S (81), yang penggalan ceritanya sudah disampaikan di atas, adalah pasien Covid-19 ke-1381 di NTB dan pasien ke-68 yang meninggal.
Menurut Dinas Kesehatan NTB dan Satgas Covid-19, S meninggal dengan status positif covid-19 dan memiliki penyakit komorbid.
Tapi, ketika keluarga mengurus surat keterangan penyebab kematian ke RS Harapan Keluarga (HK), tempat dia dirawat terakhir kali, muncul kehebohan.
“Waktu itu kami mengurus surat karena Dinas Sosial Kota Mataram meminta kami memenuhi persyaratan melengkapi seluruh dokumen kematian termasuk hasil laboraturium swab, untuk mendapatkan bantuan kematian pasien covid sebesar Rp 15 juta rupiah,” ujarnya.
Baca juga: Tinjau Lokasi Banjir di Lombok Barat, Gubernur NTB: akibat Tanggul Jebol
Petugas rumah sakit menunjukkan rekam medik atas nama S, justru non-reaktif.
“Sayangnya suami saya yang melihat langsung data itu tidak mendokumentasikannya menggunakan handphone-nya. Petugas kala itu juga tidak bisa mengeluarkan data sebelum ada izin dari pimpinan rumah sakit,” ujar YR, anak sulung di keluarga itu.
Keesokan harinya, YR datang sendiri ke rumah sakit.
“Tapi saat saya meminta dokumen keterangan rekam medik, semua data telah berubah. Petugas yang melayani suami saya sehari sebelumnya telah dipindahkan entah ke mana,” ungkapnya.
Ia pun mengingat-ingat peristiwa sebelumnya. Di RSUD Kota Mataram, tempat bapaknya dibawa setelah meninggal di RS HK, petugas hanya mengatakan bapaknya positif Covid-19.
Petugas tak memberinya surat keterangan soal ini. Ketika ia memintanya, pihak rumah sakit mengatakan belum bisa mengeluarkan karena hari Minggu, sementara jenazah harus segera dimakamkan.
Baca juga: WHO: 500 Juta Warga Dunia Jatuh Miskin akibat Pandemi Covid-19
Waktu itu, hampir semua hasil swab yang keluar membutuhkan waktu sepekan hingga dua pekan lamanya. Namun untuk kasus ayahnya, hasil tes swab positif Covid-19 keluar dalam waktu satu hari.
Rasa penasarannya mendorong ia mencari info ke RSUD Mataram.
“Kepala humasnya menelpon saya dan menyatakan bapak saya positif corona,” ujarnya.
“Saya langsung mengatakan padanya hasil swab siapa yang di-delete dan digantikan dengan bapak saya. Bapak saya itu meninggal tanggal 5 Juli 2021, pukul 09.00 Wita. Pukul 10.00 Wita baru di-swab, dan pukul 14.00 Wita hasilnya sudah keluar,” lanjut dia.
Dalam penelusuran Kompas.com, data RS HK juga berbeda dengan data Dinas Kesehatan NTB untuk pasien nomor 1381 ini.
Baca juga: Sembunyikan Sabu Dalam Anus, 5 Pengedar Narkoba di NTB Ditangkap, 1 Masih Buron
Dalam data yang dikeluarkan laboratorium, dengan nomor lab 200700240, hasil swab dikeluarkan tanggal 5 Juli 2020, waktu pengerjaan pukul 12:08:50 dan selesai pukul 17:20:57.
Sementara data hasil laboraturium yang dikeluarkan RSUD Kota Mataram, tanggal 5 Juli 2020, proses pengerjaan swab pukul 13:55:40 dan selesai pukul 14:44:42, kurang dari 1 jam.
Namun, dalam Data Dinas Kesehatan provinsi NTB tertulis, pasien nomor 1381 masuk ke Rumah Sakit Harapan Kelurga (RS HK) pada Jum’at tanggal 3 Juli 2021 dan langsung menjalani swab I.
Kemudian kembali menjalani swab II (post mortem), Minggu 5 Juli 2020 dan hasilnya keluar bersamaan pada hari Senin (6 Juli 2020) dengan hasil positif.
Sedangkan mengenai bantuan sosial yang menjadi sebab dia mengurus surat kematian sang ayah, tidak ada tindak lanjutnya.
“Tidak ada kabarnya hingga saat ini,” ujarnya singkat.
Baca juga: Antisipasi Covid-19, Begini Aturan Perayaan Natal dan Tahun Baru di Sulut
Ketika didatangi pada Kamis (4/11/2021), Humas Rumah Sakit HK, dr. Ni Putu Indra Dewi menyanggupi untuk menjelaskan pada Jumat (5/11/2021), sekitar pukul 10.00.
Ia juga meminta supaya jurnalis mengirim pertanyaan secara tertulis agar pihaknya bisa menyiapkan data yang dibutuhkan.
Namun pertemuan dijadwalkan ulang, dengan janji RS HK akan menjawab semua pertanyaan yang telah diajukan secara tertulis, termasuk soal kecurigaan keluarga pasien yang merasa ada kejanggalan pada data data rumah sakit.
Lalu, pada Selasa (16/11/2021), Dewi menyampaikan bahwa pihak pelayanan medis belum memberi jawaban atas pertanyaan yang diajukan.
Pihak rumah sakit HK hanya memberikan keterangan soal rata-rata jumlah pasien yang dirawat selama pandemi, yakni 20-25 orang sehari.
“Tak ada kendala dalam proses klaim pasien Covid-19. Klaim berjalan dan terproses dengan baik. Kalau nilai klaim no comment, ini rahasia rumah sakit,” jawabnya melalui pesan WhatsApp, Selasa (23/11/2021).
Baca juga: Borobudur Marathon Bisa Jadi Contoh Pengembangan Sport Tourism di NTB
Adapun pertanyaan keluarga pasien soal kejanggalkan hasil PCR, pihak rumah sakit juga tidak memberi jawaban.
“Itu adalah rahasia pasien dan rumah sakit akan menjaga sebagi hak pasien. Hal demikian tidak dapat kami release kepada publik,“ ungkapnya.