Pada awal November 2019, Lasri (53) dan anaknya Nur Kholifah (21) mengaku ditawari pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga (PRT) di Malaysia oleh Ali Ahmadi, yang tinggal tak jauh dari desa mereka.
Ali yang pernah menjadi pekerja migran di Malaysia kini membuka toko serba ada (toserba) dan juga bekerja sebagai agen tiket pesawat.
Lasrini mengaku, Ali mengantarkan ia dan anaknya ke Malaysia hingga bertemu calon majikannya di Johor Baru.
Bahkan, Lasri dan anaknya menyebut Ali sebagai pemasok pembantu rumah tangga untuk majikan yang sama selama lebih dari 10 tahun. Mereka mengatakan bertemu dengan pembantu lain asal Indonesia yang juga diantar oleh Ali.
Baca juga: Gunakan Kapal Pengangkut Ikan, Nahkoda Diupah Rp 5 Juta Bawa 52 Buruh Migran Ilegal ke Malaysia
Ali Ahmadi - yang dijumpai oleh wartawan Arif Syaefudin di Rembang, Rabu (2/2/20220 - mengaku menawarkan pekerjaan sebagai PRT dan mengantarkan langsung mereka ke Malaysia.
Kepada wartawan Arif Syaefudin yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Ali membantah terlibat dalam pengurusan surat kerja Lasri dan anaknya.
Dubes Hermono mengatakan cara Lasri dan anaknya agak kurang lazim karena diantar langsung perekrut di Malaysia di tengah kekurangan tenaga kerja termasuk pembantu rumah tangga dalam beberapa tahun terakhir.
"Dibawa langsung oleh orang yang rekrut. Agak kurang lazim. Di sini, dijual, dipekerjakan karena Malaysia menghadapi kekurangan tenaga kerja, termasuk PRT, jadi banyak majikan yang mau menerima walaupun tak ada dokumen dan statusnya ilegal," kata dia.
Baca juga: Tragedi Kapal Tenggelam di Malaysia, 21 Buruh Migran Tewas, Oknum Anggota TNI AU Ikut Terlibat
Setelah itu, malam harinya, mereka kembali ke rumah untuk merawat anak majikan berusia 21 tahun yang lumpuh. Mereka memandikan, memberi makan, hingga menemani tidur.
"Kalau malam, anak majikan tidak mau tidur. Sehingga kami tidak tidur, jadi kerja satu hari satu malam tidak berhenti," kata Lasri.
Mereka mengatakan sudah berkali-kali menyatakan ingin keluar dan pulang ke Indonesia karena pekerjaan yang terlalu berat.
Baca juga: Kapal Karam di Malaysia, Ayah Buruh Migran Asal Cilacap Berharap Anaknya Selamat
Namun, majikan selalu mengancam akan melaporkan ke polisi karena mereka tidak memiliki dokumen kerja yang legal, dan itu menyurutkan niat mereka.
Selain paspor, menurut Lasri dan Kholifah, majikan menahan telepon seluler dan hanya mengizinkan perangkat komunikasi itu digunakan sesekali.
Kediaman majikan juga selalu dikunci dan mereka terpaksa curi-curi waktu ke luar rumah untuk beli lauk, karena selama ini mereka tidak boleh keluar.
"Handphone punya sendiri tak dikasih, kalau minta uang (gaji), marah seperti ke binatang, tapi majikan bilang kalau kami keluar dan tak punya surat, pasti ditangkap polisi dan dia bilang tak mau mengakui kami sebagai pembantu mereka," kata Nur Kholifah kepada wartawan di Malaysia, Vinothaa Selvatoray, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Baca juga: 2 Warga Cilacap Jadi Korban Kapal Buruh Migran yang Karam di Malaysia
Lasri dan Kholifah mengatakan, selama bekerja dengan jam panjang, mereka hanya diberikan nasi putih dan untuk lauk makanan akan dipotong gaji.
Sementara roti dan kopi untuk sarapan juga harus menggunakan uang sendiri, dan makan malam mendapat sisa makanan setelah majikan selesai.
Walau jam kerja panjang dan tak menentu, Lasri mengatakan tidak pernah mengalami kekerasan fisik.
Namun, ia pernah disiram air dan sang anak anak diludahi di depan matanya. Ia juga diancam pakai kayu rotan. "Kalau macam-macam, kamu saya bunuh pakai ini," kata Lasri menirukan kata majikannya.
Niat mereka untuk keluar dari kerja paksa akhirnya terlaksana pada pertengahan Januari 2022.
Mereka dibantu Pipih Sofyiah, tenaga migran yang mendapatkan informasi bahwa keduanya memerlukan bantuan dari kedai makan, tempat mereka membeli lauk.
Pipih juga aktif dalam LSM Sarbumusi Malaysia, (Syarikat Buruh Muslim Indonesia), badan yang memperjuangkan hak-hak para pekerja.
Pipih mengatakan, ia meminta mereka melalui telpon agar tidak menandatangani apapun seperti yang diminta majikan saat keluar.
Lasri dan Kholifah akhirnya diantar Pipih ke tempat penampungan di KBRI Kuala Lumpur.