Salin Artikel

Fakta Baru soal Dugaan Oknum Aparat hingga Tenaga Medis dalam Penyiksaan di Kerangkeng Bupati Langkat

Saya beruntung menemukan empat korban yang mau memberikan kesaksiannya. Namun saya harus menggunakan hak saya sebagai wartawan, yakni hak tolak bila ditanya, terkait identitas, narasumber dan termasuk lokasi saya wawancara.

Korban ungkap fakta mengejutkan

Dari empat korban, tiga orang di antaranya saya wawancara di program AIMAN. Satu korban lainnya belum nyaman dan masih menyisakan trauma.

Saya dan tim AIMAN sempat berbincang-bincang dengan satu korban tersebut dan mendapatkan fakta versinya, yang tidak mungkin saya ungkapkan semua di tayangan televisi, karena begitu sadisnya.

Saya sempat melihat luka-luka yang dialami semua korban yang saya temukan. Saya melihat ada bekas luka bakar di hampir seluruh bagian punggungnya.

Pengakuan korban, sebagai luka akibat tetesan plastik yang dilelehkan di atas punggungnya.

"Cambukan? Jangan ditanya itu, Bang! Sudah biasa kami sehari-hari di (masa) awal masuk," kata Tongat (nama samaran), salah satu korban kepada saya.

Posisi "gantung monyet"

Mereka menceritakan pada satu bulan pertama, posisi dicambuk dengan menggunakan selang kompresor.

Mereka melakukan posisi "gantung monyet", yakni menghadap dan memegang jeruji besi, dalam kondisi berjongkok dengan posisi kedua tangan di atas. Sehingga menyisakan punggung yang terbuka lebar untuk disiksa!

Semua korban yang saya lihat, memiliki luka memang mirip dengan luka cambukan, berupa garis-garis acak terutama di bagian punggungnya.

Ada pula yang mengalami luka serupa di bagian samping badan dan juga bagian depan.

Para korban menyebutkan Putra dari Bupati Langkat Nonaktif, Terbit Rencana, yakni Dewa Recana Perangin-Angin, ikut serta dalam penyiksaan tersebut.

Pengakuan ini dibantah oleh Pengacara Keluarga Terbit Rencana, Mangapul Silalahi.

"Tidak ada (penyiksaan), ini semua niat baik dari Pak Terbit karena melihat banyaknya pengguna narkoba di daerahnya!" ujar Mangapul.

Dewa Rencana saat ini memang telah menjadi tersangka bersama tujuh orang lainnya, atas kasus Kerangkeng Bupati Langkat.

Ada dugaan TPPO alias Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang bisa berkembang pada dugaan pidana lainnya.

Dari hasil wawancara saya dengan sejumlah korban ini, mereka melihat dengan mata dan kepala sendiri, ada korban meninggal pascadisiksa di lingkungan kerangkeng.

Ada keterlibatan oknum TNI, Polri, tenaga medis?

Satu lagi fakta yang menarik untuk dicermati adalah adanya dugaan oknum TNI dan oknum Polisi yang ikut dalam kasus penyiksaan ini.

Sang oknum TNI berpangkat Sersan diduga ikut melakukan penyiksaan. Sementara sang oknum Polisi, ikut dalam mencari penghuni kerangkeng yang kabur dari penjara.

"Saya tahu dia tentara, bang, karena saya kenal dengan dia sudah lama," kata Bambang (nama samaran), salah seorang korban.

"Lalu oknum Polisi apa perannya?" tanya saya.

"Dia yang mencari kalau ada dari kami yang kabur dari kereng (kerangkeng milik Bupati Langkat Nonaktif, Terbit Rencana)," tambah Bambang.

Atas fakta ini, Pusat Polisi Militer TNI AD dan Polda Sumatera Utara telah memeriksa sejumlah personelnya.

Hasil yang diumumkan Polda Sumatera Utara, tidak ada keterlibatan anggota Polisi dalam kasus ini.

"Saya sampaikan kembali, secara aktif tidak ada. Secara aktif, karena kami sudah tiga kali melakukan pemeriksaan terhadap lima anggota kami yang diduga ikut terlibat dengan kerangkeng tersebut," kata Dirkrimum Polda Sumut, Kombes Tatan Dirsan Atmaja di Polda Sumut, Sabtu (26/3/2022).

"Kelima orang tersebut berpangkat pama (Perwira Pertama), yang bersangkutan tidak pernah masuk atau menghampiri atau mengunjungi kerangkeng tersebut," tambahnya.

Sebelumnya Komnas HAM sempat memberikan keterangan atas temuannya. Ada temuan soal pengetahuan dan keterlibatan oknum anggota TNI-Polri.

"Jadi kita mendapat keterangan ada beberapa oknum anggota TNI-Polri terlibat dalam proses kerangkeng tersebut," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam konferensi pers secara daring, Rabu (2/3/2022).

Yang mengejutkan pula, ada oknum tenaga medis, yang dikatakan korban mengetahui dan ikut mengobati bila ada dari mereka yang luka karena penyiksaan.

Sayangnya hanya diberikan salep, tanpa ada pertolongan atas dugaan penyiksaan yang telah terjadi selama satu dekade di kerangkeng ini.

"Dokter dan perawat," ungkap Tongat.

"Dari mana Anda tahu dia dokter dan perawat?" tanya saya.

"Kan pake mobil ambulans Puskesmas, tertulis di sana, Puskesmas Kuala!" ujar Tongat dan Bambang serta satu korban lainnya senada.

Fakta baru soal tenaga medis ini memang harus ditelusuri. Bisa jadi bukan berprofesi sebagai dokter dan perawat, meski menggunakan ambulans Puskesmas dan mengobati.

Namun, tentu menjadi pertanyaan besar, kok bisa?

Yang jelas Komnas HAM telah melaporkan hasil penyelidikan ini kepada Ikatan Dokter Indonesia (IDI), soal adanya dugaan tenaga medis yang terlibat dalam kasus penyiksaan dalam kerangkeng di Langkat.

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi & Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu menyatakan, "Sepanjang melakukan advokasi terhadap korban kekerasan selama kurang-lebih 20 tahun, saya belum pernah menemukan kekerasan sesadis ini."

Semua ini fakta ini, layak dilanjutkan ke penyelidikan. Sungguh janggal bila di abad yang serba maju ini, masih ada penyiksaan, bahkan lokasinya tak jauh dari salah satu kota besar di Indonesia, Medan, dan berlangsung selama bertahun-tahun.

Satu kata, Tuntaskan!

Saya Aiman Witjaksono...
Salam!

https://regional.kompas.com/read/2022/03/28/07152991/fakta-baru-soal-dugaan-oknum-aparat-hingga-tenaga-medis-dalam-penyiksaan-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke