Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sederet Fakta Dugaan Korupsi Dana Covid-19 Sumbar, Mark Up Hand Sanitizer Rp 4,9 Miliar hingga Pansus Usir Pejabat OPD

Kompas.com - 24/02/2021, 18:35 WIB
Pythag Kurniati

Editor

KOMPAS.com- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan dugaan penyelewengan dana untuk penanganan Covid-19 di Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).

Ada dua temuan penyelewengan, salah satunya berkaitan dengan pengadaan hand sanitizer senilai Rp 4,9 miliar.

Temuan itu mencuat setelah peristiwa pengusiran pejabat Pemprov Sumbar saat rapat panitia khusus (pansus).

Baca juga: Disebut Dalam Dugaan Mark Up Dana Covid-19 Sumbar, Ini Klarifikasi Pengusaha Batik Tanah Liek


Hand sanitizer seharga Rp 35.000

Ilustrasi hand sanitizer.PEXELS/COTTONBRO Ilustrasi hand sanitizer.
Wakil Ketua Pansus DPRD Sumbar, Nofrizon menyebut adanya pembelian barang yang lebih mahal dari harga semestinya.

Hand sanitizer seharga Rp 9.000 dibeli dengan harga Rp 35.000.

"Harga sebenarnya Rp 9.000 per botol, namun dibeli Rp 35.000. Kemudian perusahaan atau rekanannya tidak bergerak di bidang pengadaan alat kesehatan," kata Nofrizon yang dihubungi Kompas.com, Selasa (23/2/2021).

Nofrizon mengatakan rekanan penyedia hand sanitizer itu justru bergerak di bidang batik tanah liat.

Sejak 17 Februari 2021, Pansus telah bekerja menyelidiki kasus itu.

"Ini yang akan kita selidiki di Pansus," kata Nofrizon.

Baca juga: Dugaan Mark Up Dana Covid-19 Sumbar, Pansus DPRD: Rekanan Dapat Proyek Melalui Istri Pejabat

Dana Rp 49 miliar belum dilaporkan

Temuan lainnya ialah indikasi dana Rp 49 miliar yang belum dapat dipertanggungjawabkan.

"DPRD Sumbar bentuk Pansus untuk menindaklanjuti LHP BPK RI tersebut. Ada Rp 49 miliar dana Covid-19 Sumbar yang belum bisa dipertanggungjawabkan," kata politisi Partai Demokrat itu.

Nofrizon juga menyebut ada temuan BPK RI berupa pembelian barang yang dibayar tunai.

Padahal sebetulnya dalam aturan tidak diperbolehkan membayar secara tunai.

Baca juga: Dugaan Mark Up Dana Hand Sanitizer Sumbar Rp 4,9 M, Pansus DPRD: Harga 9.000 Per Botol, Dibeli Rp 35.000

Libatkan istri pejabat

Ilustrasi korupsiSHUTTERSTOCK/ATSTOCK PRODUCTIONS Ilustrasi korupsi
Nofrizon mengungkap ada keterlibatan istri pejabat dalam kaitan rekanan penyedia hand sanitizer.

Pansus pun telah memanggil rekanan untuk meminta keterangan.

"Kita sudah panggil sejumlah rekanan. Mereka menjawab dapat proyek melalui istri pejabat di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) itu," kata Nofrizon.

Baca juga: Dua Bupati Ini Pakai Duit Pribadi Beli Mobil Maung Pindad Rp 600 Juta untuk Mobil Dinas, Siapa Saja?

 

Uang Rp 4,3 miliar dikembalikan

Kalaksa BPBD Sumbar Erman Rahman membenarkan adanya temuan itu.

Total temuan tersebut ialah Rp 4,9 miliar dari harga hand sanitizer yang kemahalan.

"Ada temuan di Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI sekitar Rp 4,9 miliar atas indikasi kemahalan harga barang," kata Erman yang dihubungi Kompas.com, Selasa (23/2/2021).

Namun menurutnya, rekanan telah mengembalikan biaya barang yang kemahalan itu.

"Sekitar Rp 4,3 miliar sudah dikembalikan. Sedangkan sisanya dalam minggu ini dibayarkan," ujarnya.

Baca juga: Rp 49 Miliar Dana Covid-19 Sumbar Diduga Diselewengkan, DPRD Bentuk Pansus

Klarifikasi Kuasa Pengguna Anggaran

Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pengadaan hand sanitizer di BPBD Sumbar, Suyadi tidak mempermasalahkan perusahaan rekanan yang tidak berkecimpung di dunia medis.

"Boleh siapa saja, termasuk keluarga pejabat. Tapi harus memenuhi syarat," kata Suyadi.

Pria yang akrab disapa Os itu pun mengatakan perusahaan tersebut sudah memiliki izin untuk pengadaan barang medis.

"Betul dia perusahaan batik, tapi dia mengembangkan usahanya ke pengadaan barang medis sehingga memenuhi syarat," kata Os.

Baca juga: Dianggap Memata-Matai Kinerja Pansus DPRD, Pejabat OPD Sumbar Diusir dari Rapat

 

IlustrasiThinkstock Ilustrasi
Hanya oknum

Perusahaan batik tanah liek merasa dirugikan dengan kabar dugaan penyelewengan dana Covid-19 itu, karena perusahaan yang terlibat hanya satu.

"Batik tanah liek itu ada beberapa toko yang berbeda pemiliknya. Tapi karena satu kasus ini, semuanya terbawa-bawa," kata salah satu pemilik perusahaan batik tanah liek, Muhammad Iqbal, Rabu (24/2/2021).

Dia menegaskan perusahaannya tidak bergerak di bidang medis, apalagi melakukan korupsi.

"Silakan diungkap. Tidak semua batik tanah liek yang terlibat. Hanya satu oknum, tapi menyeret semua nama batik tanah liek," kata Iqbal.

Baca juga: Update Covid-19 di Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Kepri, Jambi, dan Bengkulu 23 Februari 2021

Usir pejabat OPD

Pansus DPRD Sumbar melakukan rapat dengan. BNPB terkait penanganan Covid-19 di Sumbar, Senin (22/2/2021)Foto: IST Pansus DPRD Sumbar melakukan rapat dengan. BNPB terkait penanganan Covid-19 di Sumbar, Senin (22/2/2021)
Sebelumnya dalam rapat pansus dugaan korupsi itu, Pansus DPRD mengusir sejumlah pejabat OPD Pemprov Sumbar.

Rapat dilakukan dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta, Senin (22/2/2021).

Pengusiran dilakukan karena ada pejabat OPD dianggap sebagai mata-mata.

Anggota Pansus lainnya, Muzli M Nur mengatakan ada hal yang bersifat rahasia alias tidak boleh diketahui pihak lain.

Sebab hal tersebut masih dalam penyelidikan.

"Itu mungkin miskomunikasi saja. Tapi yang jelas, ada kerja kita yang tidak boleh diketahui dalam Pansus ini. Namanya saja penyelidikan Pansus," kata Muzli.

Menurutnya hanya ada satu OPD yang diundang, yakni dari BPBD Sumbar.

"Pejabat OPD yang diundang hanya satu, yaitu Kalaksa BPBD Sumbar. Selebihnya tidak ada diundang Pansus," kata Muzli.

Sumber: Kompas.com (Penulis : Kontributor Padang, Perdana Putra | Editor : Abba Gabrillin, Aprillia Ika)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com