BANGKA, KOMPAS.com - Dekan Fakultas Manajemen Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Halilul Khairi mengatakan, negara akan kewalahan mengawasi dan menindak praktik penambangan minyak ilegal (ilegal drilling).
Hal itu disebabkan implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang berkaitan dengan sektor minyak dan gas cenderung sentralistik.
Baca juga: Setelah 39 Hari, Kebakaran Sumur Minyak Ilegal di Batanghari Akhirnya Padam
"Konsekuensi dari kewenangan yang sentralistik itu, maka tanggung jawab lebih banyak pada pemerintah pusat. Pemerintah akan kewalahan untuk pengawasan dan penindakan yang lokasinya di daerah," ujar Halilul saat menjadi pembicara pada kegiatan Media Briefing SKK Migas Sumbagsel di Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, Jumat (5/11/2021).
Baca juga: Akses ke Lokasi Sumur Minyak Ilegal Ditutup, Ratusan Warga Bakar Pos Keamanan, 3 Orang Ditangkap
Halilul menuturkan, perizinan sektor tambang migas yang berkaitan dengan tata ruang dan lingkungan sepenuhnya berada di pemerintah pusat.
Sehingga pengawasan dan penindakan setiap pelanggaran juga dilakukan pemerintah pusat.
Sedangkan pemerintah daerah tidak bisa melakukan tindakan yang bukan kewenangannya.
"Pemda hanya untuk izin mendirikan bangunan, kalau ada yang salah, bangunannya dirobohkan. Ilegal drillingnya tak bisa ditindak pemda," ujar Halilul.
Halilul menilai, peran daerah dalam Undang-Undang Cipta Kerja sektor Migas hanya bersifat diperbantukan.
Sementara anggarannya tetap dari pemerintah pusat.
"Ini bagian dari konsekuensi kewenangan yang sentralistik. Meskipun presiden sebelumnya mengatakan banyak pembagian kewenangan, tapi kalau dilihat lagi ada banyak kewenangan yang sentralistik," ungkap Halilul.
Menurut Halilul, minimnya pengawasan dan penindakan membuat praktik ilegal drilling akan semakin marak.
Kondisi tersebut merugikan daerah maupun pemerintah pusat.
Di sisi lain, negara saat ini membutuhkan banyak sumber pemasukan.
Rasio pendapatan negara dibandingkan jumlah penduduk masih belum berimbang.
Untuk itu, guna memaksimalkan kebijakan di sektor migas, pemerintah harus jeli melihat celah hukum.
"Bagaimana pusat bisa memperbantukan pemerintah daerah dan perangkatnya. Sifatnya hanya memperbantukan dengan program dan anggaran yang disiapkan pusat," ujar Halilul.
Sementara, Benny Bastiawan dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) mengakui saat ini marak terjadi praktik ilegal drilling.
KLHK mencatat ada tiga lokasi penyulingan besar yang sudah ditemukan.
Adapun di sekitar Banyuasin, Sumatera Selatan, minyak disuling dan didistribusikan menggunakan jalur darat maupun jalur laut.
Soal pengawasan dan penindakan, kata Benny, KLHK bersinergi dengan aparat kepolisian dan juga pemerintah daerah.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.