Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Punahnya 2 Tradisi Suku Dayak Kenyah karena Perkembangan Zaman

Kompas.com - 10/11/2020, 15:26 WIB
Zakarias Demon Daton,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

SAMARINDA, KOMPAS.com – Masyarakat adat Dayak Kenyah di Desa Budaya Lekaq Kidau, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, kehilangan dua tradisi karena perkembangan zaman.

Kedua tradisi tersebut, kuping panjang dan tradisi ngayau atau berburu kepala manusia.

Tradisi terakhir sudah lama ditinggalkan sejak muncul agama dan hukum positif.

Baca juga: Mengenal Ritual Lemiwa Suku Dayak Kenyah yang Dipercayai Mengusir Virus Corona

Sementara, tradisi kuping panjang hilang sejak dua tahun belakangan.

Meski bagi masyarakat Dayak Kenyah kuping panjang adalah simbol kecantikan bagi perempuan, namun perkembangan zaman membuat generasi muda malu.

“Banyak yang malu. Mereka pakai anting tapi tidak pakai pemberat jadi tidak panjang,” ungkap Pjs Kepala Desa Lekaq Kidau, Adang saat ditemui Kompas.com di Desa Lekaq Kidau, Sabtu (7/11/2020).

Tipung Ping (kiri) dan Kristina Yeq Lawing (kanan) adalah generasi terakhir perempuan dayak di Kampung Long Isun, Kecamatan Long Pahangai, Kabupaten Mahakam Ulu, Kaltim, yang mempertahankan tradisi kuping panjang saat ditemui di Samarinda, Rabu (5/2/2020). KOMPAS.com/ZAKARIAS DEMON DATON Tipung Ping (kiri) dan Kristina Yeq Lawing (kanan) adalah generasi terakhir perempuan dayak di Kampung Long Isun, Kecamatan Long Pahangai, Kabupaten Mahakam Ulu, Kaltim, yang mempertahankan tradisi kuping panjang saat ditemui di Samarinda, Rabu (5/2/2020).

Generasi muda suku Dayak Kenyah, kata Adang, menganggap kuping panjang itu terlalu unik sehingga mereka malu melanjutkan tradisi tersebut.

“Dua tahun lalu masih ada beberapa orangtua kita yang telingga panjang. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi sejak mereka meninggal,” terang dia.

Baca juga: Masyarakat Adat Dayak Lundayeh Bentangkan Merah Putih di Ketinggian 1.103 Meter, Ini Tujuannya

Hilangnya tradisi kuping panjang berdampak ke kunjungan wisata di desa budaya ini.

“Kalau ada bule datang ke sini bilang mau ketemu orang Dayak. Kami bilang, kami ini orang Dayak, mereka enggak percaya. Karena setahu mereka orang Dayak itu telingga panjang. Ada bule pernah bilang, kami ini orang Dayak tidak original,” kenangnya.

Sementara tradisi ngayau, kata Adang, bagi suku Dayak Kenyah sebagai sebuah kebanggaan di zaman itu.

Bagi laki-laki yang hendak menikah harus berburu kepala manusia.

“Dia (laki-laki) pulang berburu harus bawa kepala manusia sebagai syarat menikah,” terang dia.

Baca juga: Mengenal Tradisi Kuping Panjang, Simbol Kecantikan Perempuan Dayak, Gunakan Puluhan Anting Tiap Hari

Sebab, zaman dahulu hidup sesama suku Dayak bisa saling bermusuhan jika tak hidup satu kelompok. Antarkelompok bisa saling serang.

Namun tradisi itu belakangan ditinggalkan seiring dengan perjanjian perdamaian antarsuku yang ditandai dengan simbol burung enggang sebagai simbol perdamaian.

“Burung enggang kemudian jadi lambang perdamaian antar kelompok suku. Burung enggang dianggap sebagai roh menyerupai burung yang memberi perdamaian,” terang dia.

Tokoh masyarakat Desa Lekaq Kidau, Imang Laing sedang melakukan ritual lemiwa saat menerima rombongan sebelum masuk ke lamin Desa Lekaq Kidau, Kecamatan Sebulu, Kutai Kertanegara, Kaltim, Sabtu (7/11/2020). KOMPAS.com/ZAKARIAS DEMON DATON Tokoh masyarakat Desa Lekaq Kidau, Imang Laing sedang melakukan ritual lemiwa saat menerima rombongan sebelum masuk ke lamin Desa Lekaq Kidau, Kecamatan Sebulu, Kutai Kertanegara, Kaltim, Sabtu (7/11/2020).

Tradisi yang masih dipertahankan

Adang menjelaskan banyak tradisi lain yang masih dipertahankan.

Meliputi seni tarian, seni ukiran, seni anyaman, pernikahan adat, ritual pembukaan lahan kebun hingga proses panen dan tato tradisional.

Baca juga: Mulai Punah, Tradisi Kuping Panjang Simbol Kecantikan Perempuan Dayak

Berbagai tradisi itu kini masih dikembangkan untuk menarik wisata masuk desa ini sejak ditetapkan sebagai desa budaya oleh Pemkab Kutai Kartanegara.

“Setiap tradisi itu punya makna bermacam-macam. Bahkan sampai ukiran hingga tato pun ada makna,” terang dia.

Adang berencana akan membuat semacam museum desa untuk memaperkan semua arsip-arsip tradisi yang sudah punah maupun yang kini masih diwariskan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com