Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Sejarah di Sepiring Lontong Cap Go Meh

Kompas.com - 14/02/2021, 07:07 WIB
Rachmawati

Editor

Sementara itu, kuah jahe yang manis dan berempah digantikan oleh kuah santan berempah namun asin-gurih.

Konsep memori kolektif tentang makanan khas perayaan Cap Go Meh mendorong masyarakat Cina Peranakan di Pulau Jawa untuk mengingat dan membentuk kembali pengetahuan akan masa lalu dan juga konstruksi pengalaman masa kini.

Baca juga: Sejarah Wedang Ronde di Indonesia, Asimilasi Budaya Tionghoa dengan Nusantara

Lontong cap go meh di pesisir Laut Jawa

Sementara itu pemerhati budaya China, Agni Malagina mengatakan lontong cap go meh sendiri hanya ditemukan di pesisir Laut Jawa.

Di daerah-daerah peranakan China lain seperti di Singkawang, Palembang, atau Bangka Belitung tak ada.

“Akulturasi di Bangka Belitung, Singkawang di Pontianak, memang baru-baru datang ke nusantara pada abad ke-19 karena untuk mengisi tenaga kerja perkebunan dan tambang."

"Interaksi dan asimilasi di sana kurang mendalam dibandingkan imigran-imigran dari China ke Pulau Jawa,” jelas Agni dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Senin (6/2/2017).

Baca juga: Legendaris, Warung Lontong Cap Go Meh di Solo Hanya Buka Saat Imlek

Pada awalnya, Laksamana Cheng Ho pada Dinasti Ming tahun 1368-1644 masuk ke wilayah pesisir Laut Jawa di sisi Semarang.

Laki-laki imigran China banyak berinteraksi dengan masyarakat setempat seperti perkawinan dengan perempuan-perempuan Jawa.

“Versinya itu kan jalur sutera. Itu yang dimasuki oleh China di pesisir utara Jawa. Kenapa di pesisir? Itu karena jalur laut,” jelas Agni.

Imigran China di pesisir Laut Jawa tinggal dan lalu mengadopsi kebudayaan setempat. Seperti salah satunya dengan melihat tradisi kuliner ketupat lebaran dan opor ayam.

Baca juga: Lontong Cap Go Meh di Semarang Raih Rekor Muri

Pencucian patung dewa yang berlangsung di Kelenteng Tri Dharma Chandra Nadi (Soei Goeat Kiang), di kawasan 10 Ulu, Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (5/2/2021). Ritual pencucian patung ini untuk menyambut Imlek yang jatuh pada Jumat (12/2/2021) mendatang.KOMPAS.com / AJI YK PUTRA Pencucian patung dewa yang berlangsung di Kelenteng Tri Dharma Chandra Nadi (Soei Goeat Kiang), di kawasan 10 Ulu, Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (5/2/2021). Ritual pencucian patung ini untuk menyambut Imlek yang jatuh pada Jumat (12/2/2021) mendatang.
Sebagaimana pendatang, imigran China pun memperkenalkan segala jenis pengetahuan yang dibawa dari negeri asalnya.

“Budaya lontong itu kan budaya umat Muslim. Di Lasem itu, itu ada lontong segi tiga. Itu gak beda jauh digunakan sama lontong China peranakan. Itu kuliner kan saling serap dan saling pinjam (resep),”jelasnya.

Dalam perjalanannya, lontong cap go meh pun bisa berbeda antardaerah.

Baca juga: Perjalanan Panjang Asal Usul Lontong Cap Go Meh di Nusantara...

Misalnya, di kawasan China Jakarta, Semarang, maupun Surabaya. Jika di Jakarta, lontong Cap Go Meh biasanya menggunakan sayur lodeh sebagai teman menyantap lontong. Sementara, di kawasan lain bisa berbeda.

“Pakemnya itu harus ada lontong dan opor ayam, sambel goreng jeroan, sama kerupuk udang,” ujar Agni.

Hingga saat ini, sajian ketupat cap go meh pun menjadi bagian dari identitas budaya Cina Peranakan di Indonesia, terutama di Jawa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com