KOMPAS.com- Perjuangan hidup yang tak mudah dirasakan oleh nelayan di Sikka, NTT bernama Marianus (45).
Setiap hari, pria berperawakan kurus itu harus mendayung perahu kecilnya demi menghidupi istrinya yang cacat serta empat anak mereka.
Bahkan ia kerap pulang dengan tangan kosong lantaran tak satu pun ikan didapatkan.
Sehingga, untuk mengganjal perut anak-anaknya yang lapar, Marianus tak punya pilihan lain selain berutang dari kios ke kios.
"Sering tidak ada uang. Terpaksa harus bon beras di kios milik tetangga. Kalau tidak diizinkan bon terpaksa saya karus dari kios ke kios minta bon," ujar dia.
"Kalau tidak begitu, anak-anak dan istri saya bisa mati kelaparan," lanjut Marianus pilu.
Sebab, istrinya mengalami kecacatan dan tidak bisa membantunya mencari uang.
Di masa pandemi, mereka pun harus dihadapkan kenyataan bahwa hasil tangkapan ikan Marianus seringkali tak terjual.
Dalam satu hari, Marianus mendapat Rp 20.000 sampai Rp 40.000. Itu pun tidak setiap hari.
Uang itu habis seketika untuk membeli beras dan minyak tanah untuk pelita rumahnya yang belum dialiri listrik.
"Bagaimana mau pasang meteran, beli buku anak sekolah saja tidak bisa. Uang hasil tangkapan saya hanya bisa beli beras," ujar dia lirih.
Baca juga: Cerita Nelayan di Sikka, Penghasilan Menurun Saat Pandemi, Berutang untuk Menyambung Hidup