Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Perjalanan Warga Rohingya yang Terdampar di Aceh, Berlayar dari Bangladesh dengan Tujuan Akhir Malaysia

Kompas.com - 30/10/2020, 14:04 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Salah seorang dari 99 orang etnis Rohingya yang menjadi korban sindikat penyelundupan menceritakan pengalamannya selama empat bulan di laut sebelum akhirnya sampai ke Aceh.

Pengungsi Rohingya ini menyebut ia adalah korban penipuan orang Bangladesh - dijanjikan ke Malasysia - tetapi akhirnya tiba di Aceh.

Pengungsi yang enggan disebutkan namanya ini mengatakan sempat berbohong kapal mereka rusak untuk menyelamatkan diri.

Baca juga: Menyoal Sindikat Penyelundupan 99 Orang Rohingya di Aceh, Kapal Rusak Saat Dijemput di Tengah Laut

"Sebenarnya saya sudah mau jujur dari pertama, kalau kapal kami bukanlah rusak dan tenggelam, tapi semua orang tidak mau mati, makanya saya berbohong," kata pengungsi pria ini.

Polda Aceh pada Selasa (27/10/2020) menyatakan sudah menangkap empat dari enam orang yang diduga bagian dari sindikat penyelundupan itu.

Kasus yang diungkap adalah penyelundupan 99 orang etnis Rohingya yang tiba di Lancok, Kabupaten Aceh Utara, pada Juni 2020.

Baca juga: Rancang Penyelundupan Warga Rohingya ke Aceh, 5 Orang Ditangkap, 2 di Antaranya Nelayan

Sejumlah imigran etnis Rohingya asal Myanmar tiba di Lhokseumawe, Aceh, Senin (7/9/2020). Sebanyak 297 imigran etnis Rohingya, dengan rincian 181 perempuan, 102 orang laki-laki, dan 14 orang anak-anak, terdampar ke perairan Aceh sekita pukul 00.30 WIB pada Senin dini hari.AFP/RAHMAT MIRZA Sejumlah imigran etnis Rohingya asal Myanmar tiba di Lhokseumawe, Aceh, Senin (7/9/2020). Sebanyak 297 imigran etnis Rohingya, dengan rincian 181 perempuan, 102 orang laki-laki, dan 14 orang anak-anak, terdampar ke perairan Aceh sekita pukul 00.30 WIB pada Senin dini hari.
Aktor utamanya diduga orang Rohingya yang telah lama tinggal di Medan di bawah akomodasi Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM).

Dalam konferensi pers yang berlangsung di Mapolda Aceh, Selasa (27/10/2020), Kepala Direktorat Reserse Kriminal Umum, Kombes Sony Sanjaya, mengatakan AR merancang penjemputan ke-99 orang etnis Rohingya yang berada di tengah laut.

"AR merupakan orang Rohingya yang juga aktor dari penjemputan 99 orang lainnya. Sedangkan AJ warga lokal yang ikut membantu AR. Kini keduanya masih dalam Daftar Pencarian Orang (DPO)," kata Kombes Sony Sanjaya.

Baca juga: Polisi Bongkar Sindikat Penyelundupan Warga Rohingya ke Aceh dan Medan, Tujuan Akhir Malaysia

Selain AR, orang etnis Rohingya lainnya yang terlibat dalam kasus penjemputan 99 orang Rohingya di tengah laut ialah SD. AR dan SD diketahui sudah berada di Penampungan di Medan sejak 2011 lalu. Mereka dibantu oleh tiga orang warga Indonesia.

Pihak Kepolisian Daerah Aceh mengumpulkan barang bukti berupa dua unit HP, GPS MAP-585 warna hitam, kapal nomor lambung KM Nelayan 2017-811 (10 GT) telah dipinjam pakai oleh ketua koperasi, dan surat sewa menyewa kapal dari Koperasi Samudra Indah Aceh Utara.

Baca juga: Menlu: Indonesia Tampung Sementara 396 Pengungsi Rohingya Sepanjang 2020

Diselundupkan ke Aceh

Sejumlah imigran etnis Rohingya asal Myanmar tiba di Lhokseumawe, Aceh, Senin (7/9/2020). Sebanyak 297 imigran etnis Rohingya, dengan rincian 181 perempuan, 102 orang laki-laki, dan 14 orang anak-anak, terdampar ke perairan Aceh sekita pukul 00.30 WIB pada Senin dini hari.AFP/RAHMAT MIRZA Sejumlah imigran etnis Rohingya asal Myanmar tiba di Lhokseumawe, Aceh, Senin (7/9/2020). Sebanyak 297 imigran etnis Rohingya, dengan rincian 181 perempuan, 102 orang laki-laki, dan 14 orang anak-anak, terdampar ke perairan Aceh sekita pukul 00.30 WIB pada Senin dini hari.
Wartawan BBC News Indonesia menemui seorang Rohingya yang bersedia bercerita mengenai bagaimana ia 'diselundupkan' dari Bangladesh.

Identitasnya kami samarkan atas alasan keselamatan.

Pada 25 Juni lalu, ketika pertama kali menginjakkan kaki di daratan Aceh Utara, ia sempat diwawancarai namun berbohong terkait asal mula kedatangannya.

Kini, ketika ditemui setelah polisi merilis kasus dugaan penyelundupan 99 orang etnis Rohingya ke Aceh, ia menceritakan bagaimana ia kabur dan mengapa sebelumnya dia menutupi fakta keberangkatannya.

"Saya sudah lama ingin jujur, tapi semua orang mau hidup, tak mau mati, makanya saya bohong soal berapa jumlah kami sebenarnya dan berapa banyak kapal yang berangkat," kata orang Rohingya yang mampu berbahasa Melayu ini.

Baca juga: Beredar Informasi Kapal Rohingya di Perairan Aceh, Petugas Gabungan Patroli Laut

Jejak perjalanan dari Cox's Bazar di Bangladesh

Setelah tinggal beberapa tahun di tempat pengungsian di Cox's Bazar di Bangladesh, ia merasa kondisi ekonomi, kesehatan,dan pendidikan sudah tidak lagi memungkinkan.

Kondisi yang mendorong orang-orang Rohingya untuk keluar dari Cox's Bazar

Saat itulah, ia dihubungi oleh seseorang melalui sambungan telepon yang menawarkan pergi ke Malaysia. Ia dijanjikan bisa hidup lebih layak dan mendapatkan pekerjaan yang baik, sehingga bisa menghidupi keluarga.

"Saya tak kenal orangnya, dia telpon menawarkan ke Malaysia, saya bilang saya tak punya uang, tapi saya orang mau pergi ke Malaysia," tuturnya

Baca juga: Penderitaan Etnis Rohingya, Disiksa dan Dibunuh Jika Kabur dari Kamp

Sejumlah imigran etnis Rohingya beristirahat di pesisir Pantai Ujong Blang, Lhokseumawe, Aceh, Senin (7/9/2020). Sebanyak 297 imigran etnis Rohingya, dengan rincian 181 perempuan, 102 orang laki-laki, dan 14 orang anak-anak, terdampar ke perairan Aceh sekita pukul 00.30 WIB pada Senin dini hari.ANTARA FOTO/RAHMAD Sejumlah imigran etnis Rohingya beristirahat di pesisir Pantai Ujong Blang, Lhokseumawe, Aceh, Senin (7/9/2020). Sebanyak 297 imigran etnis Rohingya, dengan rincian 181 perempuan, 102 orang laki-laki, dan 14 orang anak-anak, terdampar ke perairan Aceh sekita pukul 00.30 WIB pada Senin dini hari.
Ia bersama dengan beberapa orang lainnya lalu dijemput oleh seorang agen yang tidak diketahui namanya dan dibawa ke sebuah rumah. Ia tinggal di sana beberapa hari, sambil mencari uang untuk membayar biaya ke Malaysia.

"Agen itu berbicara dengan abang saya, dia minta uang 10.000 BDT (sekitar Rp 1.729.000), tapi abang saya hanya menyanggupi 2.000 BDT (Rp345.800). Uang itu ditransfer melalui bank," jelas orang Rohingya yang telah tinggal di Aceh selama empat bulan ini.

Ia bersama dengan sejumlah orang Rohingya lainnya kemudian dibawa menggunakan perahu kecil dan disambut tiga kapal besar yang sudah melabuhkan jangkar.

Baca juga: Tiga Hari Berturut-turut Rohingya Meninggal di Lhokseumawe, Alami Sesak Napas dan Demam Tinggi

Mereka lalu diminta menunggu kedatangan orang-orang lainnya untuk dibawa keluar dari Bangladesh.

"Keseluruhan ada sekitar 850 orang di kapal tersebut,"

"Ini sekitar bulan Februari, setelah muatan kapal penuh baru kami berangkat"

Baca juga: Menlu: 296 Pengungsi Etnis Rohingya Non-reaktif Covid-19

'Empat Bulan Perjalanan menuju Aceh'

Pengungsi Rohingya yang diselamatkan oleh nelayan dan kapal patroli di dekat pantai Seunuddon, Aceh Utara, 24 Juni 2020. Antara Foto / Rahmad / via REUTERS Pengungsi Rohingya yang diselamatkan oleh nelayan dan kapal patroli di dekat pantai Seunuddon, Aceh Utara, 24 Juni 2020.
Setidaknya empat bulan perjalanan laut ditempuh oleh ratusan orang menggunakan tiga armada kapal besar.

Menurutnya, di lautan stok makan dan tidur penumpang kapal diatur oleh orang-orang Burma yang merupakan Anak Buah Kapal (ABK).

Mereka yang melawan akan dipukul dan disiram dengan air panas, seperti yang diakui oleh Muhammad Nabi dan Muhammad Yusuf.

Muhammad Yusuf, pada Juli 2020, kepada wartawan di Aceh menuturkan mereka makan dua hingga tiga hari sekali. Ia juga memiliki bekas luka pada ibu jari tangan kirinya yang disebutnya karena dihantam sebilah benda tajam oleh orang - orang Bangladesh yang menguasai perjalanan tersebut.

Baca juga: Terdampar di Aceh, 2 Warga Rohingya Meninggal dan 3 Orang Dirawat karena Sesak Napas

Sementara Muhammad Nabi mengaku sempat dipukul karena meminta jatah makan dan minum. Ia juga memiliki bekas luka bakar pada kaki kirinya karena disiram dengan air panas.

Setelah empat bulan mengarungi samudera, akhirnya mereka bertemu dengan sebuah kapal kecil, yang belakangan diketahui dikemudikan oleh orang Aceh yang akan menjemput mereka.

"Saya tak nampak lihat gunung, tak nampak lihat daratan, terus melihat kapal Aceh, mereka berkomunikasi menggunakan HP satelit," tutur orang Rohingya yang mau bercerita blak-blakan soal perjalanannya dari Bangladesh.

Usai melakukan komunikasi menggunakan telepon satelit dengan agen di Bangladesh, akhirnya 99 orang Rohingya diturunkan ke dalam kapal nelayan Aceh.

"Mereka baik, kami dikasih makan, minum dan diberikan rokok oleh mereka," katanya.

Baca juga: Indonesia Minta AICHR Beri Perhatian ke Pengungsi Rohingya

'Peralihan kedalam kapal penjemputan dari Aceh'

Warga melakukan evakuasi paksa pengungsi etnik Rohingya dari kapal di pesisir pantai Lancok, Kecamatan Syantalira Bayu, Aceh Utara, Aceh, Kamis (25/06). ANTARA FOTO/RAHMAD Warga melakukan evakuasi paksa pengungsi etnik Rohingya dari kapal di pesisir pantai Lancok, Kecamatan Syantalira Bayu, Aceh Utara, Aceh, Kamis (25/06).
Tepat 22 Juni, orang-orang Rohingya yang sebelumnya berada di salah satu dari tiga kapal Bangladesh ini, akhirnya dipindahkan ke dalam kapal penjemputan dari Aceh.

Mereka ditunggu di tempat pendaratan yang telah ditentukan oleh sekelompok orang Rohingya yang telah datang lebih dulu pada 2011 dan bekerjasama dengan warga lokal.

Dari keterangan yang dikeluarkan oleh Kepolisian Daerah Aceh, Direktorat Reserse Kriminal Umum, Kombes Sony Sanjaya, pada Selasa (27/10), orang-orang Rohingya yang datang pada gelombang pertama ini bukanlah terdampar, melainkan telah diatur oleh sekelompok orang penyelundup.

Baca juga: 2 Hari Setelah Terdampar di Aceh, 2 Warga Rohingya Meninggal

Mendarat di Aceh mereka ditampung di BLK Lhokseumawe. Orang Rohingya yang jadi narasumber kami mengatakan sembilan orang temannya kabur dari BLK.

"Saya tidak tahu keberadaan mereka sekarang, yang saya tahu ada tiga kali kelompok yang kabur,"

Ia juga mengaku dirinya tak mau kabur dari BLK Lhokseumawe. Ia menunggu keputusan dari UNHCR dan IOM untuk ke Malaysia.

Baca juga: Pertemuan ASEAN, Menlu Desak Myanmar Selesaikan Akar Konflik Etnis Rohingya

Informasi terakhir yang diketahuinya, dari tiga kapal keberangkatan, sekitar 400 orang telah berada di Malaysia, sementara sisanya ia tak tahu.
Terdapat 99 pengungsi Rohingya yang terdampar di utara laut Aceh.

"Kalau yang datang 257 orang di September, saya tidak tahu, kami belum punya HP waktu itu,"

Di tempat pengungsian BLK Lhokseumawe saat ini, ia memiliki satu unit telepon yang dibelinya seharga Rp2.100.000.

"Saya kasih uang itu, orang di BLK bantu saya beli HP dan buka nomor, sekarang saya punya uang Rp200.000, dikasih orang-orang, kondisi sekarang saya sehat-sehat," tutupnya.

Baca juga: Amnesty Desak Pemerintah Penuhi Kebutuhan 297 Pengungsi Rohingya yang Terdampar di Aceh

Tuduhan awal penyelundupan 99 orang Rohingya ?

Sejumlah imigran etnis Rohingya asal Myanmar tiba di Lhokseumawe, Aceh, Senin (7/9/2020). Sebanyak 297 imigran etnis Rohingya, dengan rincian 181 perempuan, 102 orang laki-laki, dan 14 orang anak-anak, terdampar ke perairan Aceh sekita pukul 00.30 WIB pada Senin dini hari.AFP/RAHMAT MIRZA Sejumlah imigran etnis Rohingya asal Myanmar tiba di Lhokseumawe, Aceh, Senin (7/9/2020). Sebanyak 297 imigran etnis Rohingya, dengan rincian 181 perempuan, 102 orang laki-laki, dan 14 orang anak-anak, terdampar ke perairan Aceh sekita pukul 00.30 WIB pada Senin dini hari.
Dalam kasus ini diduga lebih dari enam orang terlibat dalam keberangkatan 99 orang Rohingya dari Cox's Bazar di Bangladesh, menuju Kabupaten Aceh Utara.

Dari dalam wilayah perairan Indonesia, Kepolisian Daerah Aceh sejauh ini sudah menangkap empat orang, dan dua lainnya masih buron.

Salah satu buronan adalah orang etnis Rohingya berinisial AR.

Menurut keterangan Kepala Direktorat Reserse Kriminal Umum, Kombes Sony Sanjaya, AR mengajak AJ yang merupakan warga Kabupaten Aceh Timur untuk melakukan penjemputan 99 orang di tengah laut.

Baca juga: 297 Rohingya yang Kembali Terdampar di Aceh Dipindah ke BLK Lhokseumawe

Kemudian keduanya menawarkan pekerjaan kepada FA untuk menjemput ke-99 orang tersebut. Namun, pada pertemuan pertama di rumah AJ di Aceh Timur, mereka tidak menemukan kesepakatan.

Keesokan harinya, ketiganya bertemu kembali untuk membahas kelanjutan pembicaraan. Saat itu, dua orang lainnya ikut hadir, yakni AS (warga lokal) dan SD (orang etnis Rohingya). Dalam kesempatan tersebut, mereka bersepakat untuk melakukan penjemputan.

Melalui persetujuan kala itu, jumlah Warga Negara Asing (WNA) yang akan dijemput sebanyak 36 orang.

Baca juga: 295 Warga Rohingya Kembali Terdampar di Perairan Lhokseumawe

Apa peran masing-masing tersangka?

Sejumlah perempuan imigran etnis Rohingya menaiki truk evakuasi pascaterdampar di pesisir Pantai Ujong Blang, Lhokseumawe, Aceh, Senin (7/9/2020). Sebanyak 297 imigran etnis Rohingya, dengan rincian 181 perempuan, 102 orang laki-laki, dan 14 orang anak-anak, terdampar ke perairan Aceh sekita pukul 00.30 WIB pada Senin dini hari.ANTARA FOTO/RAHMAD Sejumlah perempuan imigran etnis Rohingya menaiki truk evakuasi pascaterdampar di pesisir Pantai Ujong Blang, Lhokseumawe, Aceh, Senin (7/9/2020). Sebanyak 297 imigran etnis Rohingya, dengan rincian 181 perempuan, 102 orang laki-laki, dan 14 orang anak-anak, terdampar ke perairan Aceh sekita pukul 00.30 WIB pada Senin dini hari.
Setelah mendapatkan kesepakatan untuk penjemputan, FA mengajak seorang warga lokal lainnya, yaitu R yang merupakan ketua Koperasi Samudera Indah Aceh Utara, untuk membuat surat sewa-menyewa kapal dengan biaya sebesar Rp10 juta. Uang itu dibayar oleh AR.

Dalam kesepakatan tersebut, yang bertugas menjemput adalah SD (etnis Rohingya), AS, FA, dan R, dengan menggunakan kapal bernomor lambung KM Nelayan 2017-811 (10 GT).

Sementara AJ dan AR menunggu di darat, setelah memberikan titik koordinat penjemputan.

Di dalam perjanjian awal, para tersangka disebut menyetujui kalimat sandi "membeli makan dan rokok" yang artinya memulai penjemputan, serta kalimat sandi lainnya ketika bertemu dengan kapal besar pembawa orang-orang Rohingya di tengah laut.

Saat menjemput, rombongan orang Rohingya yang diturunkan dari kapal besar tersebut mencapai 99 orang, bukan 36 orang berdasarkan kesepakatan awal.

Baca juga: Debar-debar Pengungsi Rohingya

Berapa biaya untuk menjemput ke tengah laut?

Kapal yang membawa 297 orang pengungsi etnis Rohingya mendarat di pantai Lhokseumawe, Aceh.Hidayatullah/BBC Indonesia Kapal yang membawa 297 orang pengungsi etnis Rohingya mendarat di pantai Lhokseumawe, Aceh.
Dalam dua kali pertemuan, para tersangka disebut membahas upah dari jasa penjemputan orang-orang Rohingya di tengah laut.

Akan tetapi jumlah tersebut masih belum diketahui pasti dari penyelidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian.

Kombes Sony Sanjaya mengatakan jumlahnya hanya sekian juta per individu yang dijemput. Namun jumlah yang baru dibayar ialah Rp 10 juta untuk biaya sewa kapal.

"Tapi kan itu belum terbayar, keburu kapalnya mendarat salah tempat, jadi tidak ketemu langsung dengan orang yang menunggu di tempat koordinat yang telah ditentukan sebelumnya," kata Sony.

Menurut Sony, seharusnya ke-99 orang etnis Rohingya mendarat di lokasi lain di Aceh Utara. Namun karena kapal rusak, mereka mendarat ke tempat terdekat.

Baca juga: Gadis Rohingya Diduga Kabur dari Kamp Penampungan Lhokseumawe

Kapan dan di mana 99 orang etnis Rohingya diturunkan ?

Terdapat 14 anak-anak dari 297 orang pengungsi etnis Rohingya yang mendarat di pantai Lhokseumawe, Aceh, Senin dini hari.Hidayatullah/BBC Indonesia Terdapat 14 anak-anak dari 297 orang pengungsi etnis Rohingya yang mendarat di pantai Lhokseumawe, Aceh, Senin dini hari.
Tepat pada tanggal 22 Juni 2020, empat orang yang ditugaskan menjemput rombongan etnis Rohingya tersebut bergerak dari dermaga nelayan di Seunuddon, Aceh Utara, menuju titik koordinat yang telah ditentukan sebelumnya.

Namun, pada 24 Juni 2020, salah seorang yang bertugas menjemput rombongan tersebut menelpon ke darat untuk memberitahukan bahwa kapal yang mereka gunakan untuk melaut mengalami kerusakan mesin, setelah membantu mengevakuasi puluhan orang etnis Rohingya.

Saat itu, jarak mereka dengan daratan sekitar 4 mil dari bibir pantai Seunuddon, Aceh Utara.

Pada saat bersamaan, sejumlah nelayan Aceh melihat keberadaan rombongan etnis Rohingya di tengah laut.

Baca juga: Cerita Yusuf Pengungsi Rohingya yang Terdampar di Aceh, Bayar Utang Perjalanan Sampai Mati

Unsur Forum Komunikasi Pemerintah Daerah (FORKOPIMDA) Kota Lhokseumawe sebelumnya berencana untuk memberikan makanan dan logistik lainnya, kemudian kapal rombongan tersebut akan didorong kembali ke tengah laut.

Namun warga sekitar pantai Lancok, Aceh Utara, memprotes pihak keamanan hingga mengambil kapal nelayan pribadi untuk menarik mereka ke darat.

Peristiwa tersebut terjadi pada 25 Juni 2020.

Kepala Direktorat Reserse Kriminal Umum, Kombes Sony Sanjaya, mengatakan bahwa terdamparnya puluhan orang etnis Rohingya pada Juni lalu bukan semata karena kemanusiaan, melainkan ada upaya penyelundupan manusia.

Baca juga: Bantu Pengungsi Rohingya, Dompet Dhuafa Aceh Buka Posko Kesehatan

Sindikat internasional

Sejumlah etnis Rohingya menunggu di ruangan setelah menjalani pemeriksaan kesehatan dan identifikasi di tempat penampungan sementara di bekas kantor Imigrasi Punteuet, Blang Mangat, Lhokseumawe, Aceh, Jumat (26/6/2020). Hasil identifikasi dan pemeriksaan tes diagnosa cepat (rapid test) COVID-19 menyatakan sebanyak 99 orang etnis Rohingya dinyatakan non reaktif. ANTARA FOTO/Rahmad/prasANTARA FOTO/RAHMAD Sejumlah etnis Rohingya menunggu di ruangan setelah menjalani pemeriksaan kesehatan dan identifikasi di tempat penampungan sementara di bekas kantor Imigrasi Punteuet, Blang Mangat, Lhokseumawe, Aceh, Jumat (26/6/2020). Hasil identifikasi dan pemeriksaan tes diagnosa cepat (rapid test) COVID-19 menyatakan sebanyak 99 orang etnis Rohingya dinyatakan non reaktif. ANTARA FOTO/Rahmad/pras
Kombes Sony Sanjaya mengatakan sejauh ini pihaknya baru dapat mengeluarkan keterangan terkait dugaan penyelundupan manusia hasil kerja sama etnis Rohingya dengan warga lokal.

Mengenai apakah mereka berkorelasi dengan sindikat penyelundupan manusia internasional, menurutnya hal itu ini merupakan ranah Mabes Polri untuk menjelaskan.

Tindak pidana penyelundupan manusia diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun, kemudian denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 1,5 miliar melalui Pasal 120 ayat 1 UU Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Baca juga: Pemerintah RI Bakal Pindahkan 99 Pengungsi Rohingya di Aceh

Apa lagi yang diungkap?

Kelompok berjumlah 297 orang ini, menurut Chris Lewa dari organisasi non-pemerintah Arakan Project, merupakan bagian dari sebuah kapal besar yang pada awalnya mengangkut sekitar 800 etnis Rohingya dari Bangladesh pada akhir Maret.Hidayatullah/BBC Indonesia Kelompok berjumlah 297 orang ini, menurut Chris Lewa dari organisasi non-pemerintah Arakan Project, merupakan bagian dari sebuah kapal besar yang pada awalnya mengangkut sekitar 800 etnis Rohingya dari Bangladesh pada akhir Maret.
Selain mengungkap dugaan sindikat penyelundupan etnis Rohingya gelombang pertama pada Juni 2020, Kepolisian Daerah Aceh menangkap dua tersangka yang bertindak menjemput tiga orang dalam rombongan gelombang kedua pada September 2020, di Balai Latihan Kerja (BLK) Lhokseumawe.

"Dalam kasus ini ada dua orang yang kita tangkap yaitu seorang perempuan asal Medan berinisial P dan satu lagi S warga Rohingya di Medan," kata Kombes Pol Sony Sanjaya.

S disebut menyuruh P, seorang perempuan warga Medan, untuk menjemput tiga orang Rohingya gelombang kedua yang datang bersama 297 orang pada September lalu.

Tapi belum berhasil membawa kabur tiga orang Rohingya, P ditangkap oleh polisi pada, Selasa (13/10). S ditangkap di Medan, Sumatera Utara.

Sejauh ini sudah 12 orang etnis Rohingya dari gelombang satu dan dua yang kabur dari BLK Lhokseumawe, namun tiga di antara mereka telah didapatkan sebelum tiba ke Medan. Sisanya belum dapat dipastikan keberadaannya.

Baca juga: RI Akan Dalami Dugaan Pengungsi Rohingya di Aceh Korban Penyelundupan

Indikasi penyelundupan manusia

Warga Rohingnya di gedung BLK Lhokseumawe, Senin (7/9/2020)KOMPAS.com/MASRIADI Warga Rohingnya di gedung BLK Lhokseumawe, Senin (7/9/2020)
Dalam wawancara BBC Indonesia dengan Chris Lewa dari organisasi non-pemerintah Arakan Project beberapa waktu lalu, terdapat indikasi penyelundupan manusia terkait kedatangan dua rombongan etnis Rohingya di Aceh sejak Juni lalu.

Selain ditolak oleh negara-negara Asia Tenggara, alasan lain mengapa etnis Rohingya terombang-ambing di lautan selama enam bulan adalah karena mereka "dijadikan tawanan" oleh kelompok penyelundup manusia.

"Penyelundup manusia ini ingin dibayar, jadi mereka menawan para penumpang, itulah kenapa kelompok ini menghabiskan waktu lama di lautan sebelum mereka mendarat [di Aceh]," jelas Chris.

Baca juga: Prioritas Utama Pemerintah, Membawa Pengungsi Rohingya Kembali ke Rakhine

"Kami menghubungi beberapa kerabat para penumpang ini, mereka mengatakan telah membayar [biaya perjalanan] pada Mei lalu, namun kenapa mereka belum mendarat saat itu adalah karena belum semua penumpang di kapal telah membayar. Jadi mereka menawan mereka di tengah lautan," tambahnya.

Menurut Chris, kapal besar yang mengangkut pengungsi Rohingya dari Bangladesh itu diatur dari Myanmar.

"Lalu mereka ke Bangladesh untuk menjemput mereka. Kapal ini tidak pernah memasuki perairan Bangladesh," jelasnya.

Baca juga: Rohingya di Aceh, Dilema Antara Kemanusiaan dan Potensi Kecemburuan Sosial

"Jadi para penumpang ini ditransfer ke kapal-kapal yang lebih kecil di tengah lautan. Siapa para penyelundup manusia ini? Kami tidak tahu," kata Chris.

Chris meyakini bahwa akan ada kapal-kapal yang mengangkut komunitas Rohingya dalam beberapa bulan ke depan, terutama di musim puncak yang biasanya jatuh pada "akhir Oktober atau November."

Indikasi penyelundupan manusia juga diutarakan Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi.

Baca juga: Cerita Pengungsi Rohingya: Ingin Mengadu Nasib ke Malaysia Malah Terdampar di Aceh, 15 Meninggal Saat Perjalanan

Dia mengatakan Indonesia menekankan pentingnya kerja sama untuk melawan kejahatan lintas batas, termasuk penyelundupan manusia.

"Karena diduga saudara-saudara kita ini juga merupakan korban dari kejahatan lintas batas," tukas Retno.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com