Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Samiyem Penyapu "Bong Cina", Tidak Menyerah Berapa Pun Rezeki Imlek yang Diterima

Kompas.com - 12/02/2021, 14:07 WIB
Dani Julius Zebua,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com – Semak belukar memenuhi komplek Pekuburan Tionghoa pada Pedukuhan Tegallembut, Kalurahan Giripeni, Kapanewon Wates, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Secara umum, "Bong Cina", sebutan warga pada pekuburan yang isinya ratusan makam warga keturunan Tionghoa, memang terlihat tidak terawat.

Geliat warga Tionghoa sangat sedikit di pekuburan ini, bahkan di Tahun Baru Imlek seperti sekarang.

“Dulu ada yang dari Semarang, Yogyakarta, Surabaya. Tahun lalu hanya satu keluarga karena Corona. Tiap Imlek tidak banyak yang datang, hanya 3-4 keluarga,” kata Samiyem, warga yang tinggal di depan komplek makam.

Baca juga: Kisah Tan Deseng Si Maestro Musik Sunda: Walau Dapat Penghargaan 2 Presiden, Hidupnya Berpindah-pindah Tak Punya Rumah (1)

Jadi juru kunci sejak 2017, gantikan mertua

 

Warga menganggap Samiyem sebagai juru kunci.

Imlek salah satu yang ditunggu Samiyem. Lansia dengan rambut kepalanya yang sudah memutih ini kelahiran Kapanewon Pengasih 58 tahun silam ini.

Ia mengaku senang bertemu kembali dengan beberapa keluarga Tionghoa yang yang mempercayakan dirinya membersihkan beberapa makam keluarga mereka.

Nenek enam cucu ini seorang diri membersihkan bong sejak Atmo Suwarno, juru kunci terdahulu, meninggal dunia di usia 93 tahun pada 2017 lalu. Mbah Atmo adalah mertuanya.

Ia belajar dari Atmo soal membersihkan bong. “Saya menyapu, mencabut rumput besar, bisa juga setiap hari, dari jam 7-9. Biasanya di lima bong,” kata Samiyem.

Baca juga: Kisah Petugas Pemakaman Jenazah Covid-19 di Sleman, Tak Berani Pulang hingga Terpeleset ke Liang Lahat

Momen Imlek, momen rejeki

Biasanya, menjelang hari Imlek pada bulan Februari ataulah hari Cheng Beng di awal April, mereka makin giat membersihkan bong lantaran di hari itu ada saja yang datang untuk ziarah. Mulai dari sana terjalin hubungan baik.

“Biasanya mereka datang langsung ke bong. Ketika saya lihat mereka datang, saya datangi mereka ke sana. Biasanya pihak keluarga ngomong ‘terima kasih sudah membersihkan'. Terus dikasih uang,” kata Samiyem.

Tidak banyak, kata Samiyem. Ia diupah rata-rata Rp 30.000 satu makam yang dibersihkan. Tapi suatu waktu pernah hanya Rp 5.000 untuk sebuah makam, ataulah paling banyak Rp 50.000.

Baca juga: Kisah Cinta Sehidup Semati, Haji Fathkan Susul Istri Meninggal, hanya Terpaut Dua Jam

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com