Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Mereka yang Kehilangan Keluarga Saat Isolasi Mandiri, Percaya Covid-19 Setelah Orangtua Meninggal

Kompas.com - 04/09/2021, 15:05 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Pada Juli lalu, Jawa Barat tercatat sebagai salah satu provinsi dengan jumlah pasien isoman yang meninggal dunia terbanyak.

Kisah dari empat keluarga ini, meski telah terjadi sekitar dua bulan lalu, menjadi catatan buruknya penanganan Covid di puncak pandemi.

Febi, bukan nama sebenarnya, terkesiap melihat ayahnya terkulai lemas di kursi roda. Sang ayah mengembuskan napas terakhir saat mengantre di pelataran instalasi gawat darurat (IGD) sebuah rumah sakit di Kota Bogor, 9 Juli 2021.

Baca juga: Bupati Kebumen Larang Pasien Covid-19 Isolasi Mandiri: Tak Dilaksanakan dengan Baik

Febi tak sempat menemani saat-saat terakhirnya karena sibuk berkeliling mencari oksigen. Dia hanya bisa menangis dan memeluknya untuk terakhir kali.

Ayah Febi sebelumnya mengeluh sakit lambung. Beberapa kali berobat ke klinik, diagnosis dokter adalah sakit asam lambung, sedangkan tes usap antigen menyebutkan ayahnya negatif Covid-19.

"Tidak ada gejala Covid, seperti batuk, demam, atau flu. Ayah juga masih bisa berdiri, bisa jalan. Tapi memang ada penyakit bawaan, jantung, dan stroke," kisah Febi kepada BBC Indonesia.

Baca juga: Bupati Banyumas Larang Isolasi Mandiri Covid-19, Ini Alasannya

Pada bulan Juli, lonjakan kasus yang terjadi di sebagian besar wilayah Jawa-Bali membuat rumah sakit kewalahan.Getty Images Pada bulan Juli, lonjakan kasus yang terjadi di sebagian besar wilayah Jawa-Bali membuat rumah sakit kewalahan.
Dua hari setelah tes antigen yang hasilnya negatif itu, sang ayah mulai mengeluh pernapasannya terganggu dan minta dibawa ke rumah sakit.

Sejumlah rumah sakit yang didatangi Febi menolak dengan alasan penuh. Status ayahnya yang saat itu negatif Covid juga menjadi alasan rumah sakit menolak perawatan.

"Takut tertular Covid di rumah sakit," kata Febi menirukan.

Namun, karena kondisi ayahnya terus memburuk, pada Kamis (8/7/2021) malam, Febi bersikeras membawa ayahnya ke rumah sakit. Lagi-lagi, tiga rumah sakit yang didatanginya, menolak.

Baca juga: Mayoritas Pasien Covid-19 Isolasi Mandiri di Jombang Sudah Pindah ke Tempat Isoter

"Saya sedikit memaksa, tidak apa-apa saya menunggu, daripada menunggu di rumah tanpa penanganan lebih baik saya menunggu di rumah sakit," kisahnya.

Waktu menunjukkan hampir pukul 24.00 WIB. Mobil mengular memasuki area rumah sakit, antrean juga terlihat di depan IGD.

"Saya pikir, enggak mungkin ketika ayah saya kenapa-kenapa akan dibiarkan saja oleh pihak rumah sakit. Akhirnya boleh, tetapi tes Covid dulu," lanjut Febi. Hasil tes di rumah sakit itu mengonfirmasi ayahnya positif Covid-19.

Baca juga: Kemenkes: Jangan Putuskan Isolasi Mandiri Tanpa Konsultasi dengan Tenaga Kesehatan

Sementara itu, kondisi ayahnya semakin lemah dengan saturasi oksigen 33 persen. Melihat sang ayah yang susah payah menghirup oksigen, Febi beranjak mencari depo pengisian oksigen.

Namun, dini hari itu, meski telah mengelilingi Kota Bogor, semua depo tutup. Saat Febi akhirnya kembali ke rumah sakit, sang ayah sudah meninggal dunia.

Febi mengaku ikhlas melepaskan ayahnya "pulang" sebulan jelang hari pernikahannya. Ia tahu, keinginan ayahnya untuk sembuh untuk sembuh sangat kuat lantaran ingin mengantar anak gadisnya melepas masa lajang.

"Ternyata benar, cuma kita enggak ada firasat ke sana. Makanya kenapa tetap menikah, walaupun belum 40 hari [ayah meninggal] karena kita berpikir ini permintaan terakhir ayah saya," ucap Febi.

Baca juga: Cerita Anggota Paskibra yang Memilih Isolasi Mandiri, Sendirian dan Belum Terima Bantuan Pemerintah

Meninggal di ambulans

Tresia Wulandari di makam ibunya, Aminah, yang wafat karena Covid-19 sebelum mendapat perawatan di rumah sakit.Dokumen pribadi Tresia Wulandari di makam ibunya, Aminah, yang wafat karena Covid-19 sebelum mendapat perawatan di rumah sakit.
"Neneknya sudah meninggal, Sean, jangan cari ya," ucap Tresia Wulandari kepada Sean, anaknya yang baru berusia empat tahun.

"Neneknya bobok," timpal Sean, sesaat sebelum pemakaman sang nenek, Aminah, yang meninggal di dalam ambulans saat melaju ke rumah sakit.

Aminah, ibu Tresia itu, sebelumnya mengeluh merasakan nyeri lambung. Karena tiga hari sakitnya tak juga mereda, Tresia menyarankan Aminah tes usap antigen. Hasilnya, positif.

Baca juga: Luhut Soroti Malang Raya, Ada 3.000 Lebih Pasien Covid-19 Isolasi Mandiri di Rumah

Tresia, yang tinggal di Kota Bandung, kemudian berangkat menemui sang ibu di Subang, Jawa Barat, sekaligus menjemput Sean yang selama ini tinggal bersama neneknya.

"Saya ambil anak, terus saya tanya ibu, mau dibawa ke rumah sakit enggak? Katanya enggak usah, ini yang terasa lambungnya saja," ungkap Tresia.

Namun kemudian, Aminah mulai terserang sesak napas dan harus mendapatkan asupan oksigen. Keadaan di Subang kala itu, semua rumah sakit penuh dan pasokan oksigen sulit.

Baca juga: Kodim Blitar Telah Distribusikan 706 Paket Obat untuk Warga Isolasi Mandiri

Ilustrasi pasien infeksi virus corona, pasien Covid-19.KOMPAS.COM/Shutterstock/Pordee Aomboon Ilustrasi pasien infeksi virus corona, pasien Covid-19.
Pada Sabtu (17/7/2021), Aminah semakin sulit bernapas, dan saturasi oksigennya merosot hingga 56 persen. Tresia mendapatkan rumah sakit yang mau menerima sang ibu, tetapi lokasinya di Purwakarta.

Masalah lain menanti. Ambulans yang sedianya mengantarkan sang ibu ke Purwakarta dari Subang, masih dipakai. Aminah harus menunggu — dalam keadaan sesak napas berat — selama lima jam sebelum ambulans dapat menjemputnya.

"Cuma jarak beberapa kilometer dari rumah, ibu sudah tidak bergerak. Padahal, oksigen masih terpasang, tabung oksigen masih ada [isinya]," tutur Tresia dengan suara bergetar.

Baca juga: Isolasi Mandiri Dinilai Tak Efektif, Dua Gedung Sekolah di Belitung Dijadikan Tempat Isoter Pasien Covid-19

Tresia merasa, dirinya kurang peka terhadap kondisi Aminah sehingga terlambat ditangani. Tapi, di sisi lain, ia merasa tidak mendapat bantuan dari pemerintah di kala menghadapi situasi sulit saat pandemi ini.

Sejak ibunya dinyatakan positif Covid-19 hingga meninggal, tak satu pun aparat dari dinas kesehatan atau satgas setempat yang memantau kondisi ibunya. Semua penanganan selama ibunya isoman murni dilakukan pihak keluarga.

"Kita sudah laporan [bahwa] Bunda positif ke [perangkat] desa, terus sudah, tidak ada tindak lanjut apa-apa. Tidak ada dinas yang datang, tidak ada pendataan lebih lanjut," ungkap dosen ilmu komunikasi ini.

Baca juga: BNPB Siapkan Kapal untuk Tempat Isolasi Mandiri Terapung bagi Warga Sumbar

Terpengaruh kabar hoaks dan minim pemahaman

Jenazah Lubis saat dievakuasi dari rumahnya di sebuah komplek perumahan di Kota Bandung.Foto istimewa Jenazah Lubis saat dievakuasi dari rumahnya di sebuah komplek perumahan di Kota Bandung.
Semasa hidupnya, Lubis tidak percaya Covid-19. Padahal, usahanya berdagang air mineral kemasan membuat dia berinteraksi dengan banyak orang dan membuat dia rawan tertular ataupun menularkan virus corona.

Sampai ketika Lubis sakit dengan gejala Covid-19 pun. Menurut seorang tetangganya, Lubis menolak dibawa ke rumah sakit karena "takut di-Covid-kan."

"Sering ngobrol dengan saya bahwa beliau salah satu yang tidak yakin dengan keberadaan Covid," ujar sang tetangga, Iwan Hermawan, yang menyarankan Lubis melapor ke Satgas Covid-19 di RT dan RW agar dibawa ke rumah sakit.

Baca juga: Pria Nekat Vaksin Saat Isoman karena Butuh Sertifikat untuk Perjalanan, Dilarikan ke IGD karena Mual dan Demam

"Sampai malam harinya pun, dia sudah sesak, mau dibantu dengan oksigen, dia juga menolak," cerita Iwan.

Tanpa penanganan medis, kondisi Lubis terus memburuk. Hingga paginya, "Anaknya teriak-teriak, 'Bapak meninggal, bapak meninggal'."

Tetangga menghubungi puskesmas yang kemudian melakukan uji usap Covid-19 terhadap jenazah Lubis. Kakek 75 tahun itu diketahui terinfeksi virus corona, termasuk tujuh orang anggota keluarganya yang tinggal serumah.

Baca juga: Sedang Isoman, Pria Ini Nekat Divaksin demi Dapat Sertifikat, Alami Mual dan Demam Tinggi

Iwan menyebut, Lubis terpengaruh hoaks dari media sosial.

Kepada Iwan, pria itu mengaku percaya pandemi Covid-19 adalah upaya konspirasi global dan rekayasa pemerintah.

Semua yang berkaitan dengan penanganan Covid-19, seperti vaksin dan uji usap, ditolak Lubis. Iwan menduga, sikap Lubis juga diikuti anak dan istrinya.

Namun setelah kematian Lubis, keluarganya Lubis menyakini jika Covid-19 itu ada.

"Mungkin setelah orang tuanya meninggal, [mereka menjadi] yakin bahwa Covid itu ada. Mereka mau di-rapid [tes] dan sudah mendaftarkan diri untuk divaksin," kata Iwan.

Baca juga: Ragam Alasan Warga Isoman di Denpasar Tolak Dipindahkan ke Isoter: Rumah Kosong hingga Punya Hewan Peliharaan

Ilustrasi pasien Covid-19, isolasi mandiri, pemeriksaan setelah isolasi mandiri, isoman.FREEPIK/PROSTOOLEH Ilustrasi pasien Covid-19, isolasi mandiri, pemeriksaan setelah isolasi mandiri, isoman.
Selain hoaks, permasalahan lain yang menyebabkan tingginya tingkat kematian karena Covid di Indonesia adalah keterlambatan penanganan.

Seperti yang terjadi pada Saepudin, di awal Juli lalu.

Saat jatuh sakit, Saepudin tak menunjukkan gejala khusus, hanya mengaku sakit perut saja. Saepudin juga masih berselera makan dan beraktivitas mandiri, seperti salat dan pergi ke kamar mandi, kata sang istri Kuswati.

"Tiga hari bapak tidak bisa bicara. Seperti sesak. Sakit memegang-pegang dada. Hari keempatnya meninggal."

Baca juga: Prokes Ketat Saat PTM Terbatas, Tiga Sekolah di Sumedang Sediakan Tempat Isoman untuk Pelajar dan Guru

Hasil swap antigen pada jenazah Saepudin menunjukkan positif Covid. Begitupun pada Kuswati dan dua anaknya yang tinggal serumah.

Hasil tersebut sama sekali di luar dugaan Kuswati. Meski beberapa hari menjelang kematian Saepudin, Kuswati dan anaknya sempat mengalami anosmia atau kehilangan kemampuan menghidu. Kuswati hanya mencium satu jenis bau saja.

"Masuk ke belakang [dapur], ini bau apa. Saya kira ada makanan busuk. Oh, mungkin bajunya yang bau, ganti [baju] yang baru. Tapi kok sama baunya. Begitu saja, tidak ada curiga apa-apa," akunya.

Baca juga: Aksi Komunitas Warga, Kumpulkan Koin untuk Beli Kebutuhan Pasien Isoman

Anggota Gugus Tugas Penanggulangan Wabah Covid setempat, Witarsa Watarman mengungkapkan, pihaknya sempat meminta Saepudin melakukan uji usap Covid-19 saat diketahui sakit.

Namun permintaan itu ditolak lantaran keluarga meyakini Saepudin sakit biasa. Situasi itu menurut Witarsa mengkhawatirkan karena berakibat lambannya penanganan, seperti yang kemudian terjadi pada Saepudin.

"Pada saat-saat kritis barulah yang bersangkutan diminta oleh pengurus RW atau RT atau satgas untuk dilakukan tes, akhirnya ketahuan positif," ujar Witarsa.

Baca juga: Panglima TNI Kunjungi Bali, Minta Gubernur Koster Pindahkan Pasien Isoman ke Lokasi Isoter

Menandai banyak 'persoalan di hulu'

Seorang penggali kubur menggali lubang untuk korban Covid-19 di TPU Setu Gede di Bogor, Jawa Barat, 22 Juli 2021.Getty Images Seorang penggali kubur menggali lubang untuk korban Covid-19 di TPU Setu Gede di Bogor, Jawa Barat, 22 Juli 2021.
Overkapasitas rumah sakit dipandang sebagai penyebab utama tingginya angka kasus kematian isoman. Namun, Co-leads Koalisi Warga untuk LaporCovid-19, Ahmad Arif, memandang faktor penyebabnya sangat kompleks.

Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, dan Bandung, memang banyak yang tidak terlayani fasilitas kesehatan saat puncak kasus di bulan Juli.

Akan tetapi, Arif melihat ada fenomena lain di daerah rural dan suburban.

"Mereka cenderung menghindari rumah sakit dan datang ke rumah sakit saat kondisi sudah parah atau mungkin sudah terlambat. Atau memang dia tidak sampai ke rumah sakit karena ada pemantauan yang terbatas dari fasilitas kesehatan primer," kata Arif.

Baca juga: Rayu Warga Isoman Pindah ke Tempat Isoter, Wali Kota Madiun Terjunkan Penyintas Covid-19

Warga yang menghindari rumah sakit dan datang ke rumah sakit dalam keadaan sudah parah ditengarai karena percaya hoaks atau minim pemahaman tentang gejala Covid-19.

Akhirnya, banyak yang kondisinya berat terlambat ditangani kemudian meninggal di rumah atau dalam perjalanan ke rumah sakit.

Koalisi Warga untuk LaporCovid-19 — sebuah kanal laporan warga terkait Covid-19 dengan pendekatan crowdsourcing — mencatat 3.031 kematian isoman dan di luar rumah sakit yang terjadi sejak Juni hingga 7 Agustus 2021.

Baca juga: 400 Pasien Isoman Probolinggo Dipindahkan ke Lokasi Isoter, Dandim: Tantangannya, Banyak Tersebar Hoaks

Penambahan kasus yang tinggi diikuti dengan kurangnya pasokan oksigen di berbagai tempat.Getty Images Penambahan kasus yang tinggi diikuti dengan kurangnya pasokan oksigen di berbagai tempat.
Kasus terbanyak di DKI Jakarta dengan jumlah 1.342 kasus diikuti Jawa Barat dengan 676 kasus, dan DI Yogyakarta 309 kasus kematian.

Namun LaporCovid-19 menilai data tersebut seperti fenomena puncak gunung es.

"Data DKI Jakarta paling tinggi karena secara resmi pemerintah DKI Jakarta melakukan pendataan dan membagikan datanya kepada kami, sehingga bisa dibilang datanya paling real. Sementara di luar Jakarta, fenomena puncak gunung es, karena datanya didasarkan laporan warga," terang Arif.

Tingginya kematian isoman dan di luar rumah sakit, menurut Arif, adalah persoalan hilir yang menandai adanya banyak persoalan di hulu. Salah satunya, keterlambatan tes dan lacak.

Baca juga: Basuki Sebut Rumah Tak Layak Huni Membahayakan Pasien Covid-19 Isoman

Ketika tes dan lacak terbatas, berarti kemungkinan ditemukan orang yang terpapar Covid-19 sedini mungkin dengan gejala yang masih ringan, akan terlambat, kata Arif.

Tes dan lacak yang terlambat juga menyebabkan proses isolasi tidak berlangsung dengan baik, sehingga rawan terjadi penularan dan memunculkan klaster baru, umumnya klaster keluarga, tambah Arif.

"Yang terakhir, dari sisi treatmennya sendiri. Pemantauan yang tidak jalan terhadap pasien isoman, juga ada fenomena sosial [percaya hoaks], dan dukungan sosial terhadap orang-orang isoman yang juga bermasalah," kata dia.

Baca juga: Pasien Isoman di Jombang Mulai Dipindahkan ke Rumah Isolasi Terpusat

Ilustrasi pandemi Covid-19.PEXELS/COTTONBRO Ilustrasi pandemi Covid-19.
"Banyak orang menghindari rumah sakit, menghindari diperiksa, karena takut stigma. Dan kalau mereka mengaku Covid, ada persoalan minimnya dukungan ekonomi, sehingga banyak orang yang positif Covid tidak mau mengakui dan tidak mau isoman karena dia harus bekerja," papar Arif.

Akan tetapi, melakukan tes dan lacak diakui Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19 Jawa Barat Dewi Sartika, tidak mudah.

Ada beberapa kendala yang dihadapi, seperti terbatasnya sarana prasarana, kekurangan SDM tes dan lacak, kondisi geografis Jawa Barat dengan jangkauan yang luas, serta jumlah penduduk yang banyak.

Baca juga: Bupati Gresik Siapkan Voucer Belanja Rp 200.000 untuk Warga Isoman yang Bersedia Pindah ke Gejos

"Masyarakatnya juga [jadi kendala]. Ada yang tidak mau dites, ada yang masih takut di-swab," ungkap Dewi saat dihubungi lewat sambungan telepon, Rabu (1/9/2021).

Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 35 tahun 2021, Jawa Barat ditargetkan testing sebanyak 107 ribu per hari, tapi baru bisa dilakukan sekitar 40 ribuan per hari. Sedangkan untuk lacak, dari target 1:15, baru terealisasi 1:5.

"Kami mengakui [kekurangan] itu," aku Dewi.

Tingginya angka kematian warga isoman menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang kemudian meluncurkan fitur layanan Isolasi Mandiri dalam portal Pikobar (Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar) pertengahan Juli 2021 lalu, yang menyediakan layanan telekonsultasi serta pengajuan paket obat dan multivitamin bagi mereka yang sedang isoman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Buntut Pencemaran Laut, DKP Jateng Pastikan Tambak Udang di Karimunjawa Ditutup Tahun Ini

Buntut Pencemaran Laut, DKP Jateng Pastikan Tambak Udang di Karimunjawa Ditutup Tahun Ini

Regional
Kronologi 3 Pria di Demak Paksa Bocah 13 Tahun Berhubungan Badan dengan Pacar, Direkam lalu Diperkosa

Kronologi 3 Pria di Demak Paksa Bocah 13 Tahun Berhubungan Badan dengan Pacar, Direkam lalu Diperkosa

Regional
[POPULER REGIONAL] Polemik Jam Operasional Warung Madura | Cerita di Balik Doa Ibu Pratama Arhan

[POPULER REGIONAL] Polemik Jam Operasional Warung Madura | Cerita di Balik Doa Ibu Pratama Arhan

Regional
Sebelum Lawan Korsel, Arhan Pratama Sempat 'Video Call' Ibunda

Sebelum Lawan Korsel, Arhan Pratama Sempat "Video Call" Ibunda

Regional
Akhir Pelarian Renternir yang Balik Nama Sertifikat Tanah Peminjamnya untuk Agunan Bank

Akhir Pelarian Renternir yang Balik Nama Sertifikat Tanah Peminjamnya untuk Agunan Bank

Regional
Korsleting Genset, Kapal Nelayan di Bangka Terbakar dan Karam, 5 ABK Lompat ke Laut

Korsleting Genset, Kapal Nelayan di Bangka Terbakar dan Karam, 5 ABK Lompat ke Laut

Regional
Kenal di Facebook, Bocah SMP Dibawa Kabur Seorang Pemuda, Berkali-kali Dilecehkan dan Diajak Ngamen

Kenal di Facebook, Bocah SMP Dibawa Kabur Seorang Pemuda, Berkali-kali Dilecehkan dan Diajak Ngamen

Regional
Gali Tanah untuk Bangun Rumah, Seorang Pekerja Temukan Mortir

Gali Tanah untuk Bangun Rumah, Seorang Pekerja Temukan Mortir

Regional
Serunya Nonton Indonesia Vs Korsel di Pasar Pagi, Pedagang Fokus ke Jualan dan Sepak Bola

Serunya Nonton Indonesia Vs Korsel di Pasar Pagi, Pedagang Fokus ke Jualan dan Sepak Bola

Regional
Kecewa Tuntutan Turunkan UKT Belum Terpenuhi, Mahasiswa Unsoed Lepas Jaket Almamater

Kecewa Tuntutan Turunkan UKT Belum Terpenuhi, Mahasiswa Unsoed Lepas Jaket Almamater

Regional
Polda Aceh Tangkap 2 Pembawa Gading Gajah di Pidie

Polda Aceh Tangkap 2 Pembawa Gading Gajah di Pidie

Regional
Ketahuan Curi Motor, Seorang Residivis Ditelanjangi dan Ditandu Warga Saat Sembunyi di Sungai

Ketahuan Curi Motor, Seorang Residivis Ditelanjangi dan Ditandu Warga Saat Sembunyi di Sungai

Regional
Pemburu Badak Jawa di TNUK, Jual Cula Seharga Rp 525 Juta

Pemburu Badak Jawa di TNUK, Jual Cula Seharga Rp 525 Juta

Regional
Aksi Bejat 3 Pria Paksa Siswi SMP Hubungan Badan dengan Pacar dan Ikut Perkosa Korban

Aksi Bejat 3 Pria Paksa Siswi SMP Hubungan Badan dengan Pacar dan Ikut Perkosa Korban

Regional
Bunuh 6 Badak Jawa di TNUK, Polda Banten Tangkap 1 Pemburu, 5 Buron

Bunuh 6 Badak Jawa di TNUK, Polda Banten Tangkap 1 Pemburu, 5 Buron

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com