Kru paling penting sendiri berada di posisi mesin kompresor dan pemegang selang.
Sebab, udara dari mesin kompresor yang biasa digunakan untuk memompa ban mobil ataupun motor, sangat berguna bagi penyelam untuk bertahan di bawah dasar sungai.
Selama berada di dalam air, penyelam akan memberikan kode kepada pemegang selang.
Satu kali tarikan penyelam meminta agar mesin kompresor udaranya dibesarkan, dua kali tarikan agar mesin kompresor udara dikecilkan dan tiga kali tarikan penyelam minta agar dirinya ditarik ke atas.
Bisa dibilang, selama proses pencarian harta karun berlangsung, nyawa penyelam berada di tangan pemegang selang kompresor.
“Jadi memang harus fokus mengetahui kode yang diberikan oleh penyelam,” kata Hamid.
Metode menyelam menggunakan mesin kompresor menurut Hamid sudah termasuk modern.
Sebab, saat ia menjadi penyelam, Hamid hanya bermodalkan bambu yang ditancapkan ke dalam sungai.
Bambu itu nantinya akan ia gunakan sebagai pegangan masuk ke dalam dasar sungai tanpa dibantu oksigen maupun mesin kompresor.
“Kalau dulu hanya (tahan) beberapa menit. Setelah tahun 2000 baru menggunakan mesin kompresor sebagai oksigen dan bisa tahan menyelam satu jam,” ujar dia.
Baca juga: Penggerebekan Kampung Narkoba, 7 Warga Nekat Lompat ke Sungai Musi
Hamid dulunya adalah penyelam pencari besi tua dan kayu yang ada di dasar Sungai Musi.
Lambat laun para penyelam yang lain banyak menemukan gerabah, keramik, koin, serta emas berbentuk berbentuk cincin.
Hasil penjualan yang menggiurkan membuat para penyelam ini beralih profesi menjadi pemburu harta karun.
“Di tahun 2006 mulai ketemu emas, keramik. Itu dijual ke pengepul harga untuk keramik waktu itu hanya ditukar dengan pakaian, namun seiring waktu keramik itu ternyata bisa jadi uang,” ujar dia.
Satu keramik utuh yang ditemukan Hamid, setidaknya dijual dengan harga Rp 1 juta tergantung bentuk dan ukuran. Sementara, untuk emas dihargai Rp 400.000 per gram.