Bapak itu mengatakan lagi, setelah ditambang dari Bukit Tengkorak, batu bara akan dikumpulkan terlebih dahulu di sini. Kemudian dibawa ke Balikpapan menggunakan truk kontainer.
"Terus dikirim ke Surabaya pakai kapal," kata dia.
"Ini satu karung berapa duit?" Fabian bertanya lagi.
"seribu dua ratus," jawab dia.
Fabian kemudian bertanya lagi perusahaan mana yang mengerjakan aktivitas penambangan.
Si bapak tersenyum, kemudian menjawab, "ya enggak ada". Ia kembali menyerok kepingan batu bara dan memasukkannya ke dalam karung.
Kami menyudahi percakapan. Setelah itu, kami kembali ke tepi jalan untuk melanjutkan perjalanan.
Baca juga: Diduga Pungut Uang Jasa Tambang, 2 Polisi Perairan Dilaporkan ke Propam, Ini Kata Polda Babel
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur Pradarma Rupang mengatakan, aktivitas tersebut patut diduga adalah penambangan batu bara liar alias ilegal.
Ia mengatakan, aktivitas tambang ilegal di Kalimantan memang setelanjang itu. Sangat terbuka dan dipersepsikan tidak tersentuh hukum.
"Di Kalimantan Timur, menurut catatan tahun 2018-2021, ada 151 titik tambang ilegal. Setelah dikerucurkan di kawasan IKN, ada sekitar 67 titik," ujar Rupang.
"Dan seluruh aktivitas tambang ilegal itu sangat telanjang, sangat terbuka, sangat nyata," lanjut dia.
Ia melanjutkan, keuntungan aktivitas tambang ilegal memang sangat menggiurkan. Keuntungan bisa empat hingga lima kali lipat lebih dari nilai modal.
Kehadiran tambang-tambang ilegal di kawasan Ibu Kota Nusantara, lanjut Rupang, merupakan ironi.
Baca juga: Kasus Jalan Provinsi Dirusak Perusahaan Tambang, Kajati: 2 Bulan Tak Ada Solusi, Saya Pidanakan
Di satu sisi, pemerintah mengumbar janji bahwa pembangunan ibu kota baru dapat memperkuat pengawasan perusakan lingkungan di Kalimantan.
Tapi di sisi lain, sebenarnya perusakan alam terjadi nyata di depan mata dan tidak kunjung ditindak.
"Jadi, bagaimana bisa masyarakat percaya bahwa pembangunan IKN ini akan memperkuat pengawasan, merehabilitasi lingkungan, menyejahterakan warga, sementara di sisi lain kejahatan lingkungan terjadi telanjang di depan mata, tetapi tidak ada yang tersentuh hukum," ujar Rupang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.