Ia juga menyampaikan sudah dua kali dikeluarkan dari sekolah. Salah satunya adalah saat dia sakit. Bahkan, honornya sebagai pengajar beberapa bulan sebelum jatuh sakit tidak diberikan.
"Saya tidak diberikan gaji, padahal berapa bulan saya mengajar. Tapi, saya juga tidak mau minta," paparnya.
Terkait informasi yang mengatakan bahwa ia sempat berhenti mengajar, Hervina mengakuinya. Saat itu ia sempat berhenti mengajar dan ikut suaminya bekerja di Pulau Kalimantan. Namun, tidak sampai lima tahun.
Saat pulang ke Bone, ia dipanggil oleh Jumrang yang merupakan suami Hamsinah, kepala sekolah yang sekarang.
"Nama saya belum dikeluarkan, sehingga masuk kembali mengajar, Pak Haji Jumrang yang masih kepala sekolah ketika itu," akunya.
Baca juga: Komisi X Bentuk Panja Kawal Pengangkatan Guru Honorer Jadi ASN
Sementara itu, Ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) PGRI Wahyudi mengatakan, dari laporan yang diterima oleh PGRI, Hervina diberhentikan bukan karena unggahan perihal gaji.
Namun, karena sudah ada dua CPNS di sekolah tersebut.
"Dapat info dari PGRI Bone bahwa guru Hervina diberhentikan bukan karena postingan, tapi karena ada dua CPNS masuk SDN 169," kata Wahyudi.
Meski begitu, LKBH PGRI akan melakukan pendalaman terkait kasus pemecatan guru honorer Hervina ini.
Baca juga: Cerita Penyandang Disabilitas Aston Sianturi, Guru Honorer yang Merangkak Saat Terima SK CPNS
LKBH PGRI berencana akan bertemu dengan dinas pendidikan setempat dan Kepala Sekolah SDN 169 Sadar.
"Agar tidak terjadi konflik kepentingan, kami masih akan menggali dan bertemu dengan kepala sekolah dan dinas pendidikan setempat," kata Wahyudi.
Wahyudi menegaskan, pemerintah tidak bisa serta-merta memberhentikan guru.
"Saya minta pemerintah tidak memberhentikan guru."
Baca juga: Kemendikbud Beri Solusi Terbaik Masalah Pemecatan Guru Honorer di Bone
”Saya langsung ke Bone mengecek, laporan dari wakil bupati yang bersangkutan (Hervina) lima tahun tidak aktif, terus diaktifkan lagi," ujar Nurdin dikutip dari Tribun Timur.
"Memang itu gajinya Rp 700.000 dari DAK (Dana Alokasi Khusus), tapi ada lagi Rp 500.000 dari APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah),” jelas NA.
Faktor lainnya, kata Nurdin, adalah tenaga pendidik harus melaksanakan pekerjaannya mengajar secara berkelanjutan.
”Dia harus kontinu mengajar. Jadi mungkin ada itu faktor yang dari kepala sekolah,” jelasnya.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Abdul Haq | Editor : Dony Aprian), tribun-timur.com
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.