Orang-orang berteriak-teriak di depan Rumah Sakit (RSUD) Kota Mataram, pada pada Minggu sore pukul 17.00 Wita.
Mereka adalah warga Kecamatan Gunung Sari, Lombok Barat, yang tidak terima kematian tetangganya, MS (50), disebutkan akibat Covid-19.
MS adalah pasien Covid-19 nomor 1422 di NTB.
M (30), anak pertama MS, mengungkapkan, ibunya masuk RSUD Mataram karena tersenggol dumptruck, lalu keluar dari RS sebagai korban meninggal akibat Covid-19 yang ke-75.
Bahkan dokumen hasil tes PCR yang menyatakan ibunya positif Covid-19 belum pernah diterimanya.
M bercerita, ibunya kecelakaan ketika sedang mengemas barang di Pasar Gunung Sari, Lombok Barat.
Saat itu sebuah truk lewat, menyenggol keranjangnya, dan membuat MS tersungkur.
Dua hari setelah kecelakaan itu, MS mengeluhkan pinggangnya sakit hingga sulit bernapas.
Tak mau terjadi hal yang lebih buruk, keluarga membawa MS ke Laboraturium Catur Warga.
Dia di-rontgen dan di-USG, setelah itu dibawa ke Rumah Sakit Metro Medika Rembiga, Kota Mataram.
Baca juga: NTB Kembangkan Wisata Olahraga, Bisa Contek Kunci Kesuksesan Perancis
MS tidak diperkenankan langsung dirawat inap, karena harus menjani tes Covid-19 dulu.
Namun M menolak. "Karena ibu saya tidak menunjukkan gejala Covid-19 sama sekali, karena dia memang kecelakaan dan sesak karena sakit di pinggangnya, " kata M.
“Suhu tubuhnya juga 36°C,” lanjut dia.
Karena M tetap menolak, pihak RS meminta surat penolakan menjalani rapid tes dan swab.
Pihak RS juga memperbolehkan MS dibawa pulang, sembari diberikan obat penghilang rasa nyeri.
Lalu, kata M, pihak RS berubah pikiran dan menerima ibunya menjalani rawat inap.
Sejak Rabu hingga Kamis malam (2 Juli 2020) ibunya dirawat di Klinik Metro Medika.
Akan tetapi kondisi ibunya tak membaik. Tim medis di Metro Medika menyerah dan minta agar MS dirujuk ke RSUD Kota Mataram.
Baca juga: Pasien Covid-19 Meninggal Saat Isoman, Awalnya Dirawat di RS tetapi Dijemput Paksa Keluarga
M dan keluarga sepakat merujuk MS ke RSUD Kota Mataram.
Di RSUD, MS mendapatkan perawatan di zona hijau. Di sana ia diberi infus dan satu kali obat tablet.
Setelah ada tempat di zona merah, MS dipindah. Di zona merah ia mendapat oksigen yang cukup.
Petugas RSUD Kota Mataram kemudian datang untuk melakukan tes swab pada MS, M keberatan.
Ia juga curiga ketika melihat hasil rapid tes dari Klinik Metro Medika dengan hasil non reaktif.
M merasa tidak pernah ada rapid test terhadap ibunya selama dirawat di Klinik Metro Medika.
Namun M terpaksa mengizinkan swab pada MS dan hasilnya dijanjikan keluar dalam 3- 4 hari.
MS kemudian dipindah ke ruang isolasi pada Sabtu malam (4/7/2020) pukul 22.00 Wita.
Di ruang isolasi, MS hanya ditemani SA, tanpa didampingi M. SA adalah bapaknya.
Baca juga: Mengintip Mobil Listrik R-One SMEKTI Karya Siswa SMKN 3 Mataram
Pada Minggu, M menanyakan kondisi sang ibu dan ternyata tak ada masalah.
Tapi Senin sore (6/7/2020) MS meninggal dunia dan dinyatakan positif Covid-19.
Keluarga sontak tak terima.
“Beberapa saat setelah meninggal dunia hasil swab ibu saya positif Covid-19, padahal tim medis awalnya mengatakan paling lambat 3-4 hari, kok bisa kurang dari dua hari sudah ada hasilnya, itu yang buat saya yakin ibu saya tidak positif Covid-19," kata M.
“Pihak RSUD Kota Mataram tetap bersikeras menyebut ibu saya positif covid, tapi dokumen atau bukti surat yang menunjukkan itu tidak diberikan sampai sekarang," lanjut dia.
Dari penelusuran Kompas.com, data Dinas Kesehatan provinsi NTB yang dirilis secara terbuka menyebutkan MS, pasien ke-1.422 berstatus pasien dalan pengawasan (PDP) Covid-19.
Dari swab yang dilakukan pada 2 Juli 2020 dan hasilnya keluar tanggal 7 Juli 2020, ia dinyatakan positif Covid-19.
Baca juga: Sisa Dana RTG Lombok Barat Rp 14 Miliar Diusulkan untuk Perbaiki Rumah Rusak karena Banjir
Lantaran kasus pengambilan paksa jenazah itu, M dan beberapa keluarganya diperiksa sebagai saksi oleh aparat kepolisian.
Bahkan M sempat diminta menyampaikan permohonan maaf dan direkam dalam video oleh anggota Polsek Gunung Sari.
M masih yakin MS meninggal bukan karena covid-19.
Proses pemulasaran hingga pemakaman jenazah pasien MS dilakukan tanpa protokol covid-19 sedikit pun, meskipun puluhan apparat kepolisian Polres Lombok Barat dan Polres Kota Mataram berjaga di lokasi pemakaman.
Direktur RSUD Kota Mataram, ketika itu dr. Lalu Herman Mahaputra, mengatakan pihaknya telah bekerja sesuai prosedur penanganan Covid-19, termasuk saat menangani pasien MS.
Dokumen hasil swab MS yang positif covid-19, ujarnya, telah diserahkan RSUD Kota Mataram kepada tim penyidik Polres Kota Mataram, karena adanya kejadian penjemputan paksa jenazah MS ke RSUD Kota Mataram.
"Dokumen hasil swab MS bisa diminta keluarga ke aparat kepolisian," kata Herman.
Baca juga: Banjir di Kota Bima NTB Meluas hingga 14 Kelurahan, 1.059 KK Terdampak