Agus menduga ada pihak yang menghasut para petani sehingga menolak kompromi berupa pengalihan fungsi sebagian dari area hutan gundul itu demi kepentingan konservasi sumber mata air dan mitigasi bencana banjir.
Menurut Agus, sebenarnya tidak semua petani menolak penghijauan karena mereka juga menyadari pentingnya melestarikan kawasan hutan setidaknya untuk mengurangi resiko kelangkaan air bersih di musim kemarau.
Selain itu, ujarnya, terdapat setidaknya lima desa di sekitar Desa Ngeni yang menghendaki penghijauan hutan gundul Perhutani untuk mencegah banjir yang kerap menimpa desa mereka.
Agus menjelaskan, penanaman tebu di lahan milik Perhutani marak dilakukan warga di kawasan perbukitan di wilayah Kabupaten Blitar bagian selatan.
Penanaman tebu semakin massif, ujarnya, setelah berdiri pabrik tebu besar di Kabupaten Blitar, yaitu PT Rejoso Manis Indo (RMI) di Kecamatan Binangun.
Kini, menurut Agus, sekitar 8.000 hektare area hutan dibawah pengawasan Perhutani KPH Blitar ditanami tebu.
Agus menegaskan, kampanye konservasi lingkungan yang dilakukan pihaknya sama sekali tidak bermaksud merugikan warga.
"Karena mengganti beberapa area kritis dengan tanaman keras tetap bisa memberikan nilai keekonomian pada petani, bahkan mungkin lebih besar," ujarnya.
Dihubungi Kompas.com, Kapolres Blitar AKBP Leonard M Sinambela menyayangkan kericuhan yang terjadi.
"Tuan rumah acaranya kan Perhutani, mengundang Forpimda, kenapa tidak diantisipasi adanya protes dari petani? Apa tidak ada sosialisasi?" ujar Leo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.