Sementara Muhammad Nabi mengaku sempat dipukul karena meminta jatah makan dan minum. Ia juga memiliki bekas luka bakar pada kaki kirinya karena disiram dengan air panas.
Setelah empat bulan mengarungi samudera, akhirnya mereka bertemu dengan sebuah kapal kecil, yang belakangan diketahui dikemudikan oleh orang Aceh yang akan menjemput mereka.
"Saya tak nampak lihat gunung, tak nampak lihat daratan, terus melihat kapal Aceh, mereka berkomunikasi menggunakan HP satelit," tutur orang Rohingya yang mau bercerita blak-blakan soal perjalanannya dari Bangladesh.
Usai melakukan komunikasi menggunakan telepon satelit dengan agen di Bangladesh, akhirnya 99 orang Rohingya diturunkan ke dalam kapal nelayan Aceh.
"Mereka baik, kami dikasih makan, minum dan diberikan rokok oleh mereka," katanya.
Baca juga: Indonesia Minta AICHR Beri Perhatian ke Pengungsi Rohingya
Tepat 22 Juni, orang-orang Rohingya yang sebelumnya berada di salah satu dari tiga kapal Bangladesh ini, akhirnya dipindahkan ke dalam kapal penjemputan dari Aceh.
Mereka ditunggu di tempat pendaratan yang telah ditentukan oleh sekelompok orang Rohingya yang telah datang lebih dulu pada 2011 dan bekerjasama dengan warga lokal.
Dari keterangan yang dikeluarkan oleh Kepolisian Daerah Aceh, Direktorat Reserse Kriminal Umum, Kombes Sony Sanjaya, pada Selasa (27/10), orang-orang Rohingya yang datang pada gelombang pertama ini bukanlah terdampar, melainkan telah diatur oleh sekelompok orang penyelundup.
Baca juga: 2 Hari Setelah Terdampar di Aceh, 2 Warga Rohingya Meninggal
Mendarat di Aceh mereka ditampung di BLK Lhokseumawe. Orang Rohingya yang jadi narasumber kami mengatakan sembilan orang temannya kabur dari BLK.
"Saya tidak tahu keberadaan mereka sekarang, yang saya tahu ada tiga kali kelompok yang kabur,"
Ia juga mengaku dirinya tak mau kabur dari BLK Lhokseumawe. Ia menunggu keputusan dari UNHCR dan IOM untuk ke Malaysia.
Baca juga: Pertemuan ASEAN, Menlu Desak Myanmar Selesaikan Akar Konflik Etnis Rohingya
Informasi terakhir yang diketahuinya, dari tiga kapal keberangkatan, sekitar 400 orang telah berada di Malaysia, sementara sisanya ia tak tahu.
Terdapat 99 pengungsi Rohingya yang terdampar di utara laut Aceh.
"Kalau yang datang 257 orang di September, saya tidak tahu, kami belum punya HP waktu itu,"
Di tempat pengungsian BLK Lhokseumawe saat ini, ia memiliki satu unit telepon yang dibelinya seharga Rp2.100.000.
"Saya kasih uang itu, orang di BLK bantu saya beli HP dan buka nomor, sekarang saya punya uang Rp200.000, dikasih orang-orang, kondisi sekarang saya sehat-sehat," tutupnya.
Baca juga: Amnesty Desak Pemerintah Penuhi Kebutuhan 297 Pengungsi Rohingya yang Terdampar di Aceh
Dari dalam wilayah perairan Indonesia, Kepolisian Daerah Aceh sejauh ini sudah menangkap empat orang, dan dua lainnya masih buron.
Salah satu buronan adalah orang etnis Rohingya berinisial AR.
Menurut keterangan Kepala Direktorat Reserse Kriminal Umum, Kombes Sony Sanjaya, AR mengajak AJ yang merupakan warga Kabupaten Aceh Timur untuk melakukan penjemputan 99 orang di tengah laut.
Baca juga: 297 Rohingya yang Kembali Terdampar di Aceh Dipindah ke BLK Lhokseumawe
Kemudian keduanya menawarkan pekerjaan kepada FA untuk menjemput ke-99 orang tersebut. Namun, pada pertemuan pertama di rumah AJ di Aceh Timur, mereka tidak menemukan kesepakatan.
Keesokan harinya, ketiganya bertemu kembali untuk membahas kelanjutan pembicaraan. Saat itu, dua orang lainnya ikut hadir, yakni AS (warga lokal) dan SD (orang etnis Rohingya). Dalam kesempatan tersebut, mereka bersepakat untuk melakukan penjemputan.
Melalui persetujuan kala itu, jumlah Warga Negara Asing (WNA) yang akan dijemput sebanyak 36 orang.
Baca juga: 295 Warga Rohingya Kembali Terdampar di Perairan Lhokseumawe
Dalam kesepakatan tersebut, yang bertugas menjemput adalah SD (etnis Rohingya), AS, FA, dan R, dengan menggunakan kapal bernomor lambung KM Nelayan 2017-811 (10 GT).
Sementara AJ dan AR menunggu di darat, setelah memberikan titik koordinat penjemputan.
Di dalam perjanjian awal, para tersangka disebut menyetujui kalimat sandi "membeli makan dan rokok" yang artinya memulai penjemputan, serta kalimat sandi lainnya ketika bertemu dengan kapal besar pembawa orang-orang Rohingya di tengah laut.
Saat menjemput, rombongan orang Rohingya yang diturunkan dari kapal besar tersebut mencapai 99 orang, bukan 36 orang berdasarkan kesepakatan awal.
Baca juga: Debar-debar Pengungsi Rohingya
Akan tetapi jumlah tersebut masih belum diketahui pasti dari penyelidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian.
Kombes Sony Sanjaya mengatakan jumlahnya hanya sekian juta per individu yang dijemput. Namun jumlah yang baru dibayar ialah Rp 10 juta untuk biaya sewa kapal.