KOMPAS.com - Pengungsi dari sejumlah distrik di Kabupaten Maybrat, Papua Barat mengeluhkan minimnya bantuan, sementara anak-anak dikatakan mulai kelaparan dan sedang menghadapi ancaman putus sekolah.
Keluh kesah ini disuarakan di tengah perayaan HUT RI ke-77 dan jelang satu tahun pasca-ribuan pengungsi meninggalkan rumah-rumah mereka setelah terjadi konflik bersenjata antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) dan TNI/Polri.
Pihak Organisasi Papua Merdeka masih berkeras untuk melakukan perang terbuka terhadap TNI/Polri.
Sementara pemerintah Indonesia sejauh ini, masih mengerahkan aparat untuk memerangi TPNPB-OPM, serta melakukan pendekatan "kesejahteraan“ bagi warga Papua.
Baca juga: 6 Terdakwa Kasus Penyerangan Pos Koramil Kisor Divonis 20 Tahun dan 18 Tahun Penjara
Lamberti Faan, 36 tahun, mengaku makin sering menghadapi masa sulit untuk memberi makan kedua anaknya yang masih balita di lokasi pengungsian yang berada di Kampung Mowes, Kabupaten Maybrat, Papua Barat.
"Sama sekali tidak ada beras. Dan, anak saya yang paling kecil datang ambil piring, mama mau makan nasi. Tapi saya tidak tahu, saya harus...,” suara Lamberti terjeda diikuti isak tangis.
“Kita harus, di piring-piring kotor itu ada ampas-ampas nasi, dorang ambil untuk itu [makan]… Saya orang tua yang paling tidak berguna sudah,” ungkap Lamberti dengan suara bergetar.
Di lokasi pengungsiannya, tepatnya di Distrik Ayawasi, Lamberti Faan tinggal bersama enam keluarga lainnya yang umumnya masih punya anak kecil.
Baca juga: Tragedi Penyerangan Posramil Kisor, Warga yang Mengungsi Sudah Kembali
Mereka merupakan bagian dari ribuan orang yang mengungsi pasca serangan kelompok bersenjata OPM ke Pos persiapan Koramil (Posramil) Kisor Distrik Aifat Selatan, Kabupaten Maybrat, Papua Barat, September tahun lalu.
Dalam serangan ini empat anggota TNI tewas.
“Tinggalnya sudah begini, tidak ada pekerjaan untuk bisa menjamin kebutuhan anak-anak sekolah. Makan, belum lagi kalau sakit dan sebagainya,” kata Lamberti.
Minggu-minggu pertama di lokasi pengungsian, Lamberti mengatakan mendapat bantuan dari pemerintah setempat.
Baca juga: 1 Terduga Penyerang Posramil Kisor Maybrat Ditangkap
Tapi setelah itu, ia harus mengandalkan bantuan dari saudara atau teman berupa uang atau beras.
“Ada beras tidak, sedikit saja, yang penting saya bisa masak untuk anak kecil,” kata Lamberti saat menirukan ia meminta beras dari saudaranya.
“Menunggu bantuan, belas kasihan orang sampai kapan harus begini?” lanjutnya.
Di lokasi pengungsian, Lamberti dan suaminya membuka kebun kecil yang ditanami sayur-sayuran mulai dari kacang panjang, buncis dan bayam.
Sayur-sayuran ini digunakan untuk dikonsumsi bersama dengan pengungsi lainnya. Tapi ini tidak cukup, katanya.