Edi merupakan salah satu generasi awal petani di Banyuwangi yang membudidayakan buah naga.
Bersama petani lainnya, kelompok-kelompok tani buah naga di Banyuwangi coba mengenalkan dan membuka pasar buah naga.
Beruntungnya, Banyuwangi merupakan surga buah. Sehingga banyak saudagar buah yang punya kenalan di pasar-pasar, baik di Banyuwangi mau pun luar daerah.
Saudagar buah ini diminta membawa sejumlah buah naga sebagai contoh dan untuk diperkenalkan ke warga.
"Ternyata lama kelamaan, antusias tinggi dan masyarakat mulai tahu buah naga ternyata rasanya khas segar dan manis," kata dia.
Baca juga: Kenali, 5 Kandungan Hebat dalam Buah Naga
Memasuki 2011, buah naga kian populer. Harganya stabil dan permintaan terus tinggi.
Hal ini membuat banyak petani di Banyuwangi berbondong-bondong menanam buah asli Meksiko ini, akibatnya luas lahan pertanian buah naga terus bertambah.
Semakin banyaknya petani buah naga ini rupanya menimbulkan masalah.
Saat panen raya, produksi buah naga berlebih dan mengakibatkan harganya turun drastis.
Puncaknya pada 2015 ke atas, harga buah naga anjlok, sehingga banyak petani mengalami kerugian ketika panen raya datang.
Harganya rendah dan rata-rata Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per kilogram. Padahal sebelumnya harganya bisa di angka Rp 10.000 hingga Rp 20.000.
Harga anjlok karena jenis buah saingan lain seperti manggis, mangga, hingga duku juga memasuki masa panen.
Sebelum ada inovasi lampu, buah naga hanya panen pada Oktober-Maret.
Baca juga: Sensasi Kampanye di Kebun Buah Naga hingga Bertemu Pengrajin Tenun Ikat Maumere
Sementara di luar musim, yaini April hingga September, buah naga tak berbuah. Hal ini membuat petani buah naga tanpa pemasukan. Padahal pemintaan terus ada sepanjang tahun.
Berangkat dari permasalahan di atas, petani buah naga dan Dinas Pertanian Banyuwangi berusaha mencari solusinya.