"Jadi kita mendapat keterangan ada beberapa oknum anggota TNI-Polri terlibat dalam proses kerangkeng tersebut," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam konferensi pers secara daring, Rabu (2/3/2022).
Yang mengejutkan pula, ada oknum tenaga medis, yang dikatakan korban mengetahui dan ikut mengobati bila ada dari mereka yang luka karena penyiksaan.
Sayangnya hanya diberikan salep, tanpa ada pertolongan atas dugaan penyiksaan yang telah terjadi selama satu dekade di kerangkeng ini.
"Dokter dan perawat," ungkap Tongat.
"Dari mana Anda tahu dia dokter dan perawat?" tanya saya.
"Kan pake mobil ambulans Puskesmas, tertulis di sana, Puskesmas Kuala!" ujar Tongat dan Bambang serta satu korban lainnya senada.
Fakta baru soal tenaga medis ini memang harus ditelusuri. Bisa jadi bukan berprofesi sebagai dokter dan perawat, meski menggunakan ambulans Puskesmas dan mengobati.
Namun, tentu menjadi pertanyaan besar, kok bisa?
Yang jelas Komnas HAM telah melaporkan hasil penyelidikan ini kepada Ikatan Dokter Indonesia (IDI), soal adanya dugaan tenaga medis yang terlibat dalam kasus penyiksaan dalam kerangkeng di Langkat.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi & Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu menyatakan, "Sepanjang melakukan advokasi terhadap korban kekerasan selama kurang-lebih 20 tahun, saya belum pernah menemukan kekerasan sesadis ini."
Semua ini fakta ini, layak dilanjutkan ke penyelidikan. Sungguh janggal bila di abad yang serba maju ini, masih ada penyiksaan, bahkan lokasinya tak jauh dari salah satu kota besar di Indonesia, Medan, dan berlangsung selama bertahun-tahun.
Satu kata, Tuntaskan!
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!