Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini Tradisi Bulan Suro atau 1 Muharram di Masyarakat Jawa dan Sunda

Kompas.com - 29/07/2022, 09:54 WIB
Farid Assifa

Penulis

KOMPAS.com - Malam satu Suro dalam tradisi Jawa sama dengan 1 Muharram dalam Islam, namun hal itu berbeda dengan masyarakat Sunda. Bagaimana masyarakat kedua suku di Pulau Jawa ini memaknai tradisi Tahun Baru Islam ini?

Masyarakat Jawa menyebut Tahun Baru Islam atau 1 Muharram dengan istilah satu Suro.

Tahun ini, malam satu Suro atau 1 Muharam 1444 Hijriah jatuh pada 30 Juli 2022.

Awal mula peringatan malam satu Suro

Raja Mataram Sultan Agung Hanyokrokusumo adalah raja pertama Islam yang memperkenalkan malam satu Suro. Peringatan ini dipengaruhi oleh penanggalan Hijriyah dalam Islam. Tahun Baru dalam Islam adalah 1 Muharram.

Baca juga: Banjir Bandang Terjang Parigi Moutong, 3 Orang Meninggal, Ratusan Warga Mengungsi

Sultan Agung membawa pengaruh Islam (1 Muharram) dalam penanggalan jawa (1 Suro) dengan tujuan menyatukan rakyat dalam melawan Belanda di Batavia.
Tujuan lainnya adalah untuk menyatukan Pulau Jawa agar tidak terbelah karena masalah agama.

Narasi 1 Muharram dibawa ke penanggalan Jawa atau 1 Suro ini untuk menyatukan kelompok abangan dan santri.

Pada saat itu, setiap hari Jumat legi, pemerintah kerjaaan menggelar pengajian yang salah satu tujuannya untuk melaporkan setiap perkembangan negara. Pengajian dipimpin oleh seorang penghulu kabupaten.

Tradisi tersebut terjadi pada malam 1 Muharram atau Jumat legi. Akhirnya malam itu turut dikermatkan.

Malam 1 suro atau 1 Muharram harus diisi dengan amalan-amalan yang baik, seperti mengaji, berziarah dan haul ke makam para sunan. Masyarakat jawa percaya bahwa jika malam itu tidak diisi dengan ibadah, maka akan mendapa kesialan atau sengkolo dalam bahasa Jawa.

Amalan malam satu suro biasanya dimulai setelah shalat Maghrib.

Tradisi malam satu Suro di Jawa

Masyarakat di sejumlah daerah di Jawa menggelar berbagai tradisi dalam memperingati malam satu Suro.

Misalnya, di Solo, perayaan satu Suro dirayakan dengan kirab atau karnaval dengan satu hewan yang dianggap keramat, yakni kebo (kerbau) bule.

Kebo bule dianggap keramat karena merupakan pusaka milik keraton. Kebo bule ini memiliki nama Kiai Selamet.

Dalam Babad Solo karya Raden Mas (RM) Said, leluhur kebo bule adalah hewan klangenan atau kesayangan Paku Buwono II sejak istananya masih berada di Kartasura.

Sementara di Yogyakarta, perayaan malam Satu Suro diperingati dengan kirab keris dan benda pusaka.

Iring-iringan ini dilakukan pada malam hari dengan tujuan memperoleh ketentraman batin dan keselamatan. Selama kirab berlangsung, peserta melakukan Tapa Bisu atau mengunci mulut, yakni tidak mengeluarkan sepatah kata pun selama ritual ini berlangsung.

Tapa Bisu semacam refleksi diri atas apa yang sudah dilakukan selama setahun penuh, serta persiapan menghadapi tahun baru keesokan harinya.

Pada malam satu Suro juga kerap diisi dengan ritual pembacaan doa dari semua umat yang hadir dalam perayaan itu. Tujuannya untuk mendapatkan keberkahan hidup dan menangkal datanganya marabahaya.

Tradisi Suro masyarakat Sunda

Berbeda dengan Jawa, tradisi Sunda tidak mengenal peringatan malam satu Suro.

Budayawan Sunda yang juga anggota DPR RI Dedi Mulyadi menjelaskan, memang tradisi Tahun Baru Islam di masyarakat Sunda terpengaruhi oleh tradisi Jawa.

Hanya saja, masyarakat Sunda tidak mengenal Malam Satu Suro, melainkan 10 Muharram.

"Tapi kalau Satu Suro tidak ada tradisinya. Kalau 1 Muharram, yang kental tradisi ya pada tanggal 10 Muharram. Cerita orang Sunda mah ya tentang Imam Hasan dan Husein, putra Ali bin Abi Thalib, sahabat sekaligus menantu Nabi Muhammad SAW.

"Makanya dalam khazanah kehidupan masyarakat Islam Sunda, nama Sayydina Ali sangat melekat dalam mitologi tahun baru Islam," kata Dedi kepada Kompas.com via sambungan telepon, Jumat (29/7/2022).

Sementara amalan pada bulan Muharram, Dedi mengatakan hampir sama dengan masyarakat Jawa. Hanya saja tanggal pelaksanannya berbeda.

Dalam masyarakat Sunda, amalan dilaksanakan pada 10 Muharram berupa puasa dan tirakat.

"Lebih fokus 10 Muharram, sehingga orang sunda sama dengan Jawa, kalau peringatan itu selalu identik dengan tirakat," kata Dedi.

"Selain itu, masyarakat Sunda biasanya ngabubur beureum bodas (buat bubur merah dan putih). Maknanya darah dan kesucian," ujar Dedi.

Baca juga: Oknum Polisi dan TNI Terlibat Perkelahian di Fakfak, Diduga Masalah Asmara dan Berakhir Damai

Pendapat Dedi diperkuat oleh sebuah penelitian berjudul "Tradisi Bubur Suro 10 Muharam: Makna Pemeliharaan Tradisi terhadap Integrasi Sosial Masyarakat di Desa Pamulihan Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang" karya Siti Anisa Dedi tahun 2014 yang diterbitkan oleh Digital Library UIN Sunan Gunung Djati.

Menurut Siti, masyarakat Sunda memiliki tradisi Bubur Suro pada 10 Muharram. Tradisi ini sudah turun temurun dan sebagai warisan leluhur Sunda Islam. Hal itu sebagaimana biasa dilakukan oleh masyarakat Desa Pamulihan, Sumedang.

Sumber: petabudaya.belajar.kemdkbud.go.id dan digilib.uinsgd.ac.id

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kesaksian Penumpang KM Bukit Raya Saat Kapal Terbakar, Sempat Disebut Ada Latihan

Kesaksian Penumpang KM Bukit Raya Saat Kapal Terbakar, Sempat Disebut Ada Latihan

Regional
Irjen Pol Purn Johni Asadoma Mendaftar sebagai Calon Gubernur NTT ke PAN

Irjen Pol Purn Johni Asadoma Mendaftar sebagai Calon Gubernur NTT ke PAN

Regional
Jadi Bandara Domestik, SMB II Palembang Tetap Layani Penerbangan ke Jeddah dan Mekkah

Jadi Bandara Domestik, SMB II Palembang Tetap Layani Penerbangan ke Jeddah dan Mekkah

Regional
Mahasiswa di Ambon Tewas Gantung Diri, Diduga karena Masalah Asmara

Mahasiswa di Ambon Tewas Gantung Diri, Diduga karena Masalah Asmara

Regional
Cabuli Anak Tiri Saat Istri Tak di Rumah, Pria di Agam Ditangkap Polisi

Cabuli Anak Tiri Saat Istri Tak di Rumah, Pria di Agam Ditangkap Polisi

Regional
BPBD Minta Warga Lebak Waspadai Hujan Lebat di Malam Hari

BPBD Minta Warga Lebak Waspadai Hujan Lebat di Malam Hari

Regional
Napak Tilas 2 Abad Traktat London, BI Pamerkan Uang Kuno

Napak Tilas 2 Abad Traktat London, BI Pamerkan Uang Kuno

Regional
2 Pembeli Cula Badak Taman Nasional Ujung Kulon Ditangkap

2 Pembeli Cula Badak Taman Nasional Ujung Kulon Ditangkap

Regional
Aniaya 2 'Debt Collector', Aiptu FN Sudah Jadi Tersangka

Aniaya 2 "Debt Collector", Aiptu FN Sudah Jadi Tersangka

Regional
Kunci di Balik Kegigihaan Ernando Ari, Ada Doa Ibu yang Tak Pernah Padam

Kunci di Balik Kegigihaan Ernando Ari, Ada Doa Ibu yang Tak Pernah Padam

Regional
Karyawan Warung Bakso di Semarang Perkosa Rekan Kerjanya, Pelaku: Saya Nafsu

Karyawan Warung Bakso di Semarang Perkosa Rekan Kerjanya, Pelaku: Saya Nafsu

Regional
Cerita Pilu Kasus Adik Aniaya Kakak di Klaten, Ibu yang Sakit Stroke Tak Tahu Anaknya Tewas

Cerita Pilu Kasus Adik Aniaya Kakak di Klaten, Ibu yang Sakit Stroke Tak Tahu Anaknya Tewas

Regional
Tolak Kenaikan UKT, Ratusan Mahasiswa Unsoed Geruduk Rektorat

Tolak Kenaikan UKT, Ratusan Mahasiswa Unsoed Geruduk Rektorat

Regional
Tanggapan RSUD Ulin Banjarmasin Usai Dilaporkan atas Kasus Malapraktik

Tanggapan RSUD Ulin Banjarmasin Usai Dilaporkan atas Kasus Malapraktik

Regional
Soal Iuran Dana Pariwisata di Tiket Pesawat, Sandiaga Uno: Tak Akan Ada Tindak Lanjut

Soal Iuran Dana Pariwisata di Tiket Pesawat, Sandiaga Uno: Tak Akan Ada Tindak Lanjut

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com