambi, dari Bertani Kakao hingga Padi

Kompas.com - 13/12/2022, 15:32 WIB
Suwandi,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

JAMBI, KOMPAS.com - Kawasan hutan di Jambi awalnya 3,8 juta, telah menyusut menjadi 2,1 juta hektar karena penambangan emas ilegal.

Dari kawasan hutan tersisa yang memiliki tutupan hutan, menurut analisis citra satelit yang dilakukan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, hanya 900 ribu hektar atau 18 persen dari wilayah Provinsi Jambi.

Perubahan tutupan hutan ini berkontribusi pada tingginya laju aliran air di permukaan tanah ketika hujan.

Baca juga: Alih Fungsi Lahan Pertanian Jadi Tambang Emas, Jambi Defisit Beras

“Ini tentu menyumbang sedimen yang sangat tinggi di Sungai Batanghari, sehingga terjadi pendangkalan. Kondisi menyebabkan sungai sangat mudah meluap di musim hujan. Serta menyebabkan sungai mudah kekeringan ketika musim kemarau karena mata air yang menuju sungai makin sedikit seiring dengan hilangnya hutan,” ungkap Manager Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Rudi Syaf.

Tidak hanya itu, kerusakan ekosistem di wilayah Jambi terus berlangsung akibat belum terkendalinya aktivitas penambangan emas illegal di alur dan sempadan sungai, termasuk ke wilayah hulu.

Untuk itu, menurutnya untuk memulihkan Sungai Batanghari, perlu segera dilakukan pemulihan ekologi daerah tangkapan air dan sempadan sungai.

Caranya dengan menertibkan seluruh penambangan emas illegal, dan yang paling penting adalah mencarikan sumber ekonomi bagi masyarakat yang selama ini telah terjerat iming-iming tambang.

Jadi penambang emas ilegal karena terjebak ekonomi

Pada awalnya tambang emas illegal bukanlah kegiatan masyarakat. Namun, mereka terjebak iming-iming pemodal yang menjanjikan bagi hasil yang menggiurkan.

“Ini terjadi ketika harga komoditi utama masyarakat Jambi yaitu karet sangat rendah, sehingga banyak yang ambil jalan pintas untuk menggubah ekonomi mereka, termasuk menerima tawaran-tawaran ilegal,”katanya.

Rudy yakin bahwa penambangan emas ilegal tidak murni dari masyarakat karena kegiatan ini membutuhkan modal besar.

Petani dan penyuluh pertanian di Jambi yang menunjukkan hasil panen yang mengalami penurunan karena terdampak aktivitas penambangan emas ilegal.KOMPAS.com/SUWANDI Petani dan penyuluh pertanian di Jambi yang menunjukkan hasil panen yang mengalami penurunan karena terdampak aktivitas penambangan emas ilegal.

Penambangan memerlukan alat berat dengan biaya sewa sekitar Rp 100 juta per bulan untuk satu unit. Sementara itu, setiap beroperasi membutuhkan BBM 300 liter/hari,

Modal lain untuk membeli bahan kimia seperti merkuri, sianida, boraks dan soda api juga memerlukan kocek yang banyak, bisa sampai puluhan juta Rupiah.

Sebab itu, menurut KKI Warsi yang bekerja untuk pengelolaan hutan berbasis masyarakat terus berusaha membangun kesadaran bersama tentang pengelolaan kawasan secara berkelanjutan dan mengembangkan sumber ekonomi baru.

Salah satunya adalah sebagaimana yang dikembangkan di landskap Bukit Bulan Kecamatan Limun Kabupaten Sarolangun. Daerah ini belakangan dijamah penambangan emas ilegal bahkan sudah masuk ke wilayah hutan dan hulu-hulu sungai di daerah yang berada di hulu Sungai Limun ini.

“Kita mencoba menganalisis apa yang menyebabkan masyarakat mudah tergiur, rupanya ada persoalan sumber ekonomi yang tidak terpenuhi ketika karet yang menjadi komoditi utama harganya murah,” kata Rudi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jadi Bandara Domestik, SMB II Palembang Tetap Terbang ke Jeddah dan Mekkah

Jadi Bandara Domestik, SMB II Palembang Tetap Terbang ke Jeddah dan Mekkah

Regional
Mahasiswa di Ambon Tewas Gantung Diri, Diduga karena Masalah Asmara

Mahasiswa di Ambon Tewas Gantung Diri, Diduga karena Masalah Asmara

Regional
Cabuli Anak Tiri Saat Istri Tak di Rumah, Pria di Agam Ditangkap Polisi

Cabuli Anak Tiri Saat Istri Tak di Rumah, Pria di Agam Ditangkap Polisi

Regional
BPBD Minta Warga Lebak Waspadai Hujan Lebat di Malam Hari

BPBD Minta Warga Lebak Waspadai Hujan Lebat di Malam Hari

Regional
Napak Tilas 2 Abad Traktat London, BI Pamerkan Uang Kuno

Napak Tilas 2 Abad Traktat London, BI Pamerkan Uang Kuno

Regional
2 Pembeli Cula Badak Taman Nasional Ujung Kulon Ditangkap

2 Pembeli Cula Badak Taman Nasional Ujung Kulon Ditangkap

Regional
Aniaya 2 'Debt Collector', Aiptu FN Sudah Jadi Tersangka

Aniaya 2 "Debt Collector", Aiptu FN Sudah Jadi Tersangka

Regional
Kunci di Balik Kegigihaan Ernando Ari, Ada Doa Ibu yang Tak Pernah Padam

Kunci di Balik Kegigihaan Ernando Ari, Ada Doa Ibu yang Tak Pernah Padam

Regional
Karyawan Warung Bakso di Semarang Perkosa Rekan Kerjanya, Pelaku: Saya Nafsu

Karyawan Warung Bakso di Semarang Perkosa Rekan Kerjanya, Pelaku: Saya Nafsu

Regional
Cerita Pilu Kasus Adik Aniaya Kakak di Klaten, Ibu yang Sakit Stroke Tak Tahu Anaknya Tewas

Cerita Pilu Kasus Adik Aniaya Kakak di Klaten, Ibu yang Sakit Stroke Tak Tahu Anaknya Tewas

Regional
Tolak Kenaikan UKT, Ratusan Mahasiswa Unsoed Geruduk Rektorat

Tolak Kenaikan UKT, Ratusan Mahasiswa Unsoed Geruduk Rektorat

Regional
Tanggapan RSUD Ulin Banjarmasin Usai Dilaporkan atas Kasus Malapraktik

Tanggapan RSUD Ulin Banjarmasin Usai Dilaporkan atas Kasus Malapraktik

Regional
Soal Iuran Dana Pariwisata di Tiket Pesawat, Sandiaga Uno: Tak Akan Ada Tindak Lanjut

Soal Iuran Dana Pariwisata di Tiket Pesawat, Sandiaga Uno: Tak Akan Ada Tindak Lanjut

Regional
Perjuangan Reni Obati Putrinya Positif DBD hingga Meninggal Dunia, Panas Tinggi Capai 45 Derajat

Perjuangan Reni Obati Putrinya Positif DBD hingga Meninggal Dunia, Panas Tinggi Capai 45 Derajat

Regional
Kronologi Terbakarnya 4 Kapal Ikan di Cilacap, 1 ABK Tewas

Kronologi Terbakarnya 4 Kapal Ikan di Cilacap, 1 ABK Tewas

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com