Menurut catatan yang dibuat oleh Imam Suhil Siak, Senapelan kemudian lebih terkenal dengan nama Pekanbaru resmi didirikan oleh Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazamsyah dibawah pemerintahan Sultan Yahya pada tanggal 21 Rajab tahun 1204 H atau 23 Juni 1784 M.
Hal ini yang menjadi alasan tanggal 23 Juni kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kota Pekanbaru.
Secara astronomis Kota Pekanbaru terletak pada koordinat 101° 14’ - 101° 34’ Bujur Timur dan 0° 25’ - 0° 45’ Lintang Utara.
Secara geografis, batas wilayah Kota Pekanbaru sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan, serta sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kampar.
Kota Pekanbaru memiliki luas 632,26 km² yang secara administratif terdiri dari 15 Kecamatan dan 83 Kelurahan.
Kota Pekanbaru dibelah oleh aliran Sungai Siak yang mengalir dari barat ke timur.
Sungai Siak juga menjadi jalur perhubungan lalu lintas perekonomian rakyat pedalaman ke kota serta rakyat dari daerah lainnya.
Sesuai hasil proyeksi data Sensus Penduduk 2020 (SP2020) oleh BPS, jumlah penduduk Kota Pekanbaru pada 2021 mencapai 994.585 jiwa.
Pada tahun 2021, jumlah angkatan kerja di Kota Pekanbaru dari data hasil olah Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus adalah sebanyak 536.857 jiwa, yang terdiri dari 328.414 laki-laki dan 208.443 perempuan.
Dari angkatan kerja tersebut, sebanyak 492.354 penduduk yang bekerja, sedangkan sisanya adalah penduduk yang tidak bekerja atau menganggur.
Pada masa awal kemerdekaan, Kota Pekanbaru memiliki kepala pemerintahan setingkat wali kota, yaitu:
Kota Pekanbaru memiliki beberapa tradisi khas yang masih dipertahankan hingga saat ini.
Salah satu tradisi di Kota Pekanbaru adalah tradisi Petang Megang yang dilakukan satu hari jelang memasuki bulan puasa.
Petang Megang adalah tradisi bersih-bersih diri dengan mandi dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan.
Tradisi ini biasanya dipusatkan di Kompleks Rumah Singgah Tuan Kadi dan di Sungai Siak tepatnya di bawah Jembatan Siak 3.
Selain itu, pada malam 27 Ramadhan ada juga tradisi memasang hiasan lampu colok yang terbuat dari dari kaleng bekas dengan diberi seuntai sumbu dan bahan bakar dari minyak tanah atau solar.
Kaleng-kaleng ini dikaitkan di atas bingkai berupa menara kayu yang berbentuk miniatur masjid, lafadz Allah, ayat suci Al Quran dan simbol-simbol Islam lainnya.
Lampu colok yang berdiri tegak dan kokoh memiliki cara unik untuk menyalakannya, yaitu dengan menggunakan tongkat kayu atau bambu yang menyala di ujung sumbunya.
Sumber:
pekanbarukota.bps.go.id
pekanbaru.go.id
riau.go.id
perkotaan.bpiw.pu.go.id
tribunpekanbaruwiki.tribunnews.com