Mereka belajar secara gotong royong dang saling memberikan pemahaman tentang cara mengunakan internet dan medsos. Dampaknya, mereka semakin memahami tentang pentingnya memahami literasi digital untuk mengasuh anak.
Sementara itu, Pendiri Komunitas Tanoker yang menggagas Sekolah Eyang dan Sekolah Bok-ebok, Farha Ciciek menambahkan dua sekolah itu dibentuk karena keprihatinan terhadap masa depan anak-anak yang ditinggal ibunya menjadi TKW.
Ia menilai perlu ada pola kepengasuhan secara gotong royong untuk menyelamatkan masa depan anak-anak. Sekolah tersebut tak hanya untuk belajar literasi digital, namun juga tentang pangan sehat, budaya, pencegahan radikalisme, dan lainnya.
Baca juga: DPRD Sepakati Ranwal RPJMD Jember, Bupati: Apapun Permintaan Dewan Kami Turuti Semua
“Sempat ada anak yang diajak menjadi pengantin radikalisme,” tegas Ciciek.
Informasi itu diketahui oleh orangtua anak melalui pesan WhatsApp anaknya. Beruntung, orangtua langsung bisa menceganya.
Ia menilai peran orang tua dalam mendampingi anaknya agar tidak terjerumus pada kegiatan negatif sangat penting. Apalagi pada anak-anak yang kekurangan kasih sayang karena ditinggal orang tuanya, terutama dalam mengakses internet.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.