Kerja sama banyak pihak
Juanda mengatakan, inovasi ini berkat kerja sama yang terjalin antara petani, Dinas Pertanian, dan PLN sebagai penyedia listrik.
PLN, kata dia, mempermudah petani dalam pemasangan listrik dan subsidinya.
Manager PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Jawa Timur UP3 Banyuwangi Krisantus H. Setyawan mengatakan pihaknya mendukung penuh penyediaan listrik untuk penerangan kebun buah naga ini.
"Listrik kami support keandalannya sehingga kami pastikan tetap menyala. Sejauh ini, belum pernah ada gangguan," ujar Kris.
Baca juga: Bowo Tuai Rezeki di Tengah Pandemi berkat Jahe Seduh Borobudur
Dengan inovasi ini, kata Kris, diharapkan bisa meningkatkan perekonomian petani.
"Apalagi dengan lampu ini, pohon buah naga bisa berbuah di luar musim. Saat ini petani pelanggan kami sebanyak 12.743 pelanggan," tuturnya.
Sarankan pertanian organik
Petani buah naga asal Tegaldlimo, Jefri Trisna (39) mengaku menggunakan lampu untuk kebun buah naga mulai sekitar 2015.
Hal tersebut setelah melihat banyak petani yang untung besar ketika menggunakan lampu ini.
Untuk instalasi lampu, lahan 1/4 hektar menghabiskan uang Rp 25 juta dengan 300 lampu LED berdaya 12 watt.
Untuk biaya listriknya yakni sekitar Rp 400.000 selama 10 hari. Adapun buah naga berbunga hingga muncul buah membutuhkan waktu 40 hingga 60 hari.
Meski biaya produksi naik, namun keuntungan dari hasil penjualan buah naga menggunakan lampu lebih tinggi dibanding dengan budidaya buah naga konvensional.
"Yang jelas produktivitas buahnya sepanjang tahun. Ini yang jadi pembeda antara lampu dan konvensional," katanya.
Baca juga: Menggali Makna Tradisi Suro dan Tahun Baru Islam di Tengah Pandemi Covid-19
Meski demikian menurutnya ada sejumlah faktor lain yang membuat buah naga bisa berbunga di luar musim panen.
Misalnya terkait tingkat kesuburan tanah, metode perawatnya, hingga cuaca.
Jefri menyarankan petani beralih dengan sistem organik. Jefri mengelola kebun buah naga organik seluas 1 hektar sejak setahun terakhir.
Sebelum itu, ia bertani secara konvensional.