Beng Lui mengkritik lemahnya pengawasan terhadap perusahaan. Sebab, kata dia, perusahaan kadang menggunakan tangan masyarakat untuk bakar kebun.
“Tapi ujung-ujungnya tetap masyarakat yang kena. Masyarakat selalu jadi kambing hitam,” terang dia.
Penyidik Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan, Lilik Kardiansyah meyakini banyak perusahaan turut kontribusi picu karhutla di Kaltim.
"Tapi pembuktian itu yang susah. Saya percaya perkebunan sawit ikut andil dalam proses terjadi (karhutla) walaupun tidak 100 persen," ungkap dia saat dihubungi Kompas.com akhir Agustus 2021.
Baca juga: Tangkap 3 Tokoh Adat Dayak Modang Long Wai, Polisi: 2 Kali Panggilan Tak Hadir
Akademisi Hukum dari Universitas Mulawarman Samarinda, Herdiansyah Hamzah menuturkan, ketentuan hukum dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) yang diubah melalui Undang-undang (UU) 11/2020 tentang Cipta Kerja.
Dalam ketentuan Pasal 22 angka 24 UU Cipta Kerja yang mengubah ketentuan Pasal 69 ayat (1) UU PPLH itu, secara eksplisit melarang pembukaan lahan dengan cara membakar.
Namun larangan dalam norma tersebut dikecualikan bagi masyarakat yang melakukan kegiatan dimaksud, dengan memperhatikan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing seperti dijelaskan dalam Pasal 69 ayat (2).
“Kalau kita baca penjelasan Pasal 69 ayat (2) ini, kearifan lokal yang dimaksud adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas maksimal 2 hektar per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegahan penjalaran api ke wilayah sekelilingnya,” kata pria yang biasa disapa Castro saat dihubungi Kompas.com.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.