Salah satunya acara ritual Laliq Ugal. Ritual ini diadakan setiap tahun saat tiba musim Nugal (musim tanam).
Bagi masyarakat Dayak Bahau, ritual ini bisa menghadirkan roh-roh baik untuk memberi kesuburan ladang dan bibit yang ditanam. Puncak dari ritual ini adalah tarian Hudoq.
"Kalau kami enggak berladang, tradisi ini akan punah," terang dia.
Avun meminta pemerintah daerah stop menuding masyarakat bakar ladang sebagai faktor utama pemicu karhutla.
Baca juga: Birute Galdikas Dokter Jerman, 50 Tahun Mengabdi untuk Orangutan, Menikah dengan Pria Dayak
Sebab, dengan cara nomaden atau ladang berpindah pun mereka sudah meninggalkan, karena dianggap merusak hutan.
Tapi izin pembukaan hutan dan lahan untuk kepentingan investasi perkebunan kelapa sawit ataupun pertambangan yang justru merusak hutan masih terjadi.
“Baru pemerintah juga tidak beri apa-apa ke masyarakat. Kalau kami diminta tinggalkan cara bakar berladang, beri cara baru, beri apakah, usahakah atau apalah,” terang dia.
Senada, Sekretaris Dayak Modang di Kutai Timur, Beng Lui juga bilang ada warganya yang berhenti berladang karena takut dipenjara.
“Anggota kami tidak urus ladangnya karena takut. Semacam diancam kalau sampai terbakar diancam pidana,” ungkap Beng Lui kepada Kompas.com melalui sambungan ponsel, Sabtu (29/8/2021).
Beng Lui menceritakan rata-rata masyarakat Dayak bersihkan ladang dengan membakar. Jika cara itu dianggap jadi faktor picu kebakaran hutan dan lahan (karhutla), maka ia meminta solusi.
“Kalau diubah polanya, beri kami cara baru bikin pertanian model baru yang modern,” tegasnya.