Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waqirin, Difabel Pembuat Layangan Besar, Untung Berlimpah Selama Musim Kemarau

Kompas.com - 29/09/2020, 10:35 WIB
Dani Julius Zebua,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

Seiring musim kemarau yang semakin panjang, pesanan layang-layang kian banyak.

Waqirin mengaku kewalahan melayani pemesanan. Pembeli sampai harus menunggu satu minggu untuk mendapatkan layangan seperti yang diinginkan.

Pemesan yang tidak sabar akan menunggui Waqirin bekerja, hingga layangan selesai.

Seperti halnya Adit, salah satu warga Kenteng, Kalurahan Demangrejo.

Baca juga: Gara-gara Layangan Putus, Listrik di Karimun Kembali Padam

Dia dan Firmansyah memesan layang-layang ukuran dua meter. Keduanya baru mendapatkan layang-layang yang diinginkan setelah tiga kali datang ke rumah Waqirin.

“Saya sudah tiga kali (ke sini). Baru selesai hari ini. Rencana akan menaikkan layangan ini di lapangan Demangrejo,” kata Adit.

Akibat kesibukan ini, pekerjanya yang lain dikesampingkan sementara waktu, seperti membuat kandang ayam dan memelihara merpati. Tertunda karena melayani pesanan layang-layang.

Beruntung Waqirin mendapat bantuan Kardi, tetangganya. Kardi bertugas memasang sampul layang-layang, usai Waqirin menyelesaikan kerangka bambu.

Waqirin sejatinya seorang difabel yang kakinya layu sejak usia awal di sekolah dasar. Karena kakinya itu, dia tidak bisa melangkahkan kaki. Dia terpaksa harus jalan pakai tangan.

Tidak hanya dia, tapi juga adiknya yang bernama Midi. Kondisi fisik Widi lebih memprihatinkan karena seluruh tubuhnya nyaris tak bisa bergerak.

Midi terpaksa berjalan, makan dan ke kamar kecil sambil merayap sebisanya dengan posisi miring.

Waqirin menceritakan, dia dan adiknya mengalami kondisi seperti ini sejak usia sembilan tahun. Saat itu, sebenarnya dia sudah memiliki bakat keterampilan membuat layangan.

Dia tak menyerah. Dengan keahlian membuat kerajinan dari bambu, dia terus melayani pembeli.

Baca juga: Layangan Tersedot Mesin Pesawat Saat Landing di Bandara Soekarno-Hatta

Bahkan setelah berpuluh tahun dilewati, dia terus membuat kerajinan itu, termasuk layang-layang untuk musim panas.

“Sampai banjir datang, orang masih main layangan. Banjir niku jawah (musim hujan),” kata Waqirin.

Waqirin dan Midi tidak berkeluarga. Keduanya kini tinggal bersama dengan Mijo, kakak sulungnya yang seorang petani.

Keterampilan bambu yang dimilikinya membuat Waqirin selalu diingat warga Kulon Progo saat musim layangan. Tidak heran, warga dari berbagai kecamatan datang hanya untuk beli layangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com