Sebulan berselang sebelum kasus pengambilan paksa jenazah MS, 6 Juni 2020 dini hari, warga Pondok Prasi Ampenan, mengambil paksa jenazah S (31) yang telah terbungkus plastik dan disimpan dalam peti.
Keluarga tak terima S dinyatakan meninggal karena Covid-19, karena hanya beberapa jam berada di ruang isolasi.
“Dia sama sekali tidak menunjukkan gejala covid-19, karena pingsan di rumah dan hanya tiga jam di rawat di ruang isolasi. (Lalu) meninggal dan dibilang covid,” kata H, mertua S kepada Kompas.com.
“Sampai hari ini, saya belum menerima hasil PCR nya apakah menantu saya positif Covid-19 atau negatif,” ungkapnya.
Tiga hari sebelumnya, kata H, menantunya hanya merasa tak enak badan, sakit di bagian pinggang, dan masih bisa ke rumah sakit sendiri.
“Dia bahkan jalan sendiri waktu periksa di Rumah Sakit Universitas Mataram (Unram),” tuturnya.
Baca juga: Sudah Digencarkan Sejak 2010, Pariwisata Halal di NTB Masih Digodok
Di RS Unram, dokter mendiagnosisnya mengalami gagal ginjal dan infeksi saluran kencing.
Pasien disarankan dibawa ke RSUD Kota Mataram untuk melakukan pemeriksaan lengkap, mengingat pasien harus menjalani cuci darah.
Namun, keluarga memilih S menjalani rawat jalan karena khawatir diisolasi akibat Covid-19.
“Tiba tiba menantu saya pingsan setelah dua hari dirawat di rumah. Kami bawa ke RSUD Kota Mataram 11 siang, dan akan menjalani cuci darah keesokan harinya.
Namun malamnya dibawa ke ruang isolasi dan 3 jam setelah itu meninggal,” tutur H.
Keluarga keberatan karena belum juga ada kepastian tentang status Covid-19-nya, jenazah sudah dibungkus plastik dan dimasukkan dalam peti.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Jatim, DIY, Bali, NTB, NTT, Kalbar, dan Kalsel 12 Desember 2021
Keluarga bersama puluhan warga Pondok Perasi mengambil paksa jenazah. H membawa peti jenazah menantunya mengunakan motor roda tiga.
“Di rumah kami buka peti. Wajahnya luka karena plastik dan ia masih mengenakan pampers yang dipakainya sebelum ke rumah sakit. Itu menyakiti hati kami sebagai keluarga. Kami buka semua, kami mandikan, dan semua keluarga mencium jenazahnya, lalu kami makamkan,” kata H.
H menyesalkan karena tidak ada tim atau perwakilan dokter yang menjelaskan kepada keluarga tentang status pasien, tidak ada surat keterangan, atau dokumen yang menjelaskan status almarhum.
Saat dilacak, pasien atasa nama S tidak masuk dalam daftar pasien meninggal covid-19.
Pelacakan dimulai dari nomer pasien 653 hingga 1255 pasien selama Juni 2020.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.