Dalam luasan 1 hektar tanaman buah naga dipasang lampu sebanyak 400-800, dengan daya 12-15 watt.
Waktu penggunaan penyinaran lampu pukul 17.00-05.00 WIB.
Juanda mengatakan dampak langsung untuk petani dari penggunaan lampu ini yakni panen sepanjang tahun dan harga tinggi di luar musim panen.
Tanpa lampu, produktivitas lahan buah naga dengan luasan 1 hektar bisa menghasilkan 14 ton tiap tahunnnya. Sementara dengan lampu, lahan yang sama bisa menghasilkan 26 ton.
Untuk penghasilan petani sebelum menggunakan lampu yakni Rp 28 juta tiap hektar dengan asumsi harga Rp 2.000 per kilogram saat panen raya.
Baca juga: Tanam Buah Naga Organik di Banyuwangi yang Berakhir Manis
Sedangkan dengan lampu, bisa Rp 260.000 setiap tahun dengan luas lahan yang sama.
Hal ini dengan perhitungan harga stabil di angka Rp 10.000 saat di luar musim.
Adapun produksi buah naga Banyuwangi tahun setiap tahunnya mencapai 19.068 ton dengan luas tanaman 1.362, sebelum tahun 2019.
Setelah marak penggunaan lampu dan bertambahnya luas tanaman, setelah 2019 produksinya mencapai 82.544 ton dari luas lahan 3.786 hektar.
Sementara luas lahan yang sudah menggunakan teknologi lampu sebanyak 2.608 hektar.
Inovasi ini telah direplikasi di delapan Kecamatan di Banyuwangi, yakni Siliragung, Pesanggaran, Cluring, Tegaldlimo, Purwoharjo, Bangorejo, Sempu, dan Srono.
Inovasi juga ditiru dan dikembangkan Dinas Pertanuan Nusa Tenggara Timur, Dinas Pertanian Blitar, Sidorajo, hingga Karangasem, Bali.
Baca juga: Ingin WargaSurvive di Masa Pandemi, Dompet Dhuafa Kembangkan Budidaya Ikan Nila
Pertanian buah naga ini diklaim berdampak luas ke masyarakat karena 1 hektar lahan bisa mempekerjakan 20 orang, mulai dari penananaman, perawatan, hingga panen.
Kini, untuk peningkatan nilai jual buah naga juga dilakukan dengan pengolahan buah naga oleh sejumlah UMKM dan menyediakan jaringan pemasaran.
Permintaan terbesar berasal dari Pasar di Jakarta, Surabaya, hingga Bali.