KOMPAS.com - Doktor Birute Mary Galdikas tiba pertama kali di Indonesia pada November 1971.
Ia memilih datang ke Indonesia setelah enam bulan mempelajari orangutan di kebun binatang Los Angeles.
Dikutip dari VOA Indonesia, perempuan yang akrab dipanggil 'Bu Birute' itu mendirikan Orangutan Foundation Internasional (OFI) di Amerika Sekiat.
Baca juga: Cerita Petugas BSKDA Sumut Dilempari Batu Saat Ambil Orangutan dan Penjelasan Pemelihara
Sepuluh tahun kemudian dia mendirikan OFI di Indonesia tepatnya di Pangkalan Bun dekat Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah.
Lima puluh tahun berlalu, dokter asal Jerman yang kini berusia 74 tahun itu tetap setia mengabdi untuk pelestarian orang utan di Indonesia.
“Saya tiba di Indonesia tahun 1971, artinya pada bulan November tahun ini adalah hari jadi ke-50 tahun, saya di Indonesia dalam menyelidiki dan melindungi orangutan serta hutan mereka," kata dia.
Baca juga: Evakuasi Orangutan di Rumah Seorang Tokoh di Binjai Gagal, Petugas BBKSDA Sumut Dilempari Batu
Birute mengaku menyukai binatang. Namun ia merasa sangat dekat dengan orang utan yang memiliki mata seperti mata manusia.
“Kalau kita mengamati mata orangutan, mata mereka persis seperti mata manusia. Mata orangutan hampir semua punya iris (lingkaran di bola mata) yang coklat dan di keliling iris warnanya putih seperti manusia."
"Juga kalau orangutan melihat kita, sepertinya mereka paham dan tertarik pada jiwa kita juga,” tukas Birute.
Baca juga: Diburu untuk Uang, Kini Belasan Orangutan dari Luar Negeri Itu Dipulangkan ke Tanah Air
Yayasan nirlaba tersebut memiliki pusat perawatan atau care center orangutan yang menangani beberapa kasus.
Antara lain konflik orangutan dengan manusia hingga bayi orangutan yang kehilangan induknya.
Baca juga: Habitat Berkurang, Orangutan Boncel Kembali Ditranslokasi ke Tempat Lain
Birute memiliki 230 karyawan yang sebagiian besar adalah penduduk asli Dayak. Serta ada empat orang dokter hewan yang bertugas di yayasan tersebut.
Salah satu relawan di yayasan tersebut adalah Yan (47) pria keturunan Indonesia Amerika. Yan awalnya adalah mahasiswa Birute saat ia kuliah di Universitas Nasional Jakarta.
Ia sempat tinggal di Amerika Serikat selama 26 tahun. Ia lalu tergugah untuk menjadi relwan di Tanjung Puting di tempat dosennya, Birute Galdikas.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.